Chapter 16

13K 1.3K 84
                                    

No edit, draft lama.

***

Rama memasuki kamar setelah hampir satu jam mendekam di dalam toilet karena perutnya yang berulah. Ketika dia memakai kemeja yang disiapkan oleh Cinta, tak sengaja matanya menangkap suatu benda yang tersimpan di dalam kantong plastik hitam di atas lemari pakaian mereka. Sudah sangat lama dia melihat benda itu di atas sana, tapi Rama terlalu malas ingin mengetahui benda itu. Namun kali ini, tiba-tiba dia ingin mengetahui apa yang tersimpan di atas sana.

Perlahan Rama mengulurkan tangannya untuk menggapai plastik tersebut dan membuka isinya. Rama mengernyit. Bukankah Cinta tidak membutuhkan benda itu lagi selama hamil? Lalu, kenapa Cinta membelinya lagi?

"Nanti akan ku tanyakan pada Cinta." gumamnya.

Tak lama dari itu, pintu kamar mereka terbuka dan Cinta muncul lalu melangkah mendekatinya.

"Kok kemejanya belum dikancingkan? Sini Cinta bantu mengancingkannya." ucap Cinta.

Rama hanya membiarkan Cinta mengancingkan kemejanya. Cinta tak sadar jika tangan Rama sedang memegang sebuah kantong plastik. Bahkan ekspresi bingung di wajah Rama, tak Cinta curigai.

"Sudah." Cinta menepuk-nepuk pelan kemeja Rama yang sudah selesai dia kancingkan. Kemudian menatap wajah suaminya masih dengan senyuman manisnya. Hal itu membuat kerutan di dahi Rama semakin bertambah. Tak biasanya Cinta seperti ini. Sejak pagi tadi istrinya itu selalu membuatnya tak habis pikir. Pekerjaan rumah sudah selesai dia kerjakan. Bahkan Bu Tatik kehabisan ide untuk bisa mencari gara-gara agar bisa memarahi Cinta. Pada akhirnya, Bu Tatik hanya melengos menuju ruang tv dan menonton acara pagi disalah satu chanel tv.

"Eh? Kok malah bengong? Mau ke restoran, kan? Ayo sarapan, Cinta sudah membuatkan nasi goreng seafood kesukaan Mas Rama." Cinta akan beranjak dari sana, namun Rama segera menghentikannya dengan memagut lengan Cinta.

"Ada apa?" tanya Cinta bingung.

"Cinta, kamu masih memakai ini?" Rama menunjukkan kantong plastik yang ditemukannya barusan.

Cinta terkejut. Dia pikir Rama tidak akan mencurigai benda itu yang sudah lama dia simpan di atas lemari pakaian mereka. Kantong plastik tersebut berisi pembalut yang masih Cinta gunakan di saat-saat tertentu. Ada suatu hal yang tidak Cinta beritahukan kepada Rama, apalagi ibu mertuanya. Cinta terlalu takut untuk mengatakan itu.

Cinta pura-pura tertawa. Dan hal itu membuat Rama menatapnya bingung.
"Mas Rama, Mas Rama. Masalah pembalut kok dijadikan masalah. Itukan pembalut lama yang sudah tidak Cinta gunakan lagi. Masa' wanita hamil masih datang bulan. Kan tidak masuk akal." ucapnya.

Tapi, Rama masih menampakkan wajah tak percaya.

Cinta mendekat. Dia mengambil tangan suaminya dan membawanya ke perut buncitnya. "Yakinlah Ayah. Kami baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Jika kami kenapa-kenapa, mungkin sudah lama Bunda akan mengatakannya pada Ayah. Walau apapun, Bunda tidak ingin terjadi apa-apa sama si kecil. Dia adalah anugerah yang diberikan Allah untuk kita semua. Kelahirannya nanti akan memberikan kebahagiaan terhadap keluarga kita nantinya." ujar Cinta, kembali meyakinkan suaminya bahwa saat ini dia sedang baik-baik saja. Apapun yang terjadi padanya nanti, Cinta tidak akan mengatakannya pada siapapun, termasuk suami, ibu mertua dan juga Dennia sang sahabat, tempat biasa dia berkeluh kesah selama ini. Dia tidak ingin mengecewakan siapapun lagi dengan masalah ini jika sewaktu-waktu mereka mengetahuinya.

Walau masih diliputi rasa kekhawatiran, tapi setidaknya penjelasan Cinta mampu membuatnya sedikit lega. Rama segera membawa Cinta ke dalam pelukannya. "Mas takut jika kamu menyembunyikan sesuatu sama Mas. Kalau kamu sakit, jangan diam saja, ya? Dan jika Ibu menyakitimu katakan juga pada Mas. Mas benar-benar takut jika kamu kenapa-kenapa. Mas mencintaimu."

Bukan Menantu Idaman? ✓Where stories live. Discover now