A Blessed Birthday (?)

Comincia dall'inizio
                                    

Adara mengangguk. Ia meletakkan kembali sendok berisi serealnya ke dalam mangkuk lalu menyambut ponsel dari tangan Wynstelle.

Wyns mendengar Adara berkata dengan riang, menjawab dan melaporkan kegiatan sehari-harinya dengan semangat. Ia membiarkan Adara melepas kangen dengan ibunya sementara ia kembali ke dapur. Beberapa menit kemudian, Adara sudah menyerahkan ponsel itu kembali ke tangan Wyns.

"Bagaimana kabar Andre, Wyns?" Tanya ibunya ketika Wyns sudah menempelkan ponsel itu ke telinga.

Wyns terdiam sesaat, memikirkan bagaimana caranya agar bisa berbohong dengan lihai pada ibunya. Maksudnya, ibunya tidak perlu tahu masalah internal yang terjadi antara dirinya dan Andrea. Bagaimanapun ibunya hanya orang lain dalam urusan ini.

"Ya, ya, dia baik-baik saja, Mom." Jawab Wyns lalu tersenyum canggung. Tidak perlu bersikap begitupun sebenarnya ibunya juga tidak akan tahu.

"Syukurlah kalau begitu. Kapan-kapan ajak dia ke Brooklyn. Mom akan menraktirnya ke tempat yang enak."

"Ya ampun. Mom lupa, ya? Dia koki --dan dia kaya. Dia pasti sudah pernah makan semua makanan yang Mom bilang enak. Lagipula, Mom tidak pernah menawarkanku. Padahal aku kan anak kandung Mom." Omel Wynstelle. Tidak benar-benar mengomel, sih. Ia hanya berakting.

Wyns masih berbicara hingga sepuluh menit kedepan sampai akhirnya Miranda menjemputnya di depan pintu. Mereka akan ke salon; Wyns ingin mengecat rambutnya sementara Miranda ingin mengubah gaya rambutnya menjadi bob. Menurut Miranda, gaya rambut itu akan membuatnya lebih semangat seperti anak muda untuk menyambut proses kelahirannya --yang mana menurut Wyns tidak akan ada efeknya sama sekali.

Miranda menyandarkan sebelah bahunya di dinding dengan tangan menyilang di depan dada. Wyns segera membereskan sisa sarapan Adara, membetulkan pakaian anak perempuannya itu lalu menemui Miranda yang hampir mati bosan.

"Oke, aku sudah siap." Ucap Wyns sambil menggandeng tangan Adara. Wyns membiarkan Adara berlalu di depannya untuk menunggu di luar sementara Miranda menahan lengan Wyns. Dari wajahnya sepertinya ada sesuatu yang ingin Miranda sampaikan.

Dan, bingo! Sekarang wanita hamil itu memindai Wyns dari kepala sampai kaki dengan tatapan menilai.

"Sekarang beritahu padaku." Kata Miranda.

Wyns mengernyit. "Beritahu apa?"

"Sesuatu yang seharusnya kau beritahu padaku sejak lama."

"A-apa, sih?" Kilah Wyns, semakin tidak mengerti. Apa yang sedang merasuki Miranda? Hantu hormon?

Miranda mengerucutkan bibirnya. Oke, wanita itu mulai merajuk.

"Oh ayolah, Miranda. Aku tidak mengerti apa yang kau maksud." Erang Wyns.

Miranda menatap Wyns cukup lama. Karena dirasanya Wyns memang cukup bodoh untuk memahami maksudnya --yang berbelit-belit dan dibuat sok misterius- itu, Miranda akhirnya melunak. Ia mengeluarkan tangan kirinya dari jepitan lengannya, menunjukkan sebuah kotak kecil dibungkus kertas merah marun lengkap dengan pita berwarna hitam yang melilit rapi di permukaannya.

"Kado untukku, ya?" Tebak Wyns dengan mata berbinar. "Oh ya ampun, Miranda. Kenapa kau suka berbelit-belit, sih. Kalau kau memang ingin memberiku kado, kau tidak perlu bermain tebak-tebakan seperti itu. Kau membuatku takut, kau tahu." Wyns berkata panjang lebar. Ia mengambil kado kecil itu dari tangan Miranda dengan muka cerah, bersiap untuk mencabik pembungkusnya dengan semangat tapi tiba-tiba berhenti karena merasa tertarik pada amplop kecil yang --mungkin- berisi kartu ucapan. Wyns mengangkat pandangannya, mengerjap seperti anak manja sambil berkata, "ooh, kau manis sekali, Miranda. Kau tidak perlu repot-repot menulis kartu ucapan untukku." Jemarinya mulai membuka amplop itu dengan hati-hati, mengabaikan Miranda yang membelalak seperti ingin membantah.

Ange Déchu | Book 01Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora