10 Dia. Yang ku janjikan.

314 11 0
                                    

"Aku ngga akan kesini lagi." Katanya dengan wajah sendu.
"Kenapa? Bali indah. Luar biasa malah." Tanyaku tak percaya.
Dia menatapku, penuh harap.
"Aku mau kesini lagi setelah menikah sama kamu ndre!"
Ahhhhhhh, hatiku luruh mendengar ucapannya. Aku memeluk Tio ku. Liburan semester tiga aku bersamanya, bersama Rossa dan Andika juga. Ada beberapa teman-teman lain juga.

Liburan semester paling berkesan. Karena itu liburan semester terakhir aku bersama Tio.
Tio.... Aku rindu.

Angin senja berhembus lembut, hanya suara-suara ombak yang melepas pergantian waktu. Aku rindu tiga tahun lalu, rasanya masih baru kemarin aku menginjakan kaki ku di Bali, bersama orang-orang spesial dalam hidup ku.
"Indah yah ndre." Aku menengok kesampingku. Ada Rio yang sedang menikmati semilir angin pantai.

Nyatanya sekarang, aku berada di salah satu pantai di Ungasan Bali.
"Banget.... Aku baru kesini Ri." Aku berdecak kagum.
"Aksesnya aja naik trem, turunin tebing yang luar biasa. Sekarang candle light dinner. Arghhhhh romantissssss." aku setengah berteriak memuji.
Rio memang seperti membawa ku ke surga. Tak pernah terbayang bisa datang ke private beach seperti ini. Tapi sayangnya gerakku terbatas karena kaki ku yang masih sakit. Aku jadi lebih banyak diam dan menikmati dengan tenang. Sesekali memang berjalan di tepi pantai, tapi dalam rangkualan Rio. Tidak seleluasa saat aku berjalan sendiri.

Ini surga. Surga yang Bali sembunyikan. Romantis dalam balutan alam yang luarbiasa. Romantis, sangat romantis.
Ratusan lilin kecil mengelilingi tempat kami, tidak banyak orang disini. Itu membuatku jauh lebih nyaman tanpa perasaan canggung, bersama Rio.

"Aku suka tiap kali liat kamu tertawa lepas seperti itu." Katanya memandangku . Aku memperbaiki posisiku, sekarang kutatap juga wajah itu dalam.

"Aku wanita ke berapa yang kamu ajak kesini?" Kataku mengalihkan. Pada akhirnya aku ingin tau, apakah ini spesial untuk satu orang, atau...

"Kamu yang pertama." Aku tersenyum tak percaya.
"Terakhir aku pacaran saat semester satu, dan jalan-jalan hanya seputar Jakarta." Lanjutnya menatap laut kembali.
"Oh yah?"
Dia mengangguk lemah.
Ada luka yang dalam tersimpan dalam hidupnya. Dia, semakin misterius, semakin membuatku ingin menyelam lebih dalam di hidupnya.

"Terus?" Aku menggantung pertanyaanku, begitu tenang, dan seakan sangat siap dengan apapun cerita nya.
"Yah, aku pacaran hampir tigatahun, tapi ternyata dia malah selingkuh dengan orang lain."
Aku tersenyum. Cerita klasik.

"Terus?"
"Aku udah lakuin apa aja untuk dia. Tapi cinta membodohiku."
Aku mengkerutkan kening.
Lama, kita sama-sama diam. Aku tak mau larut dalam cerita masa lalunya. Terlihat jelas luka itu masih membekas di hatinya. Itu kenapa aku memilih diam.
"Kamu?" Tanya nya tiba-tiba, jauh lebih semangat dinadanya.
"Aku?"
"Masalalu kamu?" Jelasnya.
Aku melihatnya sekilas dan kembali lagi menatap kedepan, tapi kali ini terasa kosong. Ada rasa perih dihatiku setiap dipancing tentang masa lalu itu. Faktanya aku tidak pernah pernah menutup cerita tentang Tio. Dia selalu ada.
"Ada, satu-satunya." Jawabku begitu saja.
"Siapa?" Rio semakin tertarik.
Tapi bibirku terasa membeku. Aku tak bisa membuka kisah Tio. Ada saatnya kuceritakan semuanya jika memungkinkan.

Aku tersenyum tegar menatap Rio.
Dia.... Yang menjadi alasanku untuk bangun pagi, untuk melangkah mantap pada tujuanku. Dia, Tio.

"Udah ahh... Itu masa lalu." Kataku memotong. Menyelesaikan pembahasan ini. Dia terlihat kecewa, tapi segera ditutupi dengan senyum manis itu.
Kita terdiam lagi. Menatap kosong kearah laut. Lalu berpindah ke langit luas. Malam ini banyak bintang, tapi bulan itu nampak malu-malu.

MAAFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang