Tiga Belas

9.2K 776 27
                                    

"Halo, Rian?" Prilly sedang berdiri memandang keluar jendela. "Aku hanya ingin bilang, kalau--"

"Kalau aku gabisa menemani kamu makan siang besok lusa." Prilly mengigit bibir bawahnya, berharap Rian tidak akan marah dengannya.

"Karena--" Prilly memejamkan matanya. Bimbang harus memberitahu fakta sebenarnya atau tidak.

"Aku diajak Ali untuk menemaninya meeting, tepat pada waktu yang sudah kita rencanakan." Prilly yang tadinya gelisah. Takut Rian akan kecewa padanya. Tapi, wajahnya yang tadi gelisah kembali berseri.

"Ah, terimakasih Rian!!" Dia langsung menutup panggilan teleponnya dan tersenyum kembali.

"Jadi anda sudah punya janji dengan Rian?" Prilly langaung melebarkan matanya, berbalik dan menatap Ali yang sudah berdiri dibelakangnya dengan kedua telapak tangan berada di saku celananya.

"Kau sudah pulang?" Prilly tersenyum, seolah tidak mendengar apa yang tadi ditanya oleh Ali.

"Iya dan jangan berpura-pura tidak mendengar pertanyaan ku tadi." Ali menatap tajam Prilly yang mencoba melihat kearah yang lain, menghindari tatapan tajam nya.

"Saya ulangi. Apakah anda memang sudah mempunyai janji dengan--" Ali menggertakan giginya dan kemudian mendesah pelan.

"Dengan orang lain?"

"Ya, dan aku sudah membatalkannya." Prilly tersenyum. Ali mengerutkan dahinya, "Kenapa? Kenapa anda membatalkannya. Jika mau, anda bisa bilang kepada saya dan saya akan membatalkan janji meeting saya."

"Tidak, aku ingin menemani kamu." Prilly menjawabnya dengan malu-malu. Ali yang tadi menatap tajam, kembali melembutkan tatapan nya.

Ali maju selangkah lebih dekat kearah Prilly, dan mengusap-usap ujung kepala Prilly, dan meninggalkannya sendirian tanpa sepatah kata apa pun.

***

Rian menghembuskan nafas nya, kali ini dia sudah berada di alamat yang tepat. Rian melangkah masuk kearah gedung tersebut.

"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Resepsionis rumah sakit yang berada di depan menyapa Rian, "Hai. Saya hanya ingin bertanya tentang pasien bernama Diana Judy. Apakah saya bisa menjenguk nya?"

"Sebentar ya, saya akan cek dulu apakah pasien tersebut bisa di jenguk atau tidak." Rian mengangguk, selagi menunggu dia membuka handphone miliknya dan melihat panggilan.

Dia memegang handphonenya kuat-kuat. Seakan-akan dia akan menghancurkan nya.

Rafael. Dia, dia menghancurkan semuanya rencana yang dibuatnya matang-matang!

"Permisi, pasien Judy bisa di jenguk. Mari," Rian langsung mengikuti sang resepsionis ke dalam rumah sakit. Kali ini dia sudah berdiri di depan kamar, kamar yang mengurung ibunya.

Rian menghela nafas panjang dan memasuki kamar tersebut.

"Ibu?" Rian melihat kearah tempat tidur, tampak Ibunya sedang menatap kosong kearah lantai dengan seluruh badan yang terikat kepada tempat tidur.

"Rian..." Ibunya berkata lirih. Rian membeku ditempat. Selama tiga tahun dia tidak menjenguk Ibunya, dia mengira Ibunya akan melupakannya. Tapi ternyata tidak. "Rian apa kau sudah melakukan tugas Ibu?" Ibunya memandangnya penuh harap.

"Aku akan melakukannya." Rian menjawab sambil mengepalkan tangannya. "Kapan, Rian?" Suara Ibunya semakin meninggi. "Hanya itulah satu-satunya cara, sebelum gadis itu tahu apa yang sebenarnya terjadi."

"Hanya membunuh gadis itu saja apa susahnya? Jika Ibu keluar dari tempat sialan ini, Ibu pasti langsung membunuh gadis itu." Jawab Ibunya sambil menyeringai. "Ibu..." Rian mengepalkan tangannya, menahan amarah. "Ibu tidak mau tahu, bunuh gadis itu!" 

"Oke. Aku akan melakukannya lusa." Ibunya terkikik, "Bagus."

"Rian pergi dulu, permisi." Rian pun langsung keluar dari kamar Ibunya

"Rian, Rian!" Ibunya meneriaki namanya sambil mencoba melepaskan tubuhnya. Rian tidak lagi melihat Ibunya. Dia tahu, Ibunya masih memiliki gangguan kejiwaan sampai sekarang.

Rian menghela nafas, sudah lama sekali kejadian itu, tapi Ibunya masih belum juga menerima kenyataan. Ibunya harus terkurung di kamar membosankan itu sampai Ibunya aman untuk dilepaskan.  Rian berjanji, Rian akan memenuhi permintaan Ibunya. Sudah cukup kesedihan yang dirasakan Ibunya.

"Halo? Aku butuh kamu." Mata Rian menajam, mulutnya menyeringai. Dia pun berjalan kearah mobilnya dan segera meninggalkan Rumah Sakit itu. 

***

***

a/n: Dikit ya? Besok di update lagi kok, atau mungkin malam ini? Entahlah, well selamat menerka-nerka apa yang terjadi *ketawa jahat.


Friday, 7 October 2016



HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang