[6] - Undecided

1.7K 214 31
                                    

FYI; Tokoh Dinda gue ganti jadi Rose dan Rassya gue ubah juga jadi June, jangan bingung ya gaess ehe. Gue lagi suka mereka aja.

••❤••

"Bagus!" komentar Bu Reta saat sudah melihat slide dan presentasi dari Ali maupun Prilly.

Bagaimana tak bagus jika yang mengerjaknnya adalah anak peringkat satu serta peringkat dua.

"Makasih Bu," balas Ali sambil tersenyum ramah.

Prilly hanya mengukir senyum tipisnya sebentar.

Mereka berdua kembali ke tempat duduk masing-masing. Prilly selalu menatap Ali dalam.

"Li?" tanya Prilly membalik arah duduknya ke belakang.

"Ya kenapa?"

"Kita temen kan?" Ali mengerutkan dahinya bingung mendegar pertanyaan Prilly yang menurutnya aneh.

Kenapa tiba-tiba cewek itu ingin berteman, apalagi dengan Ali. Bukannya biasanya dia hanya di temani oleh buku-buku yang terlihat membosankan itu, setidaknya Ali masih berpikir kesana. Ali merasa sedikit aneh dengan perubahan sikap Prilly, apa perkataan Rose saat itu benar jika Prilly ada maksud tertentu padanya?

Memikirkan itu membuat Ali makin bingung saja. Dia mengabaikan semua kemungkinan-kemungkinan jelek yang ada di otaknya dan mencoba tak berprasangka buruk kepada Prilly.

"Ali?" panggil Prilly.

"Iya." Entah sadar atau tidak Ali juga menganggukkan kepalanya sebagai respon.

Berarti itu sama saja Ali menerima ajakan Prilly untuk berteman.

Prilly memandang Ali dan tersenyum manis ke cowok itu sebelum membalikkan badannya menghadap depan lagi untuk melihat presentasi teman-temannya yang menurutnya biasa saja.

Tak apa sombong, selagi masih ada yang bisa di sombongin. Begitu menurut Prilly. Terserah kalian mau setuju atau tidak.

~Different~

"Lo mau belajar bareng gue?" tanya Ali bingung saat Prilly sudah duduk di sampingnya.

Gadis itu mengangguk dan mengeluarkan sebungkus coklat dari dalam saku hoddie yang di pakainya malam ini.

Di antara asrama putra dengan asrama putri memang di sediakan sebuah ruangan yang cukup luas di mana biasanya para mahasiswa mengerjakan tugasnya di sana. Ruangan yang nampak rapi dengan beberapa meja serta kursi yang terlihat hampir penuh itu cukup ramai malam ini.

Prilly memakan coklatnya sambil membaca buku dengan serius, terkadang dia juga mengerjakan beberapa soal yang ada di buku itu.

"Tumben gak sama Rose?" kata Prilly basa-basi.

"Rose akhir-akhir ini lagi deket sama June. Biarin lah."

"Lo gak cemburu kan?" tanya Prilly.

"Ya enggak lah. Udah belajar aja, gak usah bahas itu." Ali kembali membaca buku yang ada di depannya dan menandai kalimat-kalimat penting di dalam sana menggunakan stabilo.

Setelah itu Ali dan Prilly diam, sibuk dengan buku-buku pelajarannya.

Sesekali Ali melirik wajah Prilly yang terlihat sangat serius ketika belajar, sifat keras itu ketara pada mimik wajahnya. Beda saat cewek itu sedang tidur, wajahnya sangat polos dan menenangkan. Ali mengalihkan pandangannya lagi, tak mau terlalu lama memperhatikan Prilly.

"Li, bisa bantu gue?"

Ali mengangkat satu alisnya menandakan 'apa'.

"Ajarin ini." Prilly menunjuk salah satu soal yang cukup sulit tapi jika untuk peringkat kedua mungkin sangat mudah.

Ali mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ali," ulang Prilly sekali lagi karena dari tadi cowok itu tak membalas ucapannya.

Entah kenapa cewek itu seakan memancing Ali agar bicara. Prilly ingin mendengar suara Ali lebih lama, Prilly ingin Ali berbicara panjang lebar daripada diam seperti ini. Prilly hanya ingin mendekatkan dirinya kepada Ali.

"Hmm. Menurut lo arti dari kata ini apa?" Ali menggaris bawahi satu kalimat di buku Prilly dengan pulpennya. "Gue rasa lo gak cukup bodoh buat ngartiin ini," lanjutnya.

"Calm bro." Prilly terkekeh kecil. "Kok lo tiba-tiba ketus gini sih? Aneh tau gak."

"Apa lo perlu alasan dari gue?" balas Ali.

"Enggak sih."

Belajar dengan Ali ternyata malah membuatnya tak terlalu fokus. Sekarang, hampir setengah perhatian Prilly mengarah ke Ali bukan buku-buku yang selama ini jadi temannya.

Mereka bergeming. Ali terlihat menahan senyumannya saat melihat Prilly, sedangkan Prilly bersikap biasa saja dan terus melanjutkan aktivitas belajarnya.

~Different~

"Prilly Latuconsina." Saat namanya di panggil cewek itu maju ke depan untuk mengetahui nilai ulangan harian bahasa Inggrisnya.

Ekspresinya kurang senang saat sudah menduduki bangkunya kembali karena dia mendapatkan nilai yang kurang sempurna, satu jawabannya salah.

"Ali Syarief. Selalu kamu yang mendapatkan nilai sempurna," kata Pak Adi. Ali mengambil selembar kertas yang tertulis nilai sempurnanya.

Saat jam pelajaran sudah selesai, Prilly bergegas keluar dari ruang kelas.

Cewek itu berjalan menuju tempat yang selama ini dikunjunginya saat dia merasa sedang tak baik-baik saja.

Bangunan belakang kampus terlihat sepi, Prilly mengambil sebuah kotak kecil yang biasanya dia sembunyikan di sekitar sana.

Saat Prilly baru mengambil satu batang isi dari kardus itu ada seseorang yang merebutnya dan meletakkan permen di genggaman tangannya sebagai pengganti benda yang di ambil.

"Rokok gak baik buat kesehatan lo."

Prilly gak tahu kenapa Rose tiba-tiba bisa datang. Prilly terpaku di tempatnya.

"Lo dapet nilai yang kurang memuaskan?" tanya Rose sambil menyandarkan punggungnya di tembok.

Prilly membolak-balikkan sebuah permen yang ada di tangannya dan tersenyum sekilas.

"Ibu pernah bilang kalau orang akan lebih mengingat yang terpintar," ucap Prilly menundukkan kepalanya.

"Eh?"

"Peringkat kedua bakal jarang diinget, tapi gue selalu dapet urutan kedua," jelasnya sedih.

"Liat gue. Gue dapet urutan seratus lima puluh ke bawah Prill, tapi gue bodo amat. Emang diinget orang itu penting?" Rose mencoba memberi semangat ke Prilly agar cewek itu tak terlalu memikirkan tentang nilai.

Prilly diam sesaat, sebenarnya apa yang di ucapkan oleh Rose ada benarnya juga.

"Lo udah gak marah sama gue?" Prilly mengalihkan pembicaraan.

"Enggak Prill, gak ada gunanya juga gue marah sama lo." Rose menepuk pundak Prilly. "Mungkin kemaren gue gak bisa ngontrol emosi. Gue yakin lo itu sebenernya baik kok." Prilly menatap Rose yang sedang tersenyum padanya.

Setelah itu Rose meninggalkan Prilly sendiri di sana, tak mau terlalu ikut campur dengan urusan gadis itu.

"Ali sama Rose orang baik masa gue hancurin mereka?" tanyanya pada diri sendiri.

Prilly dilanda rasa bimbang. Hati dan pikirannya mulai terbuka, dia bingung dengan situasi ini.

Keegoisan dan hatinya seolah berdebat.

~Different~

(Very) slow update ya? Sorry. Gatau mood nulis gue kemana, ilang semua😂😂

Jangan lupa tinggalin jejak ya ehe.

23 Oktober 2016

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang