enam; dingin

2.8K 237 6
                                    

Pelangi duduk di kelasnya sambil bercanda dengan Bella dan Steffi. Jam biologi kosong karena sang guru tidak masuk, tugas yang guru berikan juga sudah mereka kerjakan. Ya, bisa dibilang, mereka cukup suka dengan Biologi. Uh ralat, hanya Pelangi dan Bella, tidak dengan Steffi. Jadi, yang Steffi lakukan hanya menyalin hasil kerja milik sahabatnya.

Selang beberapa menit, bel istirahat berbunyi. Seisi kelas langsung heboh keluar kelas. "Cus kantin," ajak Steffi yang sedari tadi memang mengeluh kelaparan.

"Lo berdua aja ya, gua lagi males makan. Gua tunggu disini aja," ucap Pelangi. Bella dan Steffi mengangguk lalu berjalan keluar kelas. Dan di kelas, kini hanya ada Pelangi seorang.

Di kantin yang ramai, Iqbaal duduk bersama teman-temannya. Sedang tertawa akan suatu hal yang menurut Iqbaal sangat tidak lucu.

"Lo nggak tau ya, kemaren gua ngeliat ada cewek cantik, beh, sempurna dah. Lagi tebar pesona, tiba-tiba die nyungsep! Gara-gara sepatunya nyangkut di paving taman yang bolong-bolong kecil!" cerita Mulya yang mengundang gelak tawa seisi meja.

Iqbaal menggeleng, "Kagak ada yang lucu demi, kenapa lu pada ketawa sih. Ah, duit bulet penuh makna lu semua."

Justru tidak ada yang tertawa setelah Iqbaal berkata seperti itu, Iqbaal mengadah dan menunjukkan jari tengahnya ke seisi meja. Baru semuanya tertawa. Iqbaal semakin menggeleng dengan kelakuan teman-teman autisnya.

Di tengah keramaian teman-temannya, ponsel Iqbaal berbunyi menandakan ada telfon masuk. Kak Bintang?, Iqbaal menjauh ke pinggir kantin lalu menjawab telfon itu.

"Halo, Kak?" sapa Iqbaal lebih dulu. Terdengar sautan dari sebelah sana.

"Eh iya, Baal, lagi di kantin nggak?"

Iqbaal mengangguk, bego kenapa gua ngangguk, "Iya, kenapa?"

"Ada Pelangi nggak disana?" Tanya Bintang. Iqbaal menulusuri kantin dari ujung ke ujung, dan yang ia temukan hanya Bella dan Steffi, tanpa Pelangi.

"Nggak ada, Kak," jawab Iqbaal sambil mengerutkan keningnya. "Emang kenapa?"

Bintang berdecak lalu berpesan kepada Iqbaal, "Bisa nggak, lo beliin makanan buat Pelangi? Dia sukanya batagor, jangan pake sambel, ya. Lo bilang aja ke Bang Harun, pesenan biasanya Pelangi, pasti Bang Harun ngerti. Nanti anterin ke dia, dan pastiin kalau dia makan batagornya. Kebiasaan dia bandel makan, takutnya sakit lagi nanti."

"Oh, oke, Kak. Yaudah, gua beliin dulu ya," balas Iqbaal.

"Makasih ya, Baal. Maaf ngerepotin," ucap Bintang sungkan. Iqbaal tersenyum kecil.

"Enggak kok, Kak," kata Iqbaal sambil tertawa kecil. Bintang mengucapkan terima kasih sekali lagi dan sambungan terputus.

"Woy, gua cabut duluan yak," tanpa menunggu jawaban teman-temannya, Iqbaal langsung menuju tempat Bang Harun, penjual batagor di kantin sekolahnya. "Bang, beli batagor kayak yang biasanya Pelangi beli yak. Dibungkus. Sama Teh Sosronya satu, digelasin plastik, Bang."

Bang Harun mengacungkan jempolnya. Tidak begitu lama, batagor dan minum milik Iqbaal sudah selesai. Iqbaal memberikan selembar uang sepuluh ribu rupiah dan selembar lima ribu rupiah, lalu berjalan ke meja Bella dan Steffi yang tidak jauh dari sana.

"Pelangi dimana?" tanya Iqbaal langsung saat sudah sampai di meja kedua gadis itu.

Bella mengerenyit. "Ada, di kelas, kenap–" belum selesai Bella berbicara, Iqbaal sudah pergi menuju kelas mereka. "–pa. Lah, Stef, mau ngapain dia?"

Steffi yang sedang mengunyah nasi gorengnya hanya bergidik tidak tahu. Bella lalu melanjutkan acara makan mie ayamnya.

***

Pelangi ✖ idrWhere stories live. Discover now