2. Boy-Friend?

27 4 0
                                    


"Gi, kamu mau gak jadi pacarku?" seketika sorakan riuh menggema seisi lapangan basket saat aku baru saja menyatakan perasaanku pada cowok yang aku suka dari dulu, Egi.

Sedangkan kini Egi malah menatapku dengan wajah bingungnya, dia tersenyum kaku dan hendak menjawab pertanyaanku, karena aku tahu dia akan menolak, maka aku berbicara lagi sebelum aku terlanjur malu.

"Oke, aku tahu kamu bakalan nolak aku. Oke fix! Kamu gak perlu jawab, Cukup kamu tahu aku suka sama kamu aja aku udah seneng..makasih ya Gi, udah jadi moodbosterku selama tiga tahun ini," aku tersenyum kepadanya, lalu dengan keberanian yang sudah mencapai puncak, aku berjinjit dan mencium sekilas pipi kanannya.

Setelah itu kulihat dia makin menujukkan ekspresi cengo.Duh, cengo gitu aja Egi masih tetep ganteng.

Aku mencubit sekilas hidung bangirnya lalu berbalik, meninggalkan Egi, dan kerumunan gadis – gadis yang kini sudah berbisik jahat kepadaku. Aku tidak peduli dengan apa yang mereka katakan kemudian, tidak peduli dengan gosip jelek tentangku nantinya.

Toh, ini sudah hari kelulusanku di SMA, dan aku sudah berhasil melaksanakan planning-ku yang sudah kususun rapih jauh – jauh hari sebelum kelulusan ini.

Pertama, aku sudah mendapatkan predikat lulusan terbaik seangkatan tahun ini, dan yang kedua, aku sudah membahagiakan orangtuaku karena aku masuk universitas favorit lewat jalur SNMPTN, dan yang ketiga, aku sudah berhasil menembak Egi walau pada dasarnya, aku tahu dia tidak mungkin akan menjawabnya dengan kata – kata 'Iya, aku mau' dari bibirnya.

Jujur saja, setelah berhasil melakukan hal itu aku jadi lemas. Aku memilih masuk ke toilet dan duduk di atas wc duduk yang kututup.

Ternyata, walaupun tadinya aku mencoba sok kalem tetap saja aku tidak bisa.Aku masih gadis normal dan aku kini menyesal sudah melakukan hal itu.

"La.." tiba – tiba aku mendengar suara seseorang yang tidak asing di telingaku, aku masih diam, tidak siap bila nanti menatap wajahnya lagi, aku sudah kehabisan akal untuk bersikap no jaim di depannya lagi.

Dia ngikutin aku gitu?Dih PD banget deh aku.Halah, palingan itu cuma khayalanku aja.Aku yakin itu.

"Udahlah La, gak usah ngambek kaya gini dong.." lah?Egi nyata, itu beneran suara Egi. Gila!Kenapa dia bisa ada di sini? Hello! Ini toilet cewek Egi?!

Tapi, tunggu..Astaga,yang bener?Masa Egi suaranya bisa jadi manja gini?Ya Tuhan?? Ini si Egi bener manggil aku apa bukan sih?

Perasaan bilik di toilet sekolah bagian ini cuma ada dua, dan aku lupa kalau ini toilet untuk Pak Bon, jadi ini toilet umumnya sekolah, cowok juga boleh masuk.

Aku menepuk jidatku, hm, aku tahu, dia kan selama ini deket sama Bella, temen sekelasnya itu, dan hatiku rasanya jadi remuk. Mungkin saja tadi Bella juga lari ke sini karena cemburu udah lihat aku cium pipinya Egi, auk deh syukurin, aku sih seneng banget kalau rivalku yang satu itu menderita.

"La? Hello? Can you hear me?" lah?Sekarang dia malah nyanyi.Astaga dia narsis banget ya ternyata.

Aku menahan tawaku, kubekap mulutku sendiri dengan tangan.

"Udah deh La, biasa aja, aku tahu suaraku jelek, keluar kek," kini kudengar suaranya yang merajuk, aku hanya bisa kembali menahan tawaku yang mau pecah lagi.

"La.. iya deh iya, aku bakal nungguin kamu disini sampai nanti kamu keluar.." kudengar kini suaranya makin bersungguh – sungguh. Aku menghentikan tawaku seketika.

"Maaf yang di dalem Carla, bukan Bella."Aku memberanikan diri berkata begitu.Sesaat kemudian aku tidak mendengar sahutan atau balasan bicara darinya.

Sekian menit, aku hanya bisa terdiam, lalu kutempelkan telingaku ke badan pintu, tapi aku sudah tidak mendengar suara lagi dari depan pintu.

Aku yakin, Egi pasti sudah pergi, aku tahu yang dia sukai selama ini hanyalah Bella, aku sudah tahu kalau selamanya Egi gak akan pernah ngelirik aku.

Aku kembali lemas, aku duduk di atas wc lagi. Kuperhatikan kebaya warna soft-pink yang Ibu jahitkan untukku, seketika pandangan kebayaku menjadi mengabur, aku merasakan panas di sekitar area mataku dan kini, aku merasakan ada cairan yang membasahi pipiku yang tadi tertutup make-up tebal yang Mbak Santi poleskan.

Sejenak, aku meringis meratapi betapa tidak beruntungnya aku dalam hal cinta.Aku memang seorang gadis buruk rupa yang berharap si pangeran berkuda putih mau melamarnya. Itu mustahil dan tadi yang ku lakukan adalah sebuah kesalahan besar, aku lupa kalau lewat hal itu harga diriku akan diinjak – injak oleh Bella bila nantinya dia yang bersama Egi, aku makin menangis keras.

Tapi, yang kulihat selanjutnya hanya pandangan gelap, aku tidak tahu ini hal apa, dan seketika kesadaranku menghilang.

**

Aku bangun dengan keadaan pusing yang luar biasa, kupandangi tempat sekitarku, dan aku kaget saat tahu kalau ini adalah kamarku sendiri, aku bersyukur, huh, pasti yang tadi itu cuma mimpi, tapi..hey? Sanggul dan kebayaku masih aku pakai?

Yah, berarti yang tadi itu bukan cuma mimpi, dan oh Tuhan?Siapa yang membawaku sampai rumah? Perasaan tadi Ibu dan Ayah pulang duluan deh.

Aku kaget saat mendengar suara pintu yang dibuka dengan cara setengah di dobrak. Aku menoleh, dan kini kulihat Egi yang melotot menatapku dengan wajah kumal dan lelahnya. Hah?Seketika aku merubah posisiku menjadi duduk.

"Kamu udah bangun?" kudengar dia berbicara begitu lembut, dia mendekati ranjangku dan bertanya dengan raut wajah yang begitu khawatir.

Aku mengangguk samar, "Kamu, kenapa bisa di sini?" tanyaku heran dan dia berdecak lidah kesal.

"Udah deh La, aku khawatir banget sama kamu, kamu tuh ya..!!" dia hendak marah – marah, tapi yang kurasakan selanjutnya dia malah memelukku dengan erat.

"Kamu jangan pernah egois dan seenak jidatmu nyimpulin suatu hal.Siapa bilang aku mau nolak kamu? Siapa bilang aku gak suka juga sama kamu? Hm?" jantungku kini berdegup kencang.Aku hanya bisa terdiam tanpa berani memeluknya balik.

Aku takut bila aku nanti membalas pelukannya, Egi akan menghilang. Aku takut Egi hanya bagian dari khayalanku, dan aku sekarang masih larut dalam mimpi.Aku takut menghadapi kenyataan menyakitkan itu.

"Jawab aku La, please?" aku masih terdiam, lalu saat dia melepas pelukannya, aku masih tetap diam seraya menatap manik mata hitam bulatnya.

Aku menggeleng keras. "Ini mimpi kan Gi?" Kulihat dia tersenyum cerah, dia menggeleng dan dia kini memelukku lagi dengan erat.

"No La, No. I'ts real time, I love you too La. I want to be your boyfriend."Seketika senyumku mengembang, aku memeluknya dengan erat dan aku makin bahagia kalau ternyata dia nyata.Egi nyata dan dia kini jadi pacarku. Oh Tuhan! Egi jadi pacarku!

ClarityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang