ii

37 6 1
                                    

Rara meringis saat suara rintihan dari Nathan yang menyakitkan. Ia hanya bisa menunggu di luar karena jika ia masuk ia belum siap disemprot kembali oleh Nathan. Rara tidak bisa membayangkan separah apa tulang Nathan yang patah karena terjatuh. Ah, lagipula tulangnya lebay amat jatoh dikit pake patah segala. Omel Rara dalam hati mencoba untuk mengusir perasaan bersalah yang sangat bukan dirinya. Rara yang orang kenal pasti bermuka tembok dan tidak tahu malu.

Untung saja UKS SMA Martadinatha terbilang cukup lengkap bahkan bisa dibilang lengkap seperti rumah sakit dadakan. Jadi Rara tidak perlu repot- repot membawa Nathan ke rumah sakit. Yang bisa dipastikan Nathan akan mengomel sepanjang perjalanan menyalahkan dirinya yang tidak hati- hati.

Beberapa menit kemudian Nathan keluar dengan arm sling yang menyangga di tangan kirinya. Untung bukan tangan kanan. Rara bersyukur dalam hati. Jika saja tangan kanan yang patah Rara tidak tahu lagi harus menutup telinganya berapa lama.

"Heh kamu, sini."

Oke, siapkan nyali dan penutup telingamu Rara! Rara mencoba untuk menyemangati dirinya untuk kesekian kalinya dan berjalan menghampiri Nathan yang berdiri angkuh di depan pintu UKS.

Nathan menempeleng kepala Rara kebelakang dengan tangan kanannya. Rara hanya bisa meredam emosinya karena ia sadar, ini semua salahnya.

"Gegara kamu, saya jadi kek banci pake beginian." Nathan memulai omelannya dan beruntut terus sampai lima menit berikutnya. Rara hanya bisa diam menunduk dan menghitung berapa kata yang Nathan keluarkan per detik. Ia tidak lagi memperdulikan apa yang Nathan katakan karena Nathan sudah mengatakannya sejak sepuluh detik ia jatuh.

"Udah?"

Nathan melotot dan berdecak kesal, "eh kamu songong ya! Mentang-mentang hari terakhir MOS jadi kayak gini."

Fix, Nathan bisa bersahabat dengan Keia kalau begini sikapnya. Mulut yang nyerocos terus dan juga hobi mendengus seperti anjing. Padahal dengan wajah tampan dan tubuh tegap bisa saja Nathan menjadi cowo tampan dengan sikap dingin-dingin tai ayam seperti yang ada di wattpad.

"Mikirin mesum ya kamu, diem mulu." Nathan menarik dagu Rara dan menatap mata biru Rara. Sejenak Nathan terpesona dan seperti sedang menyelami mata biru terang itu. Nathan bisa merasakan kehampaan dan kerinduan akan seseorang di mata Rara. Tapi, siapa lelaki beruntung itu?

Dengan cepat Rara menepis tangan Nathan dan menatap Nathan tajam. Hal yang paling Rara benci adalah, ia di sentuh oleh orang yang bukan siapa- siapa bahkan Rara tidak mengenali mereka. Toh siapa tahu tangan orang itu mempunyai virus mematikan.

"Gak sopan nyentuh-nyentuh orang!" Sembur Rara, yang disembur hanya terkekeh geli dan menyipitkan matanya. "Bukannya sekolah ini ada peraturan gak boleh pake softlens ya?"

Rara mendecih dan menggerutu dalam hati. Bagaimana bisa ada orang seperti Nathan yang moodnya sering berganti seperti pengidap bipolar? "Mana ada softlens mata saya aja yang bagus kak!" Rara mengucek-ngucek matanya dan memeletkan lidahnya.

"Mata saya juga biru kali!" Gumam Nathan lalu berbalik berjalan menuju kantin. Rara melongo melihat Nathan yang berlalu bergitu saja. "Udah? Masalahnya beres?" Rara bergumam sendiri dan berjalan kembali ke lapangan.

***

"Ra! Ra!" Rara menoleh pada Tessa yang sedari tadi memanggilnya, "apaan?" Tessa memundurkan tubuhnya dan memajukannya lagi, "santai coy!"

Rara merotasikan matanya lalu menyeruput es jeruk yang dibungkus plastik bening. Rara sangat membenci olahraga apalagi futsal. Dan lagi Nathan tadi mengerjainya habis-habisan. Dibilang salah teknik menendang lah, dan lainnya yang membuat Rara benar-benar muak.

"Lo berhasil buat satu sekolah heboh, Ra." Ujar Tessa dengan nada yang tidak santai. Tangannya memukul-mukul meja layaknya drum. Mata cokelat tua Tessa menatap Rara berbinar-biar seolah Rara adalah idola Tessa yang Tessa selalu elu-elukan.

"Apaan sih?" Rara membenarkan anak-anak rambut yang mencuat ke jepitan badainya. Sesekali mata Rara melirik jengah Tessa yang masih memandangnya.

"For God's sake, lo baru aja matahin tangan seorang Jonathan, Raquedefa!" Tessa berteriak kencang membuat seluruh penjuru kantin kelas 10 menatap ke arah mereka berdua. Rara tersenyum meminta maaf dan menggumamkan maaf tanpa suara.

"Jonathan sape sih?" Tessa hampir saja menyemburkan kuah baso yang baru ia masukkan ke mulut. "Lo gak tau Kak Jonathan?"

Rara mengangguk malas seraya mengunyah bala-bala dengan penuh hati-hati. FYI, bala-bala SMA Martadinatha adalah bala-bala yang rasanya paling juara di seluruh SMA.

"Yang lo patahin ta―

"Berhenti bilang gue yang matahin tangan itu kakak kelas! Gue gak sengaja nyengkat astaga! Gue sumpel pake aseton juga lo!"

Tessa berdecak ngeri, "oke oke! Yang gak sengaja lo patahin tangannya itu Jonathan Safrizal Wijaya! Yang gue bilang gantengnya melebihi Alka!"

"Kok gue liatnya b aja?" Tessa menggelengkan kepalanya lalu menoyor kepala Rara. "Ya iya lah, orang di otak lo cuma ada 'Alka udah makan belum ya?' 'Alka mandi pake sabun apa ya?' 'Dia inget buang bungkus shampo gak ya?' najis lo."

"Tai lo," Rara mengusap ujung matanya yang berair karena gehu yang ia makan terlalu pedas. "Tau aja isi otak gue."

***

yeay part ini akhirnya berhasil diselesaikan dengan pemaksaan dan penekanan rasa malas. Udah masuk sekolah aja ye, udah hari kamis aja ye. BTW, aku libur loh ga tau gegara apa HAHAHA.

oh iye, lagi viral banget ya masalah cyberbullying. cuma mau bilang, kalau gak suka atau bahkan benci sama orang jangan sampe niat bikin acc sosmed yg mengkritik atau bahkan menjurus ke menghina. tbh, aku ngefollow tiga dari acc yg mengkritik itu dan cuma bisa ketawa ngebaca comment-commentnya oh iye, aku ngelike beberapa foto juga ding. aku juga rada gak sreg sama beberapa orang di sosmed. tp, kembali lagi, itu hidup mereka siapa aku ngurusin tu hidup orang. mengingatkan boleh, tapi jangan menghina bahkan sampe niat bikin acc. dulu aku suka ghibahin doi kok ke temen-temen tapi akhirnya aku disadarin kalau, aku gak dapet apa-apa dengan ghibahin dia dan menghina dia.

Halah a/n gue lebih panjang daripada ceritanya.

Regards,

a-nyctophilia.

Wait WhatWo Geschichten leben. Entdecke jetzt