4. WAWANCARAKU DENGAN ONE DIRECTION

6.6K 439 72
                                    

Sebuah fanfic 1D....Siapa tau aku bisa jadi penulis wattpad terkenal seperti Anna Todd yang bikin fanficnya Harry Styles (Harapannya begitu sih). Cerita ini pernah kumuat di blog, tapi karena nggak ada yang baca ya kupindah ke sini (lagi-lagi membahas kegagalan ya? Karena author memang pernah gagal berkali-kali).

One Direction? Siapa yang kagak kenal mereka? Yup! Mereka adalah boysband yang terdiri dari Herry, Liyam, Luwis, Zaim Maling ama Niyall Horen. Tahun lalu (2015 tepatnya) aku berhasil mewawancarai mereka. Rencananya mereka bakal mudik ke Bondowoso, kampung halaman mereka. Aku bertemu mereka di sebuah pasar tradisional. Dari belanjaan mereka saat itu, kulihat mereka sedang membeli bumbu-bumbu dapur, tahu tempe, ikan pindang dan sutil.

"Sutilnya patah abis dipake nyemen tembok." kata Zaim.

Ternyata mereka selain tampan juga sangat kreatif, tidak ada cetok, sutil pun jadi. Mereka sempat mengeluh dengan harga cabe yang melonjak karena fluktuasi nilai tukar USD terhadap rupiah. Sambil berbincang-bincang santai seputar kehidupan mereka, kami makan nasi uduk di warteg dalam pasar.

"Baru abis belanja ya Her?" tanyaku pada Herry yang memakai kaus oblong bekas kampanye salah satu partai, celana kolor yang sudah berlubang-lubang dan sandal jepit Swallow yang sudah tipis dan menghitam. Tampaknya ia belum mandi karena mode rambutnya yang biasanya kece badai di layar televisi itu saat ini porak poranda. Kusut. Mirip sarang burung yang abis jatoh dari pohon.

"Iya, emak gue sibuk ngeronda,terpaksa gue yang belanja." sahut Herry sambil membetulkan sandalnya yang copot.

"Wah, rajin ya," komentarku. "Kalau Niyall beli apa nih?"

Niyall tersenyum malu-malu. "Ini, aku mau buat gudeg, jadinya aku beli saos tiram, mayones ama kembang tahu, ntar tinggal beli tauco,terasi ama brokoli aja." Niyall menjawab dengan polos.

"Wah, Niyall pasti pintar masak ya?" pujiku. Mereka memang pantas jadi idola, sudah cakep, kreatip, pinter masak pula. Siapapun yang jadi istrinya Niyall bakal beruntung banget tiap hari dimasakin ama Niyall.

Aku merasa takjub.

"Ha..ha...Jangan terlalu memuji, ah." Niyall menggaruk-garuk rambutnya yang kusut dengan kukunya yang hitam. Ia memalingkan wajahnya, lalu duduk di kursi panjang sebelah Liyam sambil menaikkan kakinya yang dipenuhi bulu keriting. Dengan suara pelan, ia memesan secangkir bajigur ama akang pemilik warung.

"Liyam!! Asyik makan melulu, nih?" aku menoleh ke Liyam yang sejak tadi sibuk dengan nasi uduknya. Tampak dua bungkus kertas nasi kosong yang sudah diremas ada di depan meja, ia tengah menyantap nasi uduk ketiga.

"Oh, sorry Mbak Sis...mau wawancara ya? Boleh! Boleh! Tentu saja boleh-boleh aja." Liyam menjawab antusias dengan mulut penuh berjejalan nasi uduk. Dua butir nasi sempat melayang ke mukaku. Aku menghapusnya pelan-pelan.

"Bagaimana hubunganmu dengan itu tuh? Gosipnya kamu katanya sedang pedekate dengan Awkarin. Beneran gak tuh?"

Liyam meneguk kopinya. Sesekali ia mengumpat karena kesal pada lalat yang berkeliaran.

"Yaelah Mbak, Mbak Sis bisa menyimpulkan sendirilah mana fakta mana gosip. Sudah jelas-jelas itu gosip murahan. Masa saya pedekate Awkarin, sih? Yang bener itu saya udah jadian dan bakal ngelamar dia!" Liyam meneguk kopinya sampai tak bersisa. bahkan ampasnya pun diminumnya.

"Ya,sorry Mas Liyam, jangan emosi gitulah, abisnya gosipnya nggak jelas. Dari narasumber satu lagi bilang malah katanya anda mau ngelamar Djah Yelo."

"Ya sekarang Mbak Sis tau sendirilah. Susah ndadi artis,Mbak. Apalagi kalo artis yang nggantenge ora eram kayak saya ini. Sedikit sedikit digosipin. Kadang takcuekin wae, tapi ya sempet malu kalo pas mudik koyok ngene, pulang kampung dibicarain ama warga satu kampung. Kadang ya saya merasa keki, Mbak. Galau, ya...tapi ya saya tetep pasrah berserah karo Gusti Allah. Apa boleh mbuat toh? Udah nasib saya dilahirkan ganteng sedangkan yang lain nggak.Tapi itu bukan salah saya toh." Liyam menghela nafas dengan berat. Ia tidak lagi berselera untuk menyantap nasi uduknya yang tersisa separuh. Aku merasa bersalah telah membuatnya hilang nafsu makan.

My Lucky DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang