lima belas [spesial Wonwoo POV]

10K 1.9K 139
                                    

Aku masih ingat dengan jelas pertemuan pertama kami. 22 Februari 2014, tepat saat sekolahku mengadakan camping. Kegiatan yang sangat aku benci, tapi berhasil mempertemukanku dengan perempuan yang sangat aku sayangi.

Dulu aku hanya bisa menikmati keindahan wajahnya dari kejauhan. Mengamati dia tersenyum dari pintu kelasku yang berseberangan dengan pintu kelasnya.

Sampai pada akhirnya kami ditakdirkan ada di kelas yang sama. Dadaku bergetar hebat. Aku senang dan juga gugup, apalagi kami duduk bersebelahan. Yang aku lakukan hanya menatap lapangan sekolah dari jendela kelas sepanjang hari. Mataku lemah saat menatapnya. Aku tidak bisa.

Aku selalu bicara kasar padanya. Aku selalu menghindarinya, terutama saat dia memohon padaku untuk membantunya masalah pensi. Aku selalu melakukan hal menjengkelkan. Semua aku lakukan untuk menutupi kegugupan sialan yang selalu menderaku saat dia ada di hadapanku.

"Jadilah pacarku, hanya di depan Mina."

Aku tahu, kalimat itu adalah kalimat terbrengsek yang pernah aku lontarkan. Bagaimana bisa aku mempermainkan dia? Jadi pacar palsu? Aku memang brengsek. Pengecut.

Andai kalimat 'hanya di depan Mina' tidak pernah aku lontarkan. Andai aku berani mendekatinya sebagai laki-laki sejati. Andai.

Sekarang, apa aku bahagia dengan hubungan ini?

Otak kananku bilang iya, otak kiriku bilang tidak. Otak kananku terus berkata; berhenti permainkan perasaannya. Dia telah memiliki Mingyu, sedangkan otak kiriku memerintah; jangan lepaskan dia! Kau menyukainya jauh sebelum dia pacaran dengan Mingyu.

Aku mendesah pelan. Mataku menatap langit malam sambil menerawang jauh. Maaf, kurasa otak kiriku menang. Biarkan aku jadi si brengsek Wonwoo sampai waktuku habis. Biarkan aku menjalankan kebahagiaan semu ini.

***


Mobilku berhenti di rumahnya yang tidak terlalu besar, tapi sangat aku rindukan. Masakan ibunya, kelucuan ayahnya, keluguan Hanna. Aku ingin merasakan semuanya setiap hari.

"O-oh, nak Wonwoo."

Aku membungkuk pada ibunya Hanna. Beliau menggaruk rambutnya, bingung.

"Hanna ada? Aku mau mengajaknya berangkat sekolah bersama."

"Maaf, nak. Dia sudah berangkat pagi-pagi."

Aku menyerngit. Dia menghindariku lagi?

Setelah berpamitan, aku segera membawa mobilku menuju sekolah dengan kecepatan luar biasa. Aku tidak bisa menunggu. Waktuku tinggal enam hari dan dia malah menghindariku! Menyebalkan.

Begitu mobilku terparkir di pelataran sekolah, aku langsung bergegas ke kelas. Benar saja, dia ada di bangkunya.

"Kau menghindariku lagi?" hardikku.

Hanna mengangkat kepalanya lalu menerjapkan matanya berkali-kali. Oke, kuakui aku terlalu kasar tadi.

"A-aku tidak melakukannya," jawabnya pelan, sedikit terbata.

Dia segera berdiri dari bangkunya, berusaha menghindariku--lagi.

"Mau kemana?" tanyaku sambil mencengkeram pergelangan tangannya.

"Kamar mandi."

Diapun benar-benar pergi meninggalkan kelas. Persetan dengan tatapan orang lain, masa bodoh dengan tasku yang masih tersampir di pundak. Aku segera lari mengejarnya.

"Kau masih ingat perjanjian kita kan? Kalau kau--"

"Jeon Wonwoo!"

Aku terdiam mendengar suaranya. Dia membentakku. Tangannya menghempaskan tanganku yang mencengkramnya erat. Matanya menatapku tajam.

TSUNDERE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang