Part9-TNoH

150 17 0
                                    

Raka bersiap-siap untuk bertemu kedua temannya itu. Ia memakai jaket kesukaannya dan mengambil kunci motornya.

Sesampainya, ternyata Angga dan Lyra sudah lebih dulu disana. Raka langsung mendekati keduanya dan bersalaman.

"Wah songong lu Lyr udah makan duluan," ujar Raka sambil menunjuk ke hidung Lyra.

Lyra melirik Raka. "Abis, lo lama banget sih," ujarnya.

Raka terkekeh dan langsung memesan makanan, perutnya sedikit mengamuk selama perjalanan tadi. Setelah memesan, Raka bertopang dagu sambil memperhatikan Lyra.

"A-apasih lo." Lyra memukul wajah Raka. "Orang lagi makan diliatin tuh risih tau gak?" ujarnya.

"Idih, ganas. Kok lu bisa betah bareng dia terus sih, Ngga?" tanya Raka pada Angga yang dihadiahi gelengan.

"Gue cuman mau tau, cewek di depan gue ini mau ngomong apa sih sampe ngajak ketemu? Padahal biasanya di line juga bisa," ujar Raka membuat Lyra memperlambat kunyahannya dan berhenti.

Lyra menatap Raka, ia ingin memberitahu sesuatu tapi ia takut.

"Oh, ya. Tumben Vira gak diajak," ucap Raka bawel.

Seketika hening, membuat Raka kebingungan.

"Woy, ada apa sih?" tanyanya kesal karena ucapannya nggak direspon.

"Topiknya soal dia sih," balas Angga.

Wajah Raka berubah serius. "Apa? Dia ke Berlin lagi?" tebaknya asal.

Kedua temannya menggeleng. Raka menghembuskan napas pelan dan bersandar nyaman di kursinya. Kemudian ia melipat kedua tangannya di depan dada dan memperhatikan dua orang di depannya dengan tatapan tajam.

Lyra mengembuskan napas pelan. "Jadi-"

"Bentar," potong Angga.

Lyra memutar kedua bola matanya malas dan pandangannya langsung beralih ke Angga. Angga hanya memberikan isyarat pada Lyra agar cewek itu nggak marah. Matanya kembali menatap Raka.

"Kita bikin perjanjian dulu, Ka. Gue gak pengen lo ngelakuin hal yang macem-macem setelah denger cerita dari Lyra," ujar Angga mengingat Raka yang dulu pernah berubah menjadi playboy saat kepindahan Vira.

Raka menyipitkan matanya. "Ngomongin apaan sih?" Tanyanya penasaran.

"Perjanjiannya, lo gak boleh ngelakuin hal negatif yang ngebahayain dan nyakitin diri lo sendiri atau yang nyakitin orang lain," ujar Lyra tanpa menjawab pertanyaan Raka. Angga mengangguk setuju.

Raka memejamkan matanya sebentar kemudian mengangguk pasrah. "Oke, apa?"

Angga dan Lyra saling tatap kemudian kembali menatap Raka.

"Ka," panggil Lyra pelan. "Vira udah punya calon," lanjutnya.

"Calon apa?"

"Ya, calon."

Kening Raka berkerut samar, ia mendengus. "Beneran?" Tanyanya.

Lyra mengangguk. Angga hanya bersandar pada kursinya tanpa merespon apapun namun matanya tetap mengawasi sahabatnya itu.

"Pas di Berlin, dia mikir kalo lo gak akan inget dia lagi, dia juga mikir kalo hubungan kalian ya gitu aja dan gak akan ada lanjutannya karena lo yang gak ngubungin dia selama hampir 3 tahun setelah dia pindah. Jadi, pas dia ketemu cowok ini, dia berani buat nerima," ujar Lyra menjelaskan.

Raka menunduk dalam. Sakit yang ia rasakan kini melebihi sakit saat ia melihat Vira pergi. Pasalnya, Raka pikir ia sudah mendapatkan kesempatannya kembali namun ternyata, ia tidak benar-benar mendapatkannya.

Raka menghembuskan napas gusar kemudian beranjak dari duduknya dan bergegas keluar cafe. Angga memanggil Raka membuat cowok itu berhenti.

"Inget Ka, jangan aneh-aneh," ujar Angga. "Pikir dulu," lanjutnya sambil mengetuk-ngetukkan jarinya ke kepalanya.

Raka hanya mengangguk dan pergi.

Jadi yang gue liat kemarin itu calonnya?
Jadi itu bukan supir?
Jadi itu yang bakal jadi pendamping Vira?
Jadi dia yang gantiin gue?
5 tahun gue nunggu dan pas dia balik....

Pikirannya kacau, sangat amat kacau sampai ia sendiri bingung harus melakukan apa. Raka berhenti di pinggir jalan dan entah itu dimana. Ia mengendarai motornya tanpa tahu arah. Jalanannya begitu sepi, hanya terkadang mobil bak terbuka atau truk pengangkut barang lewat namun sangat jarang.

Raka turun dari motornya dan duduk di trotoar. Ia menunduk sambil menutup wajahnya kemudian menarik rambutnya frustasi.

Ada sesuatu yang membuat hatinya begitu sakit, sesak rasanya. Vira, Vira, Vira begitu terus suara yang berteriak di kepalanya. Tanpa ia sadari, setitik air mata itu jatuh, air mata yang selalu ia tahan sejak kepindahan Vira.

Raka berdiri dan menendang ban motornya kesal. Ia berjalan mondar-mandir. Rasanya ia tak salah menemukan tempat ini.

Ponsel di kantong celananya bergetar, ia mengambilnya.

Vira: Gue tau Lyra udah ngomong. Bisa ketemu gak? Gue ceritain semuanya, Ka.

Raka memasukkan kembali ponselnya tanpa membalas pesan Vira. Ia benar-benar tak tahu harus apa, seperti hilang tujuan hidup.

"Gue pikir gue udah dapet kesempatan kedua, Vir," lirihnya.

Di lain tempat, ada hati serupa yang menangis, ada yang bersandar dan tertunduk diam, ada yang memeluk dirinya dalam.

"Maafin gue, Raka."

---

Special wishes from Kahfi:

9. May Allah bless u. I wish, Allah always take care of u, for me and for our love. -Kahfi-

---

Garing amat tulisan gue:" -author-

01Agsts'16

The New(old) HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang