Chapter 18

17.4K 1.7K 325
                                    

Cinta dibantu sama Mbok dan juga anak gadis tetangga yang digaji Rama untuk beres-beres rumah, kini tampak sibuk berbenah. Tadi pagi sekitar jam 8 pagi, Rama menelepon Cinta dan mengatakan bahwa sore nanti ibunya sudah diperbolehkan pulang ke rumah setelah hampir seminggu lebih dirawat di rumah sakit.

Bu Tatik sempat shock dan tidak terima ketika mengetahui bahwa dirinya lumpuh. Ia bahkan mengatakan bahwa Tuhan telah berlaku tidak adil padanya. Dokter dan para perawat yang melihat kala itu cuma bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah kekanakan Bu Tatik. Bahkan Bu Tatik bagai manusia yang kehilangan akal dengan menyalahkan pihak-pihak tak terkait dan menuduh bahwa karena merekalah dirinya lumpuh seperti itu.

Mbok, Rama, Cinta, Dokter, Suster dan anggota keluarga lainnya menjadi sasaran empuk kemarahan Bu Tatik. Bagai harimau yang kelaparan. Hanya Ayu yang mampu menenangkannya.

Lagi-lagi Ayu. Besar sekali pengaruh seorang Ayu bagi Bu Tatik. Bu Tatik beranggapan jika Ayu yang merawatnya, seolah rasa sakit yang dirasakan sebelumnya hilang tak berbekas.

"Aduh Nduk. Mbok kan sudah bilang, jangan kerjakan itu. Biar Mbok sama Rini yang mengemaskan ini semua." Tegur Mbok ketika melihat Cinta membungkuk untuk mengelap meja dari debu.

"Tidak apa-apa kok Mbok. Cinta tidak bisa duduk diam begitu saat melihat Mbok dan juga Rini sibuk beres-beres. Lagipula, cuma mengelap meja kok Mbok. Masa begitu pun tidak boleh?" Cinta memasang wajah memelas.

Mbok Sum menghela napas. Setiap beliau memarahi Cinta, selalu ada saja jawaban darinya. Tidak heran kalau adiknya, Tatik, selalu naik darah ketika berurusan dengan Cinta. Tapi, Mbok Sum bukan tipe mertua seperti Bu Tatik. Jadi ketika Cinta selalu membantah kata-katanya, Mbok cuma bisa menghela napas dan menggelengkan kepalanya hingga berakhir dengan membiarkan juga apa yang ingin dilakukan Cinta.

"Kamu ini, pantas saja Ibumu suka ngamuk tiap ngomong sama kamu. Kamunya suka membantah apa kata orang tua gitu." ujar Mbok Sum.

Cinta menyengir, tidak merasa tersinggung sama sekali dengan apa yang dikatakan si Mbok. Lagipula, apa yang dikatakan Mbok Sum, ada benarnya kok.

"Ya sudah, Mbok mau kerjakan pekerjaan lain lagi. Nanti, kalau kamu sudah merasa capek atau apa, jangan paksakan kerja, istirahat langsung. Ingat kalau kamu tu sedang mengandung sebuah nyawa yang bergantung hidup dalam rahimmu. Jangan sampai terjadi hal yang tak diinginkan sama kalian." Pesan Mbok. Mbok bahkan sempat mengusap perut Cinta sebelum meninggalkan Cinta di ruang tamu.

Cinta tersenyum, ia mengusap perut buncitnya sambil memperhatikan Mbok Sum melangkah pergi menuju dapur.

"Semoga Mbok Sum selalu sejahtera. Mbok sangat baik padaku, sehingga mampu membuatku tersentuh dan merasa mendapatkan kasih sayang seorang Ibu sepenuhnya."

Cinta mendesah.

"Andai Ibu seperti Mbok." Gumamnya hampa.

***

Tin tin...

Bunyi klakson mobil di halaman rumah, membuat Cinta yang kala itu sedang menyiapkan makan malam di dapur, segera melepaskan pisau sayurnya dan setengah berlari menuju pintu depan untuk menyambut dua orang yang sudah ia prediksi kedatangannya sejak awal. Siapa lagi kalau bukan Rama dan Bu Tatik.

Cinta segera membuka pintu. Napasnya sedikit terhengah, sehingga ia harus memegang dadanya untuk merileksasikan jantungnya.

"Hati-hati, Bu." Rama tampak berusaha membantu Bu Tatik berdiri untuk kemudian ia dudukkan di atas kursi roda yang sudah Rama keluarkan dari bagasi mobil.

"Mas, Ibu. Cinta bantu ya?" Cinta mendekat. Berusaha membantu apa saja yang memerlukan tenaganya.

"Jangan. Biar Mas nanti yang membawa barang-barang masuk. Kamu tunggu saja di dalam, ya." Rama mencegah. Ia kemudian mendorong kursi roda Bu Tatik dan membawanya masuk hingga ke kamar. Cinta mengekor dibelakangnya.

Bukan Menantu Idaman? ✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon