2.2

25.7K 2.2K 38
                                    

Dia meminum jus manggaku sambil memiringkan kepala ke satu sisi. "Apa?" Ulangnya pura-pura tuli. "Apa tadi aku dengar bawahan yang tidak sopan?"

Aku menghela napas. "Mister! Mister Jackson! Apa anda bisa berhenti membuat saya terkejut setengah mati?"

Dia menahan senyumnya. "Jangan panggil aku Mister Jackson, hanya kakekku yang di panggil Mr. Jackson."

"Kau ucapkan itu ratusan kali! Lain kali kalau ucapkan itu lagi, aku setuju memanggilmu Kakek Ethan."

Dia memutar mutar matanya sambil merentangkan tangan, "Datang ke kakek Dick, sayang."

"Ewwwwhh.." bisikku lalu berbalik menuju konter kafe dan mulai memesan tiga croissant. "Seperti biasa?" Tanya nyonya pemilik kafe yang usianya sudah lanjut.

Aku memberinya senyuman manisku sebagai pelanggan setia, "Ya."

Beberapa saat kemudian saat aku sudah membawa nampan dan selesai membayar, Ethan berjalan di sampingku sambil masih meminum jus mangganya.

Aku meliriknya. "Apa yang kau lakukan? Cari mejamu sendiri."

"Ayolah, Barbie. Biasanya aku gabung dengan Rico."

"It's Marco!" Tukasku. "Kau bahkan tidak ingat nama karyawanmu."

Dia berhenti di tengah kafe dengan wajah ngebossnya. "Ada apa dengan kau ini? Apa kau memang benar punya pacar yang oprasi kebiri?"

"Ethan!" Hampir saja aku melemparkan croissant ke wajahnya. "Apa kau tidak ingat sudah menghabiskan pizzaku? Masalah itu belum selesai. Tidak akan pernah. Jangan berpura-pura tidak ada yang terjadi." Aku berjalan cepat ke mejaku dimana teman-temanku tidak melihat pertengkaranku.

"Itu cuma pizza, Barbara!"

Sebelum aku duduk, aku membisikan sesuatu dengan gerakan mulut yang kentara berarti : "Jangan anggap pizza remeh!"

*****

Pukul tiga setelah pekerjaanku selesai, aku pergi ke toilet dan mencuci tanganku. Merapikan make upku.

Sisa jam terakhir aku terus di ganggu Ethan, dia menyuruhku membuat kopi, lalu menyuruhku membelikannya burger. Tebak, aku perlu dua kali datang ke kafe di sebrang kantor hanya untuk menukar bentuk bawang bombainya. Apa dia tolol? Ya, aku sudah yakin itu.

Tapi aku menurut saja, aku cuma karyawan di sini dan magang. Aku harus punya kelakukan baik satu bulan lagi sampai aku dikontrak. Mudah.

Dan cara terbaik untuk tidak mem-fliff-judo Ethan adalah mengabaikan ucapannya yang menghinaku. Biasanya kalau kami punya awal hari yang bagus, dia akan begitu manis sampai aku tersanjung. Tapi tidak dengan awalan hari yang buruk.

Contohnya bertengkar pizza dan bikini.

"Kau pikir kau siapa, lubang pantat!" Gerutuku sambil menggosokan sabun tangan. "Tentu saja, kau bossku."

Aku mengerang. "Tolol, tolol, tolol!" Aku terus mengulanginya sampai hanya Tuhan yang tahu sampai kapan.

Sumpah, aku tidak akan menemuinya di sisa hari. Aku perlu spa, saloon, dan bathub. Kedengarannya menyenangkan, aku bisa memeras otakku seperti spon. Tidak ada Ethan.

Pintu toilet dibuka. Itu pasti Candice. Dia datang ke toilet untuk mengecek make upnya lebih sering daripada aku mengganti bajuku.

"Aku perlu tumpangan, kau tidak keberatan aku menumpang?" Ujarku sambil mengibas-ngibaskan tanganku yang basah karena air.

Candice tidak menjawab. Dia pasti sibuk dengan make upnya.

Ya ampun, dia cocok menjadi kembaran Aphrodite. Atau asisstantnya.

"Apa kau dengar, Candy?" Aku berbalik dan melihat Ethan di sana. Bukan Candice.

Sialan!

*****

Don't ask why am I updated every chapts was short. I just want to make a cliffhanger every chapter so you guys will always wondering for the next chapterrrrrr mwah.
~Venus

Living With an Idiot Where stories live. Discover now