Bab Tiga : Gadis Bulan

Beginne am Anfang
                                    

Namun rasa was-was itu segera hilang seperti dibasuh air dingin, saat wanita itu kembali berpaling tanpa ada reaksi apapun darinya.

Mau tak mau, Adonis bertanya-tanya apa yang sempat melintas di kepala pirang itu saat menatapnya tadi?

Pria berambut gelap itu melangkah ke konter, membuatnya berada hanya satu hasta dari si Ginevra itu. Sembari mengulaskan senyuman miringnya yang biasa, Adonis mengangkat kepala dan bertatapan langsung dengan bartender yang ternyata seorang gadis.

"Satu sloki wiski, yang paling keras yang kaupunya."

Bartender itu, dengan wajah tersembunyi di balik topeng berukir indah, menatapnya aneh dengan mata cokelat bulatnya. "Tuan, kami tidak menyediakan alkohol murni."

Adonis mengerutkan kening. "Gin?"

Gelengan kepala gadis itu menyambutnya.

"Vodka?"

Lagi, gadis itu menggeleng.

"Cognag?"

Lagi-lagi hanya gelengan kepala yang Adonis dapatkan.

"Jadi minuman apa yang kau rekomendasikan di sini?" tanyanya dengan suara rendah, sedikit nada kesal menghiasi suaranya. Bar macam apa yang tidak menyediakan alkohol?

"Hidangkan Blitz, Miles." Satu suara tiba-tiba menyela datar, berbarengan dengan aroma samar musk yang menyeruak dari sisi Adonis. Hempasan kecil membuat Adonis tahu ada seseorang yang tiba-tiba duduk di sebelahnya, dan dari suara itu, Adonis tahu siapa dia.

Rupanya wanita pirang itu menyadari sedikit keanehan di sini.

Gadis bertopeng tadi tergagap saat perintah itu meluncur. "B-baik, Nona."

Bartender itu berlalu, sementara Renaissance kembali menunduk menatap cahaya dari LCD ponsel yang berpedar di tengah keremangan. Melihat itu, Adonis mendorong keberuntungannya lebih jauh, dan berusaha menyapa wanita itu.

"Selamat malam, Nona."

Tak ada jawaban.

Rena malah hanya mendongak sedikit, mengangkat alisnya, dan kembali menatap ponselnya.

Reaksi dingin itu membuat Adonis memutar kursi tingginya dengan kesal, membuatnya menatap langsung sisi kanan dari sosok itu. Pria itu tertegun sesaat waktu menyadari wanita itu lebih dekat dari bayangannya, namun dengan cepat mampu menguasai dirinya sendiri.

Wanita itu ... kecil.

Adonis tidak terlalu ingat bagaimana si Renaissance Ginevra ini dulu, namun ia tidak menyangka wanita itu sekecil itu. Dan lagi, sisi normal pria itu memberi nilai delapan setengah dari sepuluh untuk penampilan Rena—yah, bagaimana benci pun, tak bisa dipungkiri wanita itu tampak menarik.

"Blitz, Tuan." Dengan sopan, bartender tersebut mengangsurkan gelas bertangkai tinggi. Cairan jingga berhias potongan nanas mengisinya, ditemani pula dengan garam yang menempel di pinggiran gelasnya. "Selamat menikmati."

Adonis tersenyum sedikit, dan gadis itu berlalu untuk melayani pelanggan lain. Dengan sangsi, pria itu menempelkan bibir ke pinggiran gelasnya, sebelum pelahan menegak campuran jus dan alkohol yang sangat kecil itu.

Rasanya ... lumayan. Percampuran asamnya nanas dan lemon, berpadu dengan rasa getir samar dari alkohol dan ditutup oleh aksen asin dari pinggiran garamnya. Tidak buruk, namun jelas, bukan favoritnya.

Jujur, Adonis tak terlalu suka cocktail. Minuman cantik seperti itu adalah minuman wanita, dan pria, butuh kadar yang lebih kuat daripada ini.

Talking To The Moon [DISCONTINUED]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt