Pesta dan Luka yang Membekas (Part 1)

510 79 0
                                    

Siang ini aku diajak bunda ke salah satu mall ternama di kotaku dengan tujuan membeli hadiah ulang tahun untuk Alfian.

Bunda yang menyuruhku membeli hadiah untuk dia. Katanya tidak sopan kalau datang ke pesta, kaku sendiri tidak membawa hadiah.

Padahal aku sendiri pun telah menyiapkan hadiah buatan sendiri untuknya nanti malam.

Hadiahnya cukup simpel sih. Hanya syal sederhana yang kurajut sendiri. Di syal itu kurajut namanya seindah mungkin. Aku mengerjakannya selama 2 hari, lho.

Tapi aku ragu dia akan menyukai hadiahku itu atau tidak. Karena aku tidak begitu tahu seleranya itu bagaimana.

"Bunda, kok kita kesini?" Aku bertanya ketika bunda tiba-tiba menyeretku ke dalam toko jam tangan yang lumayan besar.

"Kamu mau cari hadiah buat Alfian, kan? Beliin jam tangan aja buat calon pacar kamu itu," jawab bunda dengan senyum jahil yang merekah.

Apa katanya? Calon pacar?

Aku langsung mendelik."Bunda! Ih, bunda tuh ya. Sukanya nggodain Acha mulu. Dia bukan calon pacar Acha, bun!" sanggahku kesal.

Tapi yang namanya bunda, memang tukang menggoda anaknya."Masa sih? Cuma temenan ya?"

"Ya iyalah! Lagian dia juga udah suka sama Maya," balasku jutek.

Ups. Keceplosan.

"Maya? Alfian suka sama Maya?" tanya bunda sok kaget."Ciee ... rebutan Alfian ciee ..."

"Bukan! Acha nggak rebutan. Kan udah Acha bilang, Acha nggak ada rasa sama Alfian, bundaaa ..."

Benarkah begitu? Tentu saja tidak. Aku hanya berbohong di depan bunda soal perasaanku. Di hatiku, aku tetap menyukainya.

Meski aku tahu cintaku bertepuk sebelah tangan.

"Hehe. Oke, oke. Bunda ngerti kok. Nggak usah dijelasin bunda juga udah tau perasaan kamu ke dia itu kayak gimana," ucap bunda, akhirnya."Nah, sekarang pilih model yang menurutmu dia suka kayak gimana."

Aku memanyunkan bibirku beberapa senti."Harus jam tangan apa hadiahnya? Harus yang mahal?"

Bunda mengedikkan bahunya."Terserah kamu sih. Bunda kan cuma ngrekomendasiin."

Aku pun mengalihkan perhatianku ke etalase toko yang dipenuhi jam-jam tangan bagus. Rata-rata harganya diatas 200 ribuan. Melihat harganya saja sudah membuatku bergidik ngeri.

Aku tidak punya uang untuk membelinya, kalian tahu? Masa iya aku harus pinjam uang ke bunda?

"Gimana? Udah nemu belom modelnya?" Tiba-tiba bunda muncul dari balik punggungku.

Aku tersenyum kecut."Eng ... udah, bun."

"Yang mana?"

Aku pun menunjuk sebuah jam tangan warna hitam yang terlihat keren. Yah, menurutku sih begitu.

"Yang itu?" tanya bunda dengan alis berkerut."tumben seleramu bagus."

"Apaan sih bunda ini. Modelnya sih bagus, harganya pun juga bagus."

"Emang harganya berapa?" tanya bunda, kemudian beliau bertanya pada seorang penjaga toko jam itu."Yang ini harganya berapa, mbak?"

Si penjaga toko melihat jam tangan yang bunda maksud."Oh, yang itu harganya 350 ribu."

Bunda tersenyum mendengarnya, kemudian menoleh kepadaku."Oke, kalo kamu mau yang itu, bunda beliin," ucap bunda enteng.

Aku tersenyum lega. Ah, ternyata bunda memang baik dan pengertian kepadaku.

vanilla caramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang