SM-16

1.4K 110 1
                                    

Dan disinilah Prilly termenung, memutar ulang semua memori lalu. Ia bertekad untuk tidak menyalahkan Ali lagi, tapi apa mungkin Ali akan kembali padanya lagi seperti sedia kala? Entahlah ia tidak terlalu berharap keretakan hubungannya dengan Ali bisa seperti semula karena Prilly tau itu sedikit mustahil mengingat Ali yang telah menghilang dari kehidupannya.

"Emang ya, kalo orang yang suka ngelamun. Mau dimana pun dia selalu melamun enggak inget tempat." Prilly terkaget melihat Dinda yang kini sudah berdiri di hadapannya.

"Lo? Kok bisa ada di sekolah gue?" Tanya Prilly heran mengingat sekolahnya yang tidak membiarkan sembarang siswa lain memasuki teritori sekolah ini.

"Sepupu gue sekolah disini dan dia udah pindah ke Amerika jadi gue yang ditugasin buat ngurus kepindahannya."

"Lo..lo sepupunya Ali?" Nama itu seketika memenuhi relung hati dan pikirannya.

"Ali siapa? Orang sepupu gue namanya Bani kok." Prilly mengangguk lega.

"Oh, ya udah deh. Gue juga udah mau cabut, hati-hati ngelamun sendirian, entar disamperin lagi." Prilly hanya menanggapi perkataan Dinda dengan seulas senyum miring.

Seputih Melati

"Seneng banget lo, Li." Ali mengangguk antusias, perihal kekesalan Kevin tempo hari sudah melunak karena Ali juga tidak ingin membantah perintah Kevin lagi.

"Apa dia bakal terima gua gak ya? Atau malah ngusir gue lagi kayak biasa?" Tanya Ali sedikit ragu.

"Belum dicoba belum tau kali, dicoba aja dulu." Kevin hanya bisa menyemangati Ali.

Soal Kevin dan Jessica? Mereka memilih jalur masing-masing dahulu memikirkan bagaimana kelanjutan hubungan mereka dan saling mengintropeksi diri terlebih dahulu. Meski awalnya Kevin kurang setuju, namun karena desakan Jessica yang tidak ingin disakiti terus-menerus, akhirnya Kevin mengalah.

"Ya udah, gue berangkat duluan deh ya. Mau mampir ke toko bunga dulu," ujar Ali.

"Bareng aja lah, Li. Gue juga mau beli bunga untuk Mila," usul Kevin.

"Demi kelangsungan pendekatan ye?" Goda Ali.

"Gue cuma bisa berdoa dengan kelanjutan hubungan kalian berdua, Vin," imbuh Ali.

"Udah ah, kita sekalian jemput Ichel deh."

"Gue sih terserah, pokoknya jangan telat banget. Keburu Prilly masuk kelas," pesan Ali.

"Iya, iya. Dasar Ali Baba," cibir Kevin.

Semenjak hubungan keduanya yang mulai membaik, Kevin memutuskan untuk menginap di rumah Ali menghindari terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan disaat kondisi tubuh Ali yang lemah.

---------------------------------------------------------------

"Tungguin gue bego." Kevin menahan tali ransel Ali.

"Gue buru-buru nih, Vin. Lo bareng Ichel deh," ujar Ali memelas.

"Ribet punya temen kayak lu," cibir Kevin melepaskan pegangannya pada tali ransel Ali.

"Gue cabut duluan."

Ali mempercepat langkahnya menuju kediaman Prilly, sebenarnya dirinya dilanda rasa gugup. Tapi mau bagaimana lagi? Ia harus melawan rasa itu demi putri pemilik hatinya.

"Prilly," Ali mendekap tubuh Prilly dari belakang. Dapat dirasakan tubuh Prilly yang menegang.

"Please, sebentar saja." Ujar Ali melemah.

"A..Ali?" Tenggorokan Prilly seperti tersumpal batu kerikil hingga ia tidak bisa bernafas dengan baik.

"Iya, ini aku, Ali." Ali perlahan mengendurkan pelukannya, meski bagaimana pun ini masih di lingkungan sekolah. Bisa-bisa dirinya kepergok oleh guru dan urusannya akan panjang.

"Ali, aku rindu sama kamu." Kini giliran Prilly yang memeluk Ali kegirangan, Ali sudah tidak peduli lagi jika dirinya akan dipergok oleh guru-guru. Perlahan tangan Ali terulur membalas pelukan Prilly.

"Kamu udah enggak benci sama aku lagi?" Tanya Ali menatap manik mata Prilly yang tampak berkaca-kaca.

"Aku gak pernah bisa benci kamu apapun alasannya." Kebahagiaan di dalam lubuk hati Ali tatkala membuncah mendengar penuturan Prilly barusan.

"Aku sayang kamu," hanya itu yang bisa diucapkan Ali untuk mewakili perasaannya. Ia belum siap untuk menyatakan cinta pada Prilly, setidaknya Ali sudah tahu bahwa Prilly tak lagi menganggapnya sebagai seorang penghancur.

"Aku..aku juga sayang kamu," ujar Prilly ragu. Ada sedikit keganjalan dihatinya, namun Prilly sendiri pun tak mengerti apa dan kenapa hatinya yang kurang bahagia mendengar hanya ungkapan sayang dari Ali bukan cinta atau selebihnya. Katakanlah dia bodoh, namun fakta tetaplah fakta bahwa..Prilly benar-benar jatuh kepada Ali.

"Cie..cie.." Terdengar sorak-sorai teman-teman sekelas Prilly.

"Akhirnya, pasangan sejagat raya yang sempat menjauh kayak magnet sekutub, nyatu lagi. Cihui," Prilly hanya tersenyum malu.

Bilanglah jika dirinya begitu bodoh karena terlalu agresif, tapi ini dilakukan karena dirinya sudah tidak tahan dengan rasa rindu terhadap Ali. Ia rindu pada Ali, benar-benar rindu.

------------------------------------------------------------------

"Jadi selama ini lo di mana? Bukannya lo bakal pindah ke Amrik?" Tanya Prilly penasaran, bahkan ia rela meluangkan waktu pulang sekolahnya hanya untuk mewawancarai pria di hadapannya.

"Siapa yang bilang aku pindah ke Amrik? Toh, cerita yang dibuat Jessica sama Dahlia itu cuman karangan mereka. Aku cuma liburan disana, ngehapus memori menyakitkan." Seketika Prilly tertegun. Menghapus memori menyakitkan? Apa itu berarti memori tentang dirinya dihapus? Seluruh pernyataan negatif mendadak memenuhi hati dan pikiran Prilly.

"Memori menyakitkan?" Beo Prilly.

Ali sepertinya peka dengan nada bicara Prilly yang terdengar agak sendu, buru-buru Ali mengalihkan perhatian Prilly.

"Jadi, gimana kabar kamu selama aku disana?" Ali sudah terbiasa dengan kata 'aku-kamu' dengan Prilly semenjak kejadian naas itu, namun Prilly kelihatannya masih canggung dengan situasi baru ini.

"Seperti yang lo liat, gue lebih baik setelah lo kembali."

"Buat gue," imbuh Prilly.

"Aku pasti selalu kembali buat kamu, gak peduli seberapa besar torehan luka yang kamu buat, aku selalu disini, di sisi kamu." Ali meletakkan telapak tangan kanannya menyilang menuju dada bagian kirinya.

"Maaf," mungkin kini Prilly yang harus mengucapkan kata itu.
.
.
.
.
.
Tbc..!
Please vote⭐️ and comment📨

Seputih Melati Where stories live. Discover now