Ibu Mertua

754 60 4
                                    

Pagi telah tiba dan pintu baru telah terbuka, maksudku pintu kamarku telah digedor-gedor oleh Mama. Astaga, ini baru jam 9 dan Mama tahu kalau hari minggu aku Biasanya bangun jam 10. Kalau Mama berharap aku membantunya di dapur atau mengatur taman nya, nggak akan.

"Sarah!! Bangun!!" teriak Mama.

Nggak, aku masih capek. Tidurku tidak seberapa karena wajah yang terus berpendar dalam benak ku.
Pintu kamarku berderit. Inilah yang kubenci saat Mama memiliki kunci serep kamarku. Dia seenaknya masuk ke dalam kamar dan menggangguku.

Tubuhku dibalik paksa oleh Mama setelah cahaya matahari menembus kaca jendela karena gorden penutupnya telah terbuka.
"Ahh ...."Aku menggeliat di bawah selimutku.
"Dasar anak malas. Udah mau nikah kok masih malas kayak begini sih, Sar? Bangun! Cepat!" keluh Mama menggoyangkan bahuku.

"Kamu yang paksa Mama," cetus Mama kesal.

Setelah itu suara Mama menghilang dibarengi pintu yang tertutup. Akhirnya, dia menyerah juga. Padahal, selama ini dia tidak akan berhenti merongrong ku sebelum aku bangkit dari ranjang ku.

Aku menarik selimut untuk menutup seluruh tubuh ku untuk menghindari cahaya matahari yang menyilaukan.

Aku kembali ke alam mimpiku. Sèjenak semua gelap hingga suara indah itu membuatku menurunkan selimut yang menutupi seluruh tubuhku.

Aku menatap sosok yang ada di samping ranjang ku. Orang itu bercahaya, apa dia malaikat. Ah, jangan-jangan dia malaikat pencabut nyawa yang datang untuk mengambil jiwaku. Oh tidak!! Aku belum menikah, tolonglah.

Mataku terbelalak saat orang itu mendekat padaku. Rasanya aku gemetaran dan jantungku berdenyut sangat kencang. Tuhan, aku belum mau mati. Aku ingin mengira malaikat itu datang untuk memberi kabar gembira untuk ku. Namun, itu mustahil karena aku adalah seorang pendosa yang tidak pantas untuk itu.

"Ayo bangun!". Suruh orang itu. Suara lembutnya sangat ku kenali. Ya, suara yang selalu menghantui ku semalam suntuk.

Lho, malaikat itu menjelma seorang lelaki yang menjadi calon suamiku.
"Udah siang dan kamu belum bangun". Ungkapnya masih terdengar lembut walau wajahnya tampak protes.

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku berhgarap ni mimpi dan orang itu segera menghilang. Ini nyata? Kuputuskan untuk memukuli wajahku. Sakit. Ini bukan mimpi.

Segera aku mengangkat tubuhku dan duduk menatap lelaki itu lekat-lekat.
"Kenapa kamu di kamarku?".
"Untuk membangunkan calon isteri ku yang malas".

Itu kode keras, Sarah!! Batinku.

Aku segera turun dari ranjang menghempas tubuh Faby yang ada di bibir ranjang. Aku menatapnya dengan tatapan sebal. Kulihat wajahnya memerah dan langsung salah tingkah. Apa-apaan dia? Ada apa dengan tatapan anehnya padaku? Well, I know Iam so pretty. Tetapi, dia tidak perlu menatap ku seperti itu.

"Ada apa, eh?". Tanyaku membusungkan dada padanya.
Matanya terbelalak pantas langsung menunduk menghindari tatapanku. Kening ku berkerut. Sangat aneh, dia atau aku.
  Aku mendekat dengan rasa penasaran. Wajah pagiku pasti sangat menakutkan. Hei, kalau dia memang berniat menjadikanku isterinya maka dia harus terbiasa dengan wajah ini. Lagipula, bukankah dia menyukai wajah polos ku.

Ku angkat dagunya dan menatapnya yang tingginya kurang lebih 8 cm dariku. Dia justru mendongak menatap langit-langit.

"Jangan menggoda, Sar! Ini masih pagi". Katanya menjauhkan pandangan dariku.
Oh, shit. Aku lupa!

Aku melepas jari Ku dari dagu Faby dan melihat tampilan pagiku yang memang sangat aneh, I mean so hot.
Setiap malam aku memang hanya mengenakan tanktop tipis dan hot pants berbahan karet. Tanpa dalaman apapun. Aku yakin semua aset ku menonjol.

Imperfect Marriage (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang