Delapan

11.4K 912 19
                                    

Ayah menepuk-nepuk pundak Prilly sambil tersenyum, "Jaga baik-baik istri kamu, Ali."
Ali? Oh, dia hanya mengangguk. Selalu dengan muka datarnya.

"Ayah, Ali sama Prilly pergi dulu." Ali lalu berjalan duluan mendahului Prilly yang masih mengucapkan sampai jumpa ke Ayah.

Prilly pun menaiki pesawat pribadi milik Ali. Dan duduk, dalam keheningan yang akan terus menemaninya hingga nanti.

• • •

Ali berdecak. "Bisakah anda tidak berlama-lama?" Prilly dengan cepat mendorong koper kecilnya menuju Ali. "Maaf, Ali. Tadi tas ku terjatuh."

Langsung saja pintu mobil yang telah menunggunya terbuka. Mereka sudah sampai di Jlue. Kota dengan segala keindahaanya. Prilly lelah dengan perjalanannya yang membutuhkan waktu 19 jam itu.

Dan jangan lupa, kali ini Prilly akan merekam keindahan kota Jlue dari kamera dengan mini tripod yang tergantung di lehernya.

Prilly menoleh kearah Ali disebelahnya. Dan untuk yang kesekian kali, yang dia lihat hanyalah Ali yang fokus terhadap macbook. Prilly langsung saja menoleh kearah yang lain. Dia sudah bosan dengan pemandangan Ali yang fokus sambil menekan-nekan keyboard. Oh jangan lupa dengan muka datarnya.

Prilly jenuh, perjalanannya menggunakan mobil belum sampai juga karena jalanan yang macet.

Akhirnya, Prilly pun memutuskan untuk membuat video dari lensanya. Mobil ini memiliki meja lipat didepan kursi penumpang, jadi Prilly bisa menaruh kamera nya disana dan mulai merekam.

"Hai semuanya!" Ucap Prilly girang. Tadinya, Prilly hanya ingin mengganggu Ali. Tapi, ternyata Ali sama sekali tidak terganggu.

Prilly mengerucut sebal, jadi harus bagaimana kalau mau menjahilinya?

"Sekarang, coba tebak aku ada dimana." Ucap Prilly ke lensa kamerannya dengan raut berfikir yang dibuat-buat. Tiba-tiba, mobil berjalan dengan kecepatan tinggi. Sehingga kameranya oleng. Untung tidak jatuh. "Eh, maaf. Aku lagi di mobil." Ucap Prilly sambil tersenyum.

"Aku ada di Jlue!" Prilly menjawab pertanyaan dia sendiri. "Ikutin aku terus ya, kita akan melihat keindahan kota ini, yuk!" Ucap Prilly lalu langsung mematikan rekaman itu.

Prilly tersenyum senang. Setelah lama tidak merekam video, sekarang dia bisa juga. Malah sekarang dia tampak tidak canggung lagi di depan kamera. Tidak seperti dulu. Prilly menyadari kecanggungan dia waktu dulu.

Yang dia tidak sadar, orang disebelahnya itu tersenyum kecil sambil terus menekan tombol keyboard.

• • •

"Jangan kemana-mana. Saya akan pergi untuk meeting mengenai kerjama sama saya dengan perusahaan lain." Ali memakai jam tangannya terburu-buru.

"Baiklah, saya pergi dulu." Ali menatap Prilly. Prilly hanya menunduk, tidak ingin melihat tatapan dingin.

Ali berjalan keluar dari penthouse yang mereka tempati selama di Jlue, dengan macbook di tangan kirinya serta pandangan datar nan membosankan yang fokus melihat kedepan.

Prilly hanya tersenyum miris. Kenapa dia gapernah mau senyum? Prilly lalu berjalan kearah kamarnya. Kali ini mereka tidak berpisah kamar, karena di penthouse ini hanya tersedia satu kamar besar. Jadi mereka terpaksa sekamar. Prilly lagi lagi tersenyum miris.

Terpaksa? Pernikahan semacam apa ini? Pernikahan versi baru?

Prilly berlari kearah bacpack miliknya, lalu mengambil kamera dan macbooknya. Prilly dengan cepat duduk di kursi dengan meja kerja didepannya. Tadi Ali yang memakainya, berhubung dia sudah pergi jadi Prilly yang akan duduk disini.

HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang