27

1.2K 163 6
                                    

Chapter 27:
TRUTH & LIE

Taylor saja baru mengganti pakaian dan juga jas kerjanya saat berjalan ke luar dari ruangan dan tayangan televisi di ruang tunggu benar-benar menarik perhatiannya, untuk yang pertama kali.

Gadis itu menghentikan langkah, memasukkan tangan ke saku jas putihnya dan menatap ke layar televisi yang menampilkan sebuah acara talkshow di mana bintang tamunya adalah Zayn Malik dan seorang gadis yang tak asing di mata Taylor. Gadis cantik berambut pirang.

Bukankah itu gadis yang kutemui di toilet hotel Nashville?

Taylor menghela nafas dan memfokuskan diri pada tayangan di televisi, kali ini matanya terfokus pada pria di sana. Zayn Malik. Orangtua dari pasien yang tengah di tanganinya saat ini. Taylor memang tak ingin jadi gadis yang naif, dengan mengatakan jika pria itu jelek. Zayn tentu sangat jauh dari kata jelek. Pria itu benar-benar tampan. Sangat tampan.

Mungkin, semua yang berkecimpung di dunia hiburan memang harus tampan. Zayn tampan. Harry juga tampan. Dua-duanya juga memiliki jutaan gadis yang rela mengantri hanya untuk mendapatkan perhatian keduanya.

Lalu, haruskah Taylor bersyukur karena dia bertemu dua pria tampan itu tanpa perlu membeli tiket konser, tiket bioskop atau membayar mahal untuk meet and greet bersama salah satu dari mereka?

"Gosip yang beredar, kau sudah menikah dan memiliki seorang putri karena beberapa kali paparazzi mengabadikan fotomu dengan seorang gadis kecil. Apa kau akan menjawab pertanyaan ini? Aku tak akan memaksa, sungguh, Zayn. Penggemarmu akan membunuhku jika aku mendesakmu."

Perhatian Taylor kembali fokus pada layar 32 inchi tersebut saat suara di pembawa acara cukup terdengar jelas. Orang-orang yang duduk di bangku tunggu juga tampak fokus menatap layar televisi tersebut.

Taylor dapat melihat Zayn yang terkekeh di layar televisi. Zayn mengenakan jas hitam dengan kemeja merah di dalamnya, dengan dua kancing atas yang terbuka. Pria itu memang tampan dan sulit dielakkan.

"Itu gosip yang sangat lucu. Aku sudah menikah? Yang benar saja. Mungkin aku akan menikah, tapi saat aku sudah menemukan seseorang yang kupikir pantas untukku dan aku juga pantas untuknya. Lagipula, aku sedang sibuk menggarap album terbaruku. Aku bahkan tak sedang berpikir untuk mencari gadis."

Taylor melipat tangan di depan dada mendengar jawaban dari Zayn yang tampak sangat tenang dan terkendali. Terkadang, Taylor sangat ingin tahu apa yang membuat para publik figur dapat dengan mudah berbicara di depan publik, tanpa kesalahan sedikitpun. Taylor bukan tipikal gadis yang mudah bicara. Dia bukan gadis yang langsung spontan berucap. Taylor perlu pemikiran panjang sebelum benar-benar berkata.

"Bisa kau jelaskan siapa gadis kecil yang sering terlihat bersamamu? Ah, dan kami punya fotonya. Kalian bisa melihat di layar."

Layar televisi kali ini menampilkan foto Zayn yang menggendong Olivia dengan senyuman di bibirnya, lalu berganti dengan foto Zayn yang bergandengan tangan dengan Olivia dan foto-foto lainnya berdatangan. Sangat jelas kedekatan keduanya. Taylor tak dapat berhenti tersenyum melihat kedekatan ayah dan putri tersebut.

"Aku sangat menyukai anak kecil dan gadis itu adalah putri dari sepupuku. Bisakah aku menyebutnya keponakanku? Aku benar-benar menyayanginya, seperti aku menyayangi anakku sendiri."

Mendengar jawaban dari Zayn, senyuman Taylor luntur seketika. Apa-apaan? Bukankah Olivia adalah anaknya? Kenapa dia mengatakan jika Olivia adalah anak dari sepupunya?

"Saat kau masuk ke dunia hiburan, kau harus mendapat batasan terhadap banyak hal. Kau juga tak bisa menjadi seseorang yang terlalu jujur. Kau tak bisa tetap menjadi dirimu sendiri."

Suara itu membuat Taylor menahan nafas. Gadis itu menoleh dan mendapati seorang Zayn Malik yang berdiri di dekatnya, memakai topi, kacamata hitam dan juga masker yang jelas menutupi wajahnya. Zayn selalu seperti itu, tapi setelah sampai di ruangan Olivia, dia akan melepas topi, kacamata dan masker. Pihak manajemen Zayn juga meminta rumah sakit untuk merahasiakan segalanya. Tentang Zayn dan juga Olivia.

Perhatian Taylor kembali terfokus pada layar televisi saat mendengar suara si pembawa acara.

"Cara, kau dapat mendengar jelas jika Zayn masih lajang. Bukankah kau masih lajang pula, setelah putus dengan kekasih supermodel-mu, Kendall Jenner? Atau gosip yang belakangan ini beredar itu benar adanya?"

Jadi, nama gadis itu Cara dan dia adalah seorang aktris? Taylor menganggukkan kepala mengerti. Sekarang, akhirnya dia tahu nama gadis yang pernah dia temui di toilet hotel tersebut.

Di layar, Cara mengangkat satu alis dan bertanya balik, "Aku tak mengikuti gosip yang beredar tentangku. Memang gosip seperti apa?"

"Aku akan menampilkan foto-foto untuk memperjelas semuanya."

Nafas Taylor tiba-tiba tertahan saat melihat layar yang menampilkan foto Cara yang sedang berpelukan dengan pria yang sudah sangat Taylor kenali. Foto selanjutnya, terlihat jelas jika mereka saling merangkul satu sama lain. Kemudian, masih banyak foto yang menampilkan kemesraan mereka berdua. Ya, mereka berdua. Cara Delevingne dan Harry Styles.

"Jadi, gosip yang beredar adalah terjadinya cinta lokasi antara kau dan aktor tampan lawan mainmu di film Double M, Harry Styles. Akhir-akhir ini, kalian terlihat lebih sering bersama." Si pembawa acara itu menggoda Cara yang langsung menutup wajah dengan bantal yang semula di pangkunya.

"Well, aku tak mau berkomentar banyak, bagaimana jika kau bertanya langsung dengan Harry?"

Nafas Taylor tiba-tiba menggebu-gebu. Tangan gadis itu mengepal dan dia menoleh, masih mendapati Zayn yang berada di sampingnya. Taylor dapat melihat jelas, dibalik maskernya itu, Zayn pasti tampak kebingungan dengan wajah kesal Taylor.

Zayn menghela nafas. "Apa kau tak pulang dan beristirahat di rumah? Maksudku, ini sudah malam dan aku bertemu denganmu sejak pagi. Apa kau tidak lelah? Biar bagaimanapun, kau juga butuh istirahat."

Taylor berusaha tenang. Entah kenapa tayangan televisi tadi membuat nafasnya tak beraturan, menahan amarah yang sangat tak ingin Taylor ke luarkan di hadapan orang lain selain dirinya.

"Aku belum pulang sejak seminggu belakangan. Aku bisa tidur di ruanganku." Taylor menjawab cepat, datar.

"Kau terlihat kesal setelah menonton acara itu. Apa kata-kataku kurang jelas? Semua jawaban yang kuberikan di televisi itu belum tentu sesuai kenyataan. Ada yang bahkan benar-benar kebohongan. Kau hanya perlu memilah, mana yang benar dan mana yang salah."

Ucapan Zayn membuat Taylor tersenyum miring. "Jika Olivia tidak menjadi pasienku, aku akan mengira jika semua ucapanmu adalah benar. Permisi."

Taylor hendak beranjak pergi, namun lagi-lagi Zayn menahan lengannya, membuat Taylor mau tak mau menghentikan langkah.

"Bukankah ada yang ingin kau bicarakan denganku? Tentang Olivia?" Zayn bertanya.

Taylor memejamkan mata dan menganggukkan kepala sebelum menarik lengannya yang di genggam Zayn. "Baiklah. Kita bisa berbicara di ruanganku."

Zayn menggeleng. "Bagaimana jika nanti saja? Setelah aku memastikan Olivia dapat tertidur pulas. Aku ingin berbicara denganmu di tempat lain. Sejujurnya, aku benci bau rumah sakit."

"Aku mengerti. Kau bisa menghubungiku jika Olivia sudah bisa ditinggalkan sebentar."

Setelah itu, Taylor melangkah menjauhi ruang tunggu, kembali menuju ke ruangan kerjanya. Memejamkan mata, membiarkan air mata tiba-tiba menetes dari pelupuk matanya. Dadanya masih terasa sesak mengingat foto yang ditampilkan di acara talkshow tadi.

Doctor SwiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang