Prolog

3.8K 253 206
                                    

Seorang gadis berambut merah tua terlihat mondar-mandir gelisah di luar ruang ICU. Ia begitu gelisah dan tak memperhatikan sekelilingnya.

"Tsubasa, tak bisakah kau tenang? Taiga akan baik-baik saja." Hibur seorang wanita paruh baya berambut pirang yang duduk di kursi ruang tunggu. Walaupun begitu, ia juga tak bisa menyembunyikan sorot khawatirnya di balik kacamata berbingkai merah muda yang dikenakannya.

Gadis bernama Tsubasa itu menghentikan langkahnya dan duduk di samping wanita paruh baya yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri.

"Alex, aku takut terjadi apa-apa pada Taiga. Dia satu-satunya saudara yang kumiliki. Kau pasti tahu perasaanku kan?" Ujar Tsubasa dengan bibir bergetar menahan tangisnya.

Alexandra Garcia, wanita berambut pirang itu merengkuh kepala Tsubasa dan menenangkannya dengan mengelus punggungnya lembut.
"Taiga bukanlah orang yang lemah. Aku tahu itu."

Tak lama kemudian, seorang dokter keluar dari ruang ICU sambil menyeka keringat di pelipis menggunakan sapu tangannya.

"Keluarga Kagami Taiga?" Tanya dokter itu.

Tsubasa dan Alex reflek berdiri.
"Aku saudara kembarnya dan dia ibu angkat kami." Jawab Tsubasa cepat.

"Masa kritisnya sudah lewat. Tapi dia belum siuman."

"Tapi... dia baik-baik saja kan?" Tanya Tsubasa memastikan.

"Aku tidak bisa menjamin itu. Lukanya cukup parah dan bisa saja keadaannya memburuk sewaktu-waktu." Sang dokter pamit undur diri setelah mengatakan semua itu.

Tsubasa nyaris terjatuh lemas seandainya Alex tidak memeganginya. Wanita mantan pemain basket nasional itu menuntun Tsubasa untuk duduk dan menyodorinya sebotol air mineral.

"Tenang saja. Taiga pasti lekas sembuh." Alex terus menghibur Tsubasa agar gadis yang merupakan kembaran Kagami Taiga itu tenang.

Tsubasa tersenyum lemah dan meminum air mineral pemberian Alex.

Drrrt, drrrt

Ponsel Alex bergetar. Iapun segera mengangkatnya.

"Halo Alex, bagaimana keadaan Taiga?" Tanya lelaki yang menelfon Alex.

"Tatsuya, ya? Masa kritis Taiga sudah lewat tapi dia belum sadar."

Lelaki yang dipanggil Tatsuya oleh Alex terdengar menghela nafas lega.

"Berarti tinggal menunggu Taiga sadar ya? Kuharap dia baik-baik saja."

"Aku juga berharap begitu." Alex melirik Tsubasa yang masih mencoba menenangkan dirinya sendiri. Sungguh ia tak tega melihat Taiga versi cewek itu yang begitu mengkhawatirkan kembarannya.

"Baiklah kalau begitu. Jika Taiga sudah sadar, lekas hubungi aku."

"Oke, tenang saja."
Begitu Tatsuya menutup teleponnya, Alex kembali mengantongi ponselnya. Berharap Kagami Taiga bisa membuka matanya keesokan harinya.

***

Kenyataan memang tak semanis yang diharapkan. Setelah malam yang menegangkan dimana Kagami Taiga mengalami kecelakaan dan kritis di ruang ICU, pemuda itu belum membuka matanya sama sekali. Koma, begitulah setahu Tsubasa. Kakak kembarnya itu kini bagai orang hidup di depan gerbang kematian.

Walaupun begitu, Tsubasa tak ingin terlihat selalu sedih di depan Alex. Ia berusaha menjalani harinya seceria mungkin dan mengunjungi kakaknya setiap hari di ruang perawatannya. Ia berjanji akan merawat kakaknya sampai siuman. Namun janji itu harus dilanggar karena telepon Tatsuya pada suatu malam.

"Halo Tatsuya-nii." Tsubasa mengangkat ponselnya begitu tahu yang menelfonnya adalah sobat kakaknya, Himuro Tatsuya.

"Halo, Tsubasa. Bagaimana kabarmu? Kau masih betah di Amerika?" Tanya Tatsuya ramah.

Tsubasa tersenyum mendengarnya.
"Tentu saja. Aku betah kok disini."

"Lalu... bagaimana dengan Taiga?" Tanya Tatsuya hati-hati.
Tsubasa terdiam sejenak sebelum menjawab,

"Dia masih belum sadar."

"Hmm... begitu ya?? Kalau sudah begini, cuma kau yang bisa membantuku."

"Ada apa, Tatsuya-nii?" Tanya Tsubasa penasaran.

"Aku ingin kau ke Jepang secepatnya."

Bola mata Tsubasa membulat. Ke Jepang? Secepatnya? Apa maksudnya?

"Tatsuya-nii, kau tahu keadaanku disini seperti apa. Kenapa kau tiba-tiba menyuruhku ke Jepang?"

"Aku bisa jelaskan alasannya. Ini juga demi nama baik Taiga." Sela Tatsuya.

"Demi nama baik kakakku?"

"Kau pasti tahu kan, jika kakakmu itu berbakat? Seminggu yang lalu, dia mendapat surat dari sebuah agensi artis yang ingin merekrutnya untuk bergabung menjadi salah satu member boyband terkenal, Kiseki no Sedai." Jelas Tatsuya.

"Kalau begitu tolak saja. Bilang saja kakakku tengah koma sekarang."

"Tidak bisa Tsubasa. Masalahnya kakakmu sendiri yang mengajukan surat perekrutan itu sebelum kecelakaan. Jika tiba-tiba menolaknya, nama baik kakakmu yang dipertaruhkan."

"Lalu bagaimana?"

"Aku ingin supaya kau saja yang menerima tawaran itu. Kau juga sama berbakatnya dengan Taiga."

"Tapi... bukannya tadi kau bilang boyband? Seharusnya semua anggotanya cowok kan?"

"Memang aku menyuruhmu bergabung sebagai Kagami Tsubasa? Kau akan bergabung sebagai Kagami Taiga!"

Tsubasa nyaris terlonjak kaget mendengar ucapan Tatsuya yang menurutnya sinting.
"Apa?! Maksudmu... aku menyamar jadi... cowok?"

"Kau kan kembarannya Taiga. Tak akan ada yang curiga. Begitu Taiga siuman dan cukup sehat untuk kembali ke Jepang, dia akan menggantikanmu."

"Tapi... bukannya ini sama saja dengan penipuan?"

"Tenang saja. Salah satu staff pegawai di agensi itu kenalanku. Aku bisa bicara padanya dan jelaskan situasinya. Dia pasti mengerti."

"Tapi..."

"Tsubasa, aku mohon. Ini adalah impian Taiga. Tidak mungkin aku mematahkannya begitu saja. Dia pasti senang begitu dia sadar, namanya sudah terkenal di seantero Jepang."

Tsubasa menggigit bibir bawahnya ragu. Ia tahu, sangat tahu malah jika impian Taiga adalah masuk sebagai anggota boyband Kiseki no Sedai itu. Pasalnya anggota Kiseki no Sedai itu punya multitalent luar biasa sebagai artis. Tentu saja banyak yang ingin bergabung menjadi anggota mereka. Dan kesempatan itu muncul saat Kiseki no Sedai ingin menambah jumlah personil mereka menjadi 7 orang untuk album baru mereka. Tsubasa yakin Kagami juga pasti ikut mendaftar, karena bagaimanapun juga Kiseki no Sedai itu berisi artis-artis yang jago dalam berbagai bidang. Populer dan terkenal karena karyanya, Kagami pasti menginginkan itu.

"Bagaimana, Tsubasa?" Tanya Tatsuya setelah hening cukup lama.

Tsubasa menghela nafas dalam-dalam dan berusaha memantapkan jawabannya.
"Baiklah. Lusa aku akan ke Jepang."

***

Kiseki no Sedai Music (Kuroko no Basket Fanfiction)Where stories live. Discover now