The Drama Queen

1K 83 47
                                    



*****

Hari ini Leon dan Aga berada di sebuah tempat yang cukup asing. Mereka belum pernah benar-benar ke sini sebelumnya, biasanya hanya lewat diujung gang dan melirik melalui pinggir mata. Kali ini mereka malah sampai ke sebuah tempat yang berada dipaling pojok ruko pergudangan dekat sekolahnya itu, di mana terdapat sebuah bilik beratap yang lumayan muat untuk diduduki sepuluh orang, dengan coret-coretan grafiti yang menjadi latar belakang tempat itu. Tidak kumuh, malah terbilang asik untuk sekedar nongkrong-nongkrong.

Ke duanya menatap sekeliling, mungkin karena tempatnya tepat dibelakang komplek ruko jadi suasananya sepi dan terbilang gersang. Aga membuka jaket kulitnya, lalu mengibas-ngibaskan kerah seragam yang ia pakai. Gerah.

"Mulai dari mana dulu?" tanya Aga pada yang punya hajat. "Kali ini lo agak pengecut yah, maen belakang!" Tambahnya. Leon tersenyum sinis sambil melihat-lihat segala yang ada di bilik tersebut. Ada sesuatu yang dilakukan Leon sambil berkeliling.

"Bukan pengecut..." Leon menggantung kata-katanya, kemudian duduk di bilik yang sedari tadi tak luput dari pandangannya itu. "Justru kita ke sini nunggu yang punya tempat—"

"WOY!" teriak seseorang memotong kata-kata Leon. Tiba-tiba segerombol murid SMA—sekitar 4-5 orang berjalan cepat mendatangi mereka. Aga langsung membalikkan badan, satu tangannya bertolak pinggang, reflek Leon berdiri dari duduknya. Mereka tidak merubah posisi, Aga tetap diposisi depan, seolah-olah menjadi tameng Leon.

"Ngapain lo pada ngobrak-ngabrik tempat gue?!" Sean mendorong Aga, yang membuat Aga hampir terjatuh kebelakang, tapi dengan satu dorongan Aga langsung mendorongnya balik hingga tersungkur.

"Santai! Lo gak liat tempat lo masih rapi?" bentak Aga sambil menunjuk bilik itu dengan dagunya.

Sean memandangnya dengan kesal, "Biasanya yang maju duluan kacung, lo kacungnya si Leon?" lalu ia tertawa merendakan dan sukses membuat Aga terpancing emosi, sedangkan Leon malah kembali duduk santai dengan satu kaki terangkat, sambil memutar-mutar sebuah tambang yang tidak sengaja ditemukannya.

Leon selalu suka sensasi semacam Maki-makian, pelotot-pelototan, emosi, darah, dan segalanya yang berbentuk 'kesakitan'.

Masalahnya sepele. Sean mengadu pada Rey soal status ibunya Leon. Bahkan sebelum semuanya terjadi, kalau saja Sean tidak cari muka pada Rey. Leon tidak akan ringsek kemarin. Bahkan, salah apa juga Leon tidak tahu.

Semuanya kan perbuatan si tante bahagia.

"Dan.. lo kacungnya, Rey?" Leon membuka suara. Mata gelapnya memandang Sean. Semua mendadak menoleh kearah Leon.

Brengsek!

Sean menghampiri Leon dan berhadapan dengannya. Leon masih santai, dia hanya menatap Sean dengan senyum. "Bangs—"

BRAK!
Baru saja Sean ingin menonjok wajah Leon, tapi Aga lebih dulu menarik kerah seragamnya dan membantingnya sampai tersungkur, sementara teman-temannya langsung membantu Sean berdiri.

"Anjing!" Sean berdiri dan hendak memukul Aga, namun sayang Aga lebih cepat ngeles dan malah balik memukul rahang Sean dengan punggung tangannya.

Kalah telak.

Sean terkapar menahan sakit, bibirnya mengeluarkan darah karena tergigit oleh giginya sendiri. Ia merasakan sakit yang teramat sangat pada rahang kirinya. Seharusnya dia sudah ngeh sejak awal kenapa Leon membawa Aga ke sini.

Leon loncat dari duduknya dan memberi isyarat berarti pada Aga. Ke duanya berdiri sejajar sampai Aga mengeluarkan sebuah korek gas dan menyalakan apinya sambil tersenyum. Lalu dilemparnya korek itu ke belakang melewati kepalanya.

I Will be Hereजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें