Alvin mendekat dengan gaya cool-nya lalu berdiri di belakang Shilla dan mengambil buku itu. Membuat Shilla membalik seketika tersentak ketika jarak antara mereka benar-benar dekat. Shilla terpaku menatap mata Alvin yang memandangnya dengan tatapan yang tidak Shilla tahu artinya.

"Pendek, nakanya minta tolong," kata Alvin sengaja membuat Shilla kesal.

Shilla mendengar itu berdecak pelan. "Balikin buku gue!"

Alvin menaikkan sebelah alisnya dan menggoyangkan buku di tangannya itu.

"Enggak." Alvin berbalik dan berjalan menuju meja panjang yang di sediakan untuk membaca. Shilla menghentakkan kaki kesal sebelum mengikuti kemana Alvin pergi.

Kepala Alvin terangkat dengan senyum geli terukir di bibirnya. "Duduk sini." Alvin menunjuk kursi kosong di sebelahnya.

Shilla menggelengkan kepala pelan dengan tangan yang bersedekap di depan dada. Bibirnya mengerucut seolah tengah merajuk, membuat Alvin tersenyum lebar.

"Berasa pacar gue lagi ngambek. Udah duduk dulu, baru gue kasih," kata Alvin sambil meraih tangan Shilla. Membawanya duduk.

Akhirnya Shilla menuruti perintah Alvin dan menghiraukan curi-curi pandang dari orang di sekitar mereka. Bahkan beberapa gadis di depannya terang-terangan menatapnya. Setelah Shilla duduk, Alvin menyerahkan novel pada Shilla yang langsung membuka halaman pertama.

"Lo kenapa, sih?" tanya Alvin dengan menumpukan wajah di tangan sambil menatap Shilla yang fokus membaca novel.

"Kenapa, kenapa apanya?" tanya Shilla ogah-ogahan.

"Ya ... kayaknya lo kurang nanggepin gue deh, hari ini," ujar Alvin pelan, mengangkat bahunya.

"Gue lagi malas debat dan lo jangan ngajak gue ribut."

"Kalau ngomong, liat lawan bicaranya, dong."

"Males. Gue selalu emosian ngeliat wajah lo." Shilla mengangkat bahunya tanpa melirik Alvin yang kini mendengkus.

Alvin meraih asal buku di tangan Shilla kemudian menutupnya keras lalu menjauhkannya dari jangkauan gadis yang kini tengah menatapnya kesal.

"Balikin, ah, Vin!"

Alvin menggeleng. Wajah kesalnya tadi berubah menjadi senyuman geli saat berhasil melihat wajah kesal Shilla yang ia tunggu-tunggu tanpa di sadarinya.

"Bahkan gara-gara buku itu, lo berani cuekin gue. Kalah saing namanya. Gantengan gue dari pada ini," kata Alvin semakin menjauhkan benda itu dari Shilla.

Shilla mendelik kesal. "Bahkan novel itu jauh lebih tampan dari pada orang di depan gue."

Alvin tertawa menanggapinya, membuat Shilla menautkan kedua alisnya. Menatap Alvin aneh dan bingung.

"Lo kenapa? Di ledek selalu aja ketawa. Begok."

"Begok karena mu."

"Ih."

Dalam hati tentu saja Shilla kebingungan. Kenapa bisa Alvin seperti ini, seolah-olah cowok itu tengah menjalani pendekatan dengannya. Katakan saja Shilla bukan tipikal cewek polos, meskipun dari desa sekalian. Sekarang zaman modern, ia bisa menonton TV yang menayangkan sinetron-sinetron atau FTV ala anak remaja di mana pun. Selagi masih terdapat arus listrik di tempat itu.

Pangeran Es [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang