Dua Puluh Tiga

1.4K 89 0
                                    

Siang harinya, hampir menjelang sore. Ada telepon masuk di ponsel Vino. Nomor tak dikenal. Namun, sepertinya itu nomor orang tua Salma.

Benar saja, saat Vino sedang mengangkat telepon, cepat-cepat ia memberitahu tentang keadaan Salma yang kini telah berbaring lemah di ranjang rumah sakit. Orang tua Salma mengatakan bahwa ia akan segera menyusul menuju ke Lombok hari ini juga.

"Vino, Ibu balik ke hotel dulu ya. Kamu jagain Salma, soal tugas bisa nyusul kok." Bu Maryam berpamitan.

Emang ada tugas ya? Pikir Vino.

"Baik, Bu."

"Oh iya Bu, orang tua Salma barusan telfon saya. Katanya beliau mau ke sini hari ini juga," tambah Vino.

"Baguslah kalau gitu."

Setelah Bu Maryam hilang dari pandangan, Vino duduk di sofa yang berada tidak jauh dari ranjang tempat Salma berbaring. Ia menatap lurus sosok yang sedang tertidur pulas karena obat yang telah diminumnya. Meski sedang terlelap, cantiknya tetap nampak.

Lama-kelamaan Vino bosan juga, sampai akhirnya ia jatuh tertidur di sofa. Hingga tibalah Adit di sana. Sebenarnya, Adit ingin membangunkan sohibnya itu agar ia tahu bahwa dirinya sedang berada di sana. Namun, karena Vino terlihat sangat pulas, Adit tak sampai hati untuk membangunkannya.

Tak berapa lama kemudian, Adit melihat Vino yang mulai menggeliat, hingga akhirnya terbangun.

"Eh, elo, Dit. Udah lama di sini?" Vino bertanya dengan kesadaran yang belum sepenuhnya kembali.

"Belum kok, sekitar setengah jam. Tadi kebetulan gue ketemu sama Bu Maryam, terus beliau kasih tau gue kalo lo nemenin Salma di sini."

Vino manggut-manggut mendengarnya, sembari sesekali menguap.

"Lo belum makan ya? Mau gue beliin?" Tanya Adit.

"Nggak usah, nanti aja deh," jawab Vino.

"Jaga kesehatan dong Vin, ntar lo nyusul maag kaya si Salma lagi." Adit menasehati.

"Udah kaya nyokap gue aja lo."

"Ya udah, cepetan, mau gue beliin apaan?" Tanya Adit lagi, tidak sabar.

"Terserah lo. Apa aja gue makan." Jawab Vino sembari membenahi posisi duduknya. Adit langsung bergegas keluar dari ruang inap bernomor 107 itu.

*******

Setelah Ayah Rania menerima kabar dari salah seorang teman Salma, ia langsung mengakhiri rapat yang sebenarnya penting untuk perusahaannya.

Sesampainya di rumah, Ayah Rania langsung membuka laptopnya, mencari-cari tiket pesawat yang akan berangkat hari ini juga. Tak sempat berganti pakaian, bahkan hanya untuk sekadar melepas jasnya. Hanya sedikit melonggarkan dasinya agar rasa gerahnya sedikit menghilang, lalu kembali lagi terfokus pada laptopnya, sibuk mencari-cari tiket.

*******

Rania begitu bahagia hari ini. Karena hari ini adalah hari pengumuman olimpiade tingkat kota yang diadakan beberapa waktu lalu. Dan hasilnya, ia meraih juara 2. Saking senangnya, ia terus tersenyum sepanjang hari.

Rania berencana untuk memberi kejutan kepada Ayahnya. Ia ingin sekali cepat-cepat sampai di rumah dan memberi tahu Ayahnya tentang kabar gembira ini. Ia juga sengaja beralasan, agar Ayahnya tidak menjemputnya.

Sesampainya Rania di rumah, ia kebingungan melihat Ayahnya yang terlihat lebih bingung.

"Pa? Papa kenapa? Kok kaya bingung gitu?" Tanya Rania dengan khawatir.

"Kamu siap-siap ya, sayang. Kita ke Lombok sekarang. Kakak kamu maag-nya kambuh, masuk rumah sakit."

"Eh? Oh i-iya oke Pa," dengan mulut yang masih sedikit ternganga, Rania buru-buru menaiki tangga menuju kamarnya. Sebenarnya Rania ingin bertanya lebih jauh kepada Ayahnya tentang Salma. Namun, Rania tahu ini bukan waktu yang tepat.

Crush on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang