Chapter 4

12.5K 1K 71
                                    

Keadaan dapur saat ini sungguh mengenaskan. Cinta terlihat berusaha mati-matian dengan keringat yang terus mengalir di wajahnya hanya demi semangkuk semur ayam permintaan ibu mertuanya.

Bahkan Cinta hampir saja memotong jari-jari tangannya sendiri saat ia memotong daging ayamnya tadi. Tapi meskipun begitu, Cinta tak menyerah begitu saja. Ia melakukannya agar sang mertua tak mengecapnya sebagai menantu yang tidak becus memasak.

Sudah cukup selama ini dia terus dibilang istri yang tidak becus mengurus suami, kali ini biarlah dia membuktikan kepada sang mertua jika Cinta bisa memasak. Yaah meskipun harus mengikuti panduan dari internet ketika melakukannya. Tapi yang penting kan dia sudah berusaha.

"Jika semur ini masih juga tidak enak, akan kudatangi penulis resepnya dan ku jejalkan ke dalam mulutnya hingga ludes." guman Cinta sambil memindahkan semur yang sudah masak ke dalam mangkuk kaca untuk kemudian ia hidangkan ke meja makan.

"Siaap." Cinta menghela napas lega. Ternyata ingin menjadi istri dan menantu yang baik itu seperti inilah perjuangannya?

"Tidak buruk juga. Demi Mas Rama, aku akan mencoba melakukannya. Kecuali, jika si Nenek cerewet itu tidak berhenti merecokiku dengan segala ocehannya, bagaimana otakku bisa berproses dengan benar? Segala konsentrasiku langsung buyar ketika dia selalu meng-complain apa yang kulakukan." Cinta kembali menghela napas.

Hari-hari ketika ada mertuanya membuat hari Cinta menjadi hari yang terberat untuknya.

Ia pikir, setelah lepas dari keluarga Pamannya dan menikah dengan Rama, hidup Cinta bisa sedikit lebih bahagia. Bisa mendapatkan kasih sayang penuh dari suami dan mertuanya. Tapi, apa yang selama ini Cinta harapkan tak akan datang padanya dengan mudah. Untuk mengambil hati sang ibu mertua saja, Cinta bahkan harus semenyedihkan ini. Tidak bisakah Ibu mertuanya itu menerima Cinta apa adanya?

"Assalamu'alaikum."

Cinta menoleh. Wajahnya langsung berubah lega ketika melihat suaminya pulang. Cinta setengah berlari mendapatkan suaminya kemudian memeluknya erat seolah Rama tidak pulang ke apartemen mereka selama berbulan-bulan.

"Eh? Kamu kenapa? Tumben meluk-meluk duluan?" Rama bertanya bingung. Walaupun begitu, Rama tetap membalas pelukan istrinya tak kalah erat.

Cinta mendongak menatap wajah suaminya, kemudian menyengir lebar.

"Kangen." Ucapnya. Ia kemudian kembali memeluk Rama sehingga membuat Rama geli sendiri melihatnya.

Sebenarnya, itu bukanlah pelukan rindu saja. Tapi lebih kepada pelukan kelegaan. Setidaknya Cinta tidak akan terjebak di apartemen ini berdua bersama Ibunya yang cerewet itu.

"Iya, Mas tau itu. Tapi setidaknya jawab salam Mas dulu."

Cinta kembali menyengir, merasa bersalah. "Hehe, wa'alaikumsalam."

Cinta melepaskan pelukannya pada Rama, mengambil tas punggung suaminya untuk kemudian ia letakkan di sofa ruang tengah sekaligus ruang tv mereka.

"Tumben Mas Rama pulang awal? Biasanya juga jam 10 malam baru pulang dari restoran. Mas sudah makan malam?" Cinta bertanya bingung. Ya, tidak biasanya Rama pulang kerja saat jam bahkan belum menunjukkan angka tujuh malam.

"Iya, Mas sengaja minta pulang awal. Dan dapur restoran sudah ada co-chef yang menggantikan. Mas tidak bisa meninggalkan Ibu di apartemen terlalu lama. Tadi seharusnya Mas tidak ingin berangkat kerja. Tapi Ibu maksa."

Cinta mengangguk mendengar jawaban Rama. Tapi, satu hal yang belum Rama jawab. Dan Cinta ingin memastikannya lagi.

"Mas sudah makan malam belum? Cinta cuma masak nasi cukup untuk berdua sama Ibu. Mas juga siih, kenapa tidak bilang dulu kalau mau pulang awal?"

Bukan Menantu Idaman? ✓Where stories live. Discover now