sembilan; Awan

2.3K 183 23
                                    

Hatinya sudah yakin bahwa Ia jatuh hati. Tapi otaknya, mengatakan hal lain. Otaknya mensugesti bahwa ini terlalu cepat. Pelangi terlalu cepat menjatuhkan hatinya kepada Iqbaal.

Angin malam yang dingin menerpa wajah Pelangi. Ia duduk sendiri, menghabiskan malamnya dengan melamunkan kehidupannya.

"Ngi? Kenapa di luar?" Suara Bintang muncul dari arah kamar Pelangi. Tadinya Bintang datang untuk mengambil bukunya yang tertinggal di kamar Pelangi. Tapi saat Ia masuk, Ia melihat Pelangi di balkon kamarnya.

Bintang duduk di sebelah Pelangi. Adiknya itu menggeleng lalu menyenderkan kepalanya ke bahu tegap Bintang.

"Kangen Kak Awan," ucap Pelangi. Bintang menegang, Awan. "Kita udah lama nggak ke rumah Kak Awan."

Bintang tersenyum kecil, "Besok, 'kan sabtu. Kita ke rumah Awan, gimana?" Tentu saja, Pelangi mengangguk riang.

"Kakak juga kangen sama Awan. Biasanya jam segini dia tuh suka ngerecokin Kakak pas lagi bikin tugas." Bintang tertawa kecil mengingat masa-masanya dengan Awan. "Tapi pas Kakak lagi stress belajar buat UN, Awan selalu bikinin Kakak teh anget dan dibawa ke kamar Kakak. Sama bolu kesukaan Kakak."

"Kak Awan selalu bantuin gue bikin PR, nggak kayak lo Kak! Kerjaannya ngedekem di kamar terus!" ejek Pelangi. Memang, saat Awan masih ada, Bintang itu selalu berada di dalam kamar. Nggak selalu juga, kalau dia laper, bosen, ya keluar. Atau kalau mau jalan sama temen atau racap ya dia keluar kamar.

Bintang mendengus. "Kalau nggak gitu, gua sekarang nggak bakal di UGM, Ngi. Buset dah."

Adiknya terkekeh. "Oh iya, Kak! Liat deh," Pelangi berlari ke dalam kamar dan mengambil surat pemberitahuan dari Pak Budi. Lalu, memberikannya kepada Bintang. "Gua masih nggak tahu ngambil apa enggak."

"Ambil, Ngi! Gila, lo dari dulu pengen banget masuk UGM, 'kan? Sama kayak Awan?"

Pelangi mengangguk lesu. "Tapi gue juga pengen masuk UI. Ngambil sastra."

Bintang mengulas senyuman kecil lalu mengelus kepala Pelangi. "Mumpung masih ada dua tahun lagi, pikirin baik-baik deh semuanya. Yang terbaik yang mana, oke?"

***

Pelangi berjongkok di samping gundukan tanah yang baru Ia taburi bunga. Di sebelahnya ada Bintang yang sedang berdoa, membaca Al-Fatihah. Tangan Pelangi terulur untuk menyentuh nisan itu. Sambil tersenyum, Pelangi bicara dalam hati, "aku kangen banget sama Kak Awan."

"Pelangi? Yuk," Bintang berdiri sambil menepuk-nepuk celananya. Pelangi mengadah dan menggeleng, "Oh, yaudah, gue tunggu di warung deket tempat kita parkir, ya."

Pelangi menangguk dan kembali menatap nisan Awan. Bintang menghembuskan napasnya lalu melangkah pergi darisana.

"Kak Awan, apa kabar?"

"Kemarin aku ketemu flashdisk yang isinya video kita sekeluarga waktu liburan di Bali. Itu kakak yang ngevidioin, 'kan? Aku masih inget gimana histerisnya Kak Awan waktu menang main game lempar gelang disana. Kakak dapet boneka teddy hijau dan kakak kasih ke aku. Masih aku simpen, loh," Pelangi menyentuh bunga yang Ia tebar tadi. "Kakak baik-baik disana. Disini aku udah punya pengganti Kakak. Namanya Iqbaal, Kak.

"Dia baik, baik banget, dia juga pengertian. Dia yang bisa bikin aku ketawa, kayak kakak. Semoga dia nggak pergi ninggalin aku, karena aku nggak mau kehilangan lagi."

Pelangi ✖ idrWhere stories live. Discover now