Two

12.2K 867 46
                                    

{ Leo pov }

Aku memilih kemeja berwarna putih yang melekat pas ditubuhku. Ditambah dengan dasi berwarna hitam. Juga celana kain berwarna senada dengan dasi yang aku pilih.

Biasanya Fefe yang akan memilihkan baju yang akan aku kenakan. Tapi melihat jika dia baru kembali tadi pagi kemudian segera memasak sarapan untukku jelas saja tidak ada waktu untuk memilih baju yang akan aku kenakan.

Terkadang aku merasa kasihan padanya, dia harus memasak dan menyiapkan keperluan kami, setelah itu dengan cekatan ia segera bersiap untuk pergi ke kantor. Ini terjadi karena aku yang tidak menyukai adanya orang asing yang tinggal bersama dalam satu apartemen ini. Lagipula Fefe terlihat tidak keberatan sama sekali.

Beberapa kali Mama Bev menyarankan untuk memiliki asisten rumah tangga, tapi dengan lembut Fefe menolak. Lagi pula memang itu pekerjaan seorang istri kan?

Aku mengacak rambutku yang masih basah agar anak airnya menghilang dan cepat kering. Kemudian merapikan dasiku. Aku melangkahkan kakiku keluar dari kamar kami.

Disana Fefe sedang meminum secangkir teh hangat. Dia belum mandi. Dan aku melihat bahwa sarapan yang ia buat tadi sudah tertata rapi. Sepiring nasi goreng dengan omellete dan secangkir kopi.

Dia tidak bergeming. Wanita itu seolah berusaha tidak memperdulikanku. Dia sibuk menyesap teh beraroma aprikot yang memang sangat ia sukai.

Aku menarik kursiku kemudian mendudukan tubuhku disana. Kami tetap saling terdiam. Kemudian aku menyendokan nasi goreng itu ke dalam mulutku. Masakan Fefe memang enak. Dia terpaksa belajar karena aku. Ya, lagi-lagi Fefe berkorban untukku. Rela merubah dirinya untukku. Tapi ntah mengapa rasanya begitu sulit mencintainya.

Aku tak melihat adanya piring disana. Hanya ada secangkir teh. Dia pasti memilih tidak sarapan.

"Tidak sarapan lagi, Fe?" Tanyaku yang kali ini mulai jengkel dengan sifatnya.

Dia hanya menggeleng lemah. Aku mencoba tidak menghiraukannya. Kembali berkutat dengan nasi goreng buatannya.

Ponselku terasa bergetar.

"Iya, benar. Saya Leonard Arkarna. Apa? Baik, saya segera kesana."

Mentari.. ya Tuhan Mentariku.

"Aku pergi, Mentari panasnya semakin tinggi. Dia tidak punya sanak keluarga." Ucapku kepada Fefe yang saat ini tengah menatapku. Kemudian dengan lemah ia mengangguk.

Aku segera bangkit dan meninggalkan nasi goreng buatan Fefe yang baru aku makan beberapa suap.

{ Fefe pov }

Mentari.. lagi dan lagi Mentari..
Gadis miskin yang merepotkan.

Aku menarik piring berisi nasi goreng yang sengaja aku masak untuk Leo. Aku susah payah segera pulang agar dapat memasak sarapan untuknya. Tapi apa ini? Dia lebih memilih gadis miskin itu.

Tak terasa mataku memanas. Ah.. aku menangis lagi. Dan ini sudah yang kesekian aku menangis karena Leo dan gadis miskin itu.

Aku menyeka air mataku dengan kasar. Kemudian bangkit dan masuk ke dalam kamarku dan Leo kemudian masuk ke dalam kamar mandi.

Aku melepaskan satu persatu kain yang melekat ditubuhku. Menyalakan shower air agar dapat menjatuhkan anakairnya ke atas kepalaku. Membuat kepalaku dingin karenanya.

Ahhh.. aku lelah..

Aku rindu Mommy.. sangat merindukannya. Mama tidak bisa menggantikan Mommy. Hatiku memiliki sekatnya sendiri-sendiri. Mommy dan Mama membuat tempatnya sendiri-sendiri.

Black PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang