"Eh. Tunggu dong! Kamu ke sini mau jemput aku, malah ninggalin." teriak Shilla sambil berlari mensejajarkan langkahnya dengan Alvin. Ketika sadar pemuda itu meninggalkannya sendirian.

¶YoShil¶

"Selamat datang Tuan, selamat datang Nona," sapa seorang wanita paruh baya yang tadi membukakan pintu untuk mereka.

Shilla membalas sapaan itu dengan tersenyum lebar lalu melirik pada Alvin yang terus berjalan tanpa menghiraukan para pegawai yang sedang menyambut kedatangan mereka.

"Mari Nona saya antar ke kamar," ujar wanita itu lagi dengan ramah.

Shilla mengangguk dan mengikuti wanita yang membawanya ke lantai dua kemudian membukakkan salah satu pintu ruangan yang berada di dekat tangga.

"Ini kamar Nona."

Shilla melangkah masuk lalu bejalan ke mana saja sekadar melihat-lihat ruangan itu.

"Bagus, aku suka," gumam Shilla berjalan ke beranda kamar.

Shilla semakin tersenyum kagum melihat apa yang ada di luar sana. Taman bunga buatan di perkarangan rumah barunya itu terlihat jelas dari kamarnya. Sangat indah.

"Sepertinya, semua ini sudah di siapkan." lanjutnya.

"Maaf Nona, pakaian dan semua barang sudah saya letakkan di tempatnya. Saya pamit ke bawah dulu Nona," ucap wanita berseragam itu yang dibalas Shilla dengan anggukan kecil.

"Eh, sebentar. Nama ibu siapa?"

"Marni, Nona. Nona bisa panggil saya Mbok Mar. Saya kepala pelayan di rumah ini," jelasnya, Shilla mengangguk mengerti. "permisi Nona." pamitnya.

Shilla kembali mengangguk. Setelah kepergian Mbok Marni, ia memilih untuk membersihkan badan yang seharian di penuhi keringat, debu, dan bakteri.

Selesai mandi Shilla menuruni setiap undakan tangga yang ada. Berjalan ke arah dapur dan mengambil gelas berkaki panjang. Satu dari pelayan yang berada di sana menatap Shilla bingung.

Shilla menoleh pada pelayan muda yang berdiri tidak jauh darinya. Dilihat dari name-tag nya tertulis Devi. Shilla mengendik pelan saat tetap di perhatikan oleh Devi, meskipun risih dan bingung, ia mengangkat gelasnya ke arah gadis tersebut sambil menuangkan air.

"Kenapa?" tanya Shilla sesudah meneguk airnya.

Devi seketika menggeleng sambil melambaikan ke dua tangannya di depan dada. Melihat respon Devi, ia mengangkat bahu dan berlalu pergi.

Ketika hendak kembali ke kamar, Shilla melihat Alvin tengah duduk di sofa ruang keluarga. Shilla terdiam, berpikir sebentar lalu berbelok menuju pemuda itu.

"Hai," sapanya. Alvin melirik Shilla sekilas. "Baca apa?" tanya Shilla yang sudah duduk di sebelah kanan Alvin.

"Kepo!" sahut Alvin dengan mata terus terpaku pada majalah otomotifnya.

Shilla menggeram kesal. "Ih, orang nanya baik-baik balasnya harus baik-baik juga dong."

Alvin menoleh lalu mengangkat majalah di tangannya. Majalah otomotif, toh.

"Puas?"

¶Yoshil¶

Keesokan harinya di pinggir lapangan outdoor sekolah, terlihat tiga pemuda yang duduk lesehan kelelahan dengan keringat mengalir membasahi tubuh mereka.

"Vin, kemaren lo kemana?" tanya pemuda yang mengibaskan baju ke depan wajahnya.

"Bukan urusan lo!" jawab Alnvin datar.

Pemuda lain yang tengah tiduran dengan kepala di letakkan di atas bola itu mendelik. "Emang bukan, tapi biasanya lo semangat ke rumah Rio."

Alvin menatap temannya malas. "Gue ke bandara."

Cakka mengernyit lalu meletakkan bajunya. Menatap Alvin bingung. "Lo ke bandara bareng Rio?"

Alvin dan pemuda yang bernama Rio itu saling melirik lalu menoleh pada Cakka.

"Maksud lo?" tanya Alvin seraya menoleh ke arah Rio yang baru meletakkan botol mineral ke depannya.

"Ya, kemaren Rio juga ke bandara. Nggak tau deh, ngapain. Kita aja main basket berdua, doang."

Alvin terus menatap Rio yang duduk di sebelahnya dengan tatapan kebingungan. Berharap ia mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang muncul di kepalanya.

Rio yang di tatap seperti itu, hanya menghela napas dan berdehem yang di artikan Alvin sebagai tanda 'iya'.

Yoshil

©2015

24 Jan 21

Salam,

Au

Pangeran Es [End]Where stories live. Discover now