Second Broke and Invitation

515 90 3
                                    

"Cha ..." Maya melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku."Kamu nggak pa-pa kan?"

Aku yang tersadar dari lamunanku langsung menjawab,"Yeah, gue baik-baik aja. Nggak usah khawatirin gue."

Maya mengangguk, seakan menganggapku memang tidak kenapa-napa."Ya udah, kalo gitu mending kita ke kelas aja yuk. Udah jam segini, entar keburu rame," ajaknya kemudian.

Akhirnya aku mengikuti langkah Maya menuju ke kelas XI IPA 2. Tapi begitu mendekati pintu kelas, Maya memberhentikan langkahnya secara mendadak, membuatku nyaris menabraknya.

Saat itu juga ia membalikkan badannya dan memandangku dengan tatapan berharap.

"Cha, lo bisa bantu gue, kan?"

"Bantu apa?"

Aku tahu apa yang diinginkan Maya saat ini.

"Lo kan temennya Alfian. Bisa nggak lo bantuin gue buat pdkt sama Alfian? Jadi kayak matchmaker gitu ..."

Tuh.

Kan.

Aku sudah menduganya. Dia pasti ingin minta tolong kepadaku untuk membantunya pdkt dengan Alfian.

Bagaimana aku bisa membantunya sedangkan aku sendiri tengah menyukai orang yang sama?

Benar-benar hal yang sulit untuk kulakukan.

"Gimana? Lo bisa kan? Please, bantuin gue, Cha. Gue butuh banget bantuan lo."

"Ng ... Gimana ya, May? Gue ... Kayaknya gue nggak bisa bantu lo, deh ..."

"Kenapa? Kenapa lo nggak bisa bantu gue, Cha? Emangnya lo juga lagi suka sama Alfian?" Pertanyaan itu membuat nyawaku serasa dicabut tiba-tiba.

Dengan hati-hati, aku menjawabnya,"Bukan gitu, May. Gue nggak lagi suka sama Alfian. Gue ... cuma temenan sama dia."

"Ya terus kenapa lo agak keberatan kalo bantu gue?" Nadanya mulai meninggi.

"May ..."

"Gue nggak mau tau, Cha. Kalo emang lo nggak ada rasa sama Alfian ...," Dia menggantungkan ucapannya."bantu gue buat deketin dia. Titik."

Setelah berkata begitu, Maya pergi meninggalkanku yang masih berdiri mematung di tengah koridor yang sepi.

Di tengah heningnya koridor, aku merenung. Berusaha mencerna apa yang baru saja Maya katakan kepadaku.

Emangnya lo juga lagi suka sama Alfian?

Kalo emang lo nggak ada rasa sama Alfian, bantu gue buat deketin dia.

Dan sepertinya, mulai detik ini, memang akulah yang harus mengalah. Merelakan semua perasaanku kepadanya, meski faktanya hari demi hari perasaan itu makin bertumbuh besar.

-0-0-0-

Semburat jingga di ufuk barat mulai terlihat. Burung-burung beterbangan untuk kembali ke sarangnya. Pertanda bahwa sebentar lagi petang akan menyapa.

Aku baru saja selesai dengan kegiatan ekskul modern dance-ku ketika mataku menangkap sesosok yang tidak asing bagiku sedang parkir di depan gerbang sekolahku. Orang itu adalah dia. Dia yang membuat persahabatanku dengan Maya nyaris hancur karena pertengkaran konyol kami tadi pagi.

Jantungku mendadak berdegup kencang ketika secara tak sengaja tatapan kami bertemu. Dia yang melihatku langsung melambaikan tangannya kearahku. Sepertinya ia memintaku untuk mendekat kepadanya.

Mau tak mau aku pun mendekat kearahnya yang masih duduk manis diatas motor. Hal pertama yang kulakukan adalah menyapanya.

"Hai, Al," sapaku singkat dengan senyum yang mengembang di bibirku.

"Halo juga, Cha. Lo baru pulang jam segini?"

"Iya, tadi ada ekskul," jawabku pendek.

"Oh, sama dong. Gue juga baru pulang gara-gara ada ekskul." Ia melemparkan senyum mempesonanya seperti biasa, yang tentunya membuatku melt seketika.

Aku hanya bisa tersenyum sebagai balasannya.

"Oh ya, Cha ...," Ia membuka suara lagi."lo liat Maya nggak?"

Hatiku serasa dipukul palu godam begitu mendengar pertanyaan Alfian tersebut. Jadi ... dia kesini cuma untuk mencari Maya?

"Maya? Oh, dia masih latihan cheers. Mungkin bentar lagi selesai. Tunggu aja." Dengan santainya aku berkata.

Meski nyatanya, dalam hati aku menangis.

Jadi benar dugaanku. Alfian memang menyukai Maya. Dan Maya juga menyukai dia. Mereka sama-sama saling menyukai.

Sedangkan aku? Aku hanyalah seorang penghalang diantara kedua rasa itu. Jadi kupikir sebaiknya memang akulah yang harus mundur.

Bukankah itu lebih baik?

"Cha, gue mau ngasih ini sama lo." Tiba-tiba suaranya mengangetkanku.

Aku menoleh, menatapnya dengan pandangan kosong. Aku bahkan tak sadar jika ia meletakkan sesuatu di telapak tanganku.

"Itu undangan ultah gue. Dateng ya, Cha."

Aku yang masih larut dalam kesedihan hanya bisa menjawabnya dengan lesu,"Iya deh, iya. Nanti gue dateng kok."

"Oke. Thanks banget udah mau dateng. Sampein undangan itu ke Maya juga ya."

"Ya."

Setelah itu, Alfian memakai kembali helm-nya dan menyalakan motornya seraya mengucapkan kata-kata perpisahan. Saat itu juga, motornya melesat jauh. Meninggalkanku yang masih berdiri mematung di depan gerbang yang sudah sepi.

Ini bukan akhir yang kuinginkan.


Rabu, 13 Januari 2016.


-0-0-0-

Sabtu, 10 September 2016.

a/n:

Yee~ Telat update yha. Harusnya update kemarin, tapi gara-gara ada tugas sekolah yang dideadline jam 8 malem, jadine batal update:(

Okay, jangan lupa vomments! Aku selalu menunggu saran dan kritik dari kalian, dan insya Allah bakal kubales satu-satu.


Salam terhangat,

tazkiyaa

vanilla caramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang