"Tapi justru lo malah ngerasa gue sakitin?"

"Engga, Aga. Justru aku yang mau tanya, sikap aku yang kayak gini apa bikin kamu jengkel selama ini?"

Aga menggeleng, walaupun sebenarnya Vania sedikit benar, sedikit. Tapi bukan karena Aga tidak suka dan Aga ingin berlenggang semaunya dengan cewek mana saja tanpa menyakiti hati Vania, bukan. Aga hanya risih bagian Vania selalu menyatakan cinta padanya secara terang-terangan dan seolah-olah sangat mengagungkan kata pacaran.

Kalau boleh jujur, Aga juga tidak pernah dekat dengan cewek manapun, tapi itu bukan karena Vania yang terus ada di sampingnya, melainkan karena Aga pikir sudah ada Vania, untuk apa dia butuh cewek lain? Bukankah cewek sama saja, lagipula apa yang kurang dari Vania? Sama sekali tidak ada alasan Aga untuk menyingkirkan Vania karena dia ingin cari perhatian ke cewek lain. Dia sudah sepakat dengan dirinya sendiri bahwa dia mau fokus belajar dan membuat ayahnya kembali percaya padanya, bukan mau pacar-pacaran.

"Van, gue gak pernah nganggap lo pengganggu atau apapun yang lo maksud tadi, jadi berenti ngomong kaya gitu. Gue mutusin buat kayak gini sama lo karena pikiran soal gue bakal selalu ada buat lo itu udah saklek banget. Dan soal keterikatan yang lo maksud, gue gak mau serius-serius begitu, Van, maaf. Apa mesti gue musuhin diri sendiri karena gue udah nyakitin lo?"

Vania menggeleng, dia menatap Aga lekat. Tadinya dia benar-benar ingin menjaga jarak dengan Aga dan pamit dengan cara ini, tapi sepertinya hatinya goyah kembali. Kalau saja dia tidak melihat Aga berpelukan malam itu dengan seseorang, dia tidak akan segalau ini. Saat itu dia hanya berpikir mungkin Aga benar-benar merasa tidak bebas karena ada Vania disisinya dan sulit untuk mengusirnya karena Vania teman baiknya sejak kecil. Vania benar-benar memikirkan itu berhari-hari walau awalnya ia marah dan ingin sekali melabrak cewek yang memeluk Aga di taman, tapi dia pikir itu hanya akan membuat Aga benci padanya, lagipula selama ini dengan sikap cueknya Aga dia sama sekali tidak menunjukkan bahwa dirinya menyayangi Vania sebagai seseorang yang spesial. Hanya saja Vania terus merasa bahwa dirinya cuma dianggap sebagai teman, sama seperti Faiz, yang sesusah apapun masalahnya pasti akan Aga bantu.

Belum lagi kemarin dia melihat dengan jelas Aga bersama cewek yang sama di UKS, ruangan yang seumur hidup gak pernah didatangi oleh Aga. Seingat Vania, seterluka apapun Aga ketika Vania mencoba membawanya ke UKS, Aga selalu menolaknya dengan alasan buang-buang waktu, tapi kemarin Vania melihat Aga di sana, juga senyumnya kearah cewek itu yang sama sekali Vania belum pernah melihatnya apalagi menerima senyum itu dari Aga.

Dan saat itu Vania merasa akan ditinggalkan.

"Tapi kamu cuma anggap aku temen kan?" Vania mencoba menatap Aga.

Aga diam. Sebenarnya dia bingung harus menjawab apa karena dibilang teman, justru Aga malah menganggap Vania lebih dari itu, tapi bagaimana bilangnya.

"Gue gak minta lo untuk ngerti apa yang gue maksud, Van. Cuma.. " Aga menarik nafas sebentar, "Cewek mana sih yang pernah deket sama gue selain lo? Yang mana sih yang sering gue gandeng-gandeng, ajak makan, nonton, jalan.. dan cewek mana yang bikin gue ngeladenin dia buat piknik-piknik gak jelas dibukit belakang sekolah, gelar-gelar tiker makan roti. Cewek mana yang berani ngajak-ngajak gue kayak begitu dan cewek mana yang gue ladenin keinginannya dengan senang hati tanpa paksaan seaneh apapun keinginannya, selain lo?"

Gantian Vania yang diam. Ya, memang selama ini Aga selalu menuruti kemauannya. Bahkan disaat Aga sedang asik tidur siang di hari minggu dan Vania menelpon untuk menjemputnya ditempat pemotretan, lalu memintanya membelikan es krim sekalian, padahal dia bisa membelinya sendiri di sana.

"Pembahasan ini gak akan pernah ada abisnya kalo lo gak bisa ngerti gue," Aga menyandarkan kepalanya ditembok, "Tapi gue juga gak minta lo ngertiin, gue cuma aneh aja sama sikap lo yang berkali-kali begini, seolah apa yang gue lakuin selama ini gak pernah cukup buat lo hanya karena kita gak ada status. Padahal berkali-kali juga gue bilang, kita itu anak SMA, bukan anak yang besok mau dikawinin sama orangtuanya sampe repot mikirin cinta-cintaan." Lanjutnya serius.

I Will be HereWhere stories live. Discover now