8

4.7K 259 10
                                    

Udara terlihat masih sejuk. Embun pagi di ujung dedaunan turun perlahan menetesi bumi. Ini hari pertama kami pergi ke sekolah bersama. Di dalam mobil Naruto, aku merasakan hawa dingin terus menyentuhku. Aku memandanginya dari samping. Dia begitu tampan. Semua yang ada padanya seperti magnet yang selalu menarik. Menjadi kekasihnya adalah hal yang paling membuatku bahagia saat ini. Naruto hanya menyetir dengan satu tangan. Tangan yang satunya lagi masih memegangku dengan sempurna. Dingin yang sempurna.

"Naruto, ada yang ingin kutanyakan" Entah kenapa, tiba-tiba saja ada pertanyaan yang terlintas di kepalaku.

"Tentang apa?"

"Tentang darah, apa kalian menghisap seluruh jenis darah?"

"Kenapa? Kau takut?"

"Tidak, aku hanya penasaran"

"Seharusnya iya. Tapi keluargaku hanya menghisap darah penjahat."

"Penjahat? Jadi pria waktu itu...."

"Ya. Dia penjahat. Dia narapidana yang kabur dari tahanan."

Bagaimana kalau dia narapidana yang sebenarnya tidak bersalah."

"Kami bisa mengetahui secara pasti tentangnya. Pria itu benar-benar penjahat. Jika saat itu aku tidak membunuhnya, mungkin pada malam hari akan terjadi ledakan bom di suatu daerah."

"Oh begitu, aku mengerti sekarang. Boleh aku tanya satu hal lagi?"

"Silahkan."

"Kenapa waktu itu kau menaiki bis? Padahal kenyataannya kau punya mobil."

"Itu strategiku...."

"Begitukah? Oh ya. Jadi, sejak awal kau tidak pernah menginginkan darahku?"

"Pengecualian untukmu Hinata."

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."

"Sejak awal melihatmu, nafsuku sangat menginginkan darahmu. Aku harus berjuang sekuat tenaga melawan nafsu yang nantinya akan membahayakanmu. Darahmu sangat lezat Hinata. Darah yang begitu hangat." Naruto menatap mataku dalam. Tangannya menyentuh pipiku dengan lembut. Kami sudah sampai di sekolah. Tidak satupun di antara kami yang turun dari mobil.

"Sebenarnya sejak aku mulai menyadari kembali tentang identitasku, aku juga selalu ingin menghisap jiwamu tiap kali bertemu. Sama sepertimu, aku harus berperang melawan nafsuku yang terus menginginkan jiwamu. Jiwa dingin yang juga sangat lezat."

"Kenapa kau tidak menghisapnya? Kenapa kau tidak menghisap jiwaku? Tidak akan ada hal buruk yang terjadi kalau kau menghisap sedikit dari jiwaku."

"Iya. Tapi aku tidak yakin hanya menghisapnya sedikit. Jiwamu terlalu lezat. Nafsuku tidak hanya menginginkannya sedikit. Dia akan menghisap jiwa itu sampai habis kalau sudah merasakannya. Kalau jiwamu habis, kau akan mati."

"Kalau begitu, berarti kita saat ini sama-sama berjuang mengalahkan nafsu yang ingin membahayakan satu sama lain?" tanyanya lembut namun pasti.

"Emmm. . .. Naruto, aku ingin menjadi sepertimu. Hanya itu cara satu- satunya agar kita tidak saling membahayakan. Saat ini mungkin kita masih bisa bertahan melawan nafu kita. Tapi apa selamanya kita mampu bertahan melawan nafsu ini?"

"Kita mampu, Hinata! Sudah, ayo kita turun." Naruto membuka pintu mobilnya. Dia menghentikan pembicaraan ini. Aku hanya bisa diam. Air mataku perlahan menetes berjatuhan.

Naruto membukakan pintu untukku. Tangannya membantuku keluar dari mobil. "Hapus air matamu, Hime." Tangan Naruto mengusap pipiku yang sudah basah. "Ini hari pertama untuk kita. Tersenyumlah Hinataku!"

Naruto merangkul bahuku. Seluruh mata melihat kami. Bumi seakan berhenti berputar. Semuanya terdiam dan menghentikan aktifitas. Suasana ini membuatku merasa sulit untuk menelan ludah. Udara terasa susah untuk dihirup maupun dihembuskan. Kebekuan seakan menjalar kencang di sekolah ini. Aku mencoba ingin keluar dari rangkulan Naruto, namun Naruto justru menarikku merapat ke tubuhnya. Seluruh wajah gadis di sekolah ini semakin memerah, seolah seluruh darah mereka mengumpul semua di wajah. Begitukah sensasi ketampanan Naruto? Semua gadis di sekolah ini menatapku seolah ingin menebasku menjadi dua. Sebenarnya ini wajar. Belakangan ini, Naruto memang menjadi pangeran paling tampan di sekolah. Dia cukup populer. Semua gadis ingin menjadi kekasihnya. Tapi sekarang, semua harapan mereka putus karena Naruto sudah memilihku. Naruto terus merangkul bahuku. Rangkulan itu memang cara paling jitu untuk memproklamasikan tentang hubungan kami.

"Kalian sudah pacaran?" Sara langsung mendatangi kami saat sampai di kelas. Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaanya.

"Aku tidak menyangkanya. Selamat ya!" Sepertinya Mitsuki sudah dapat menyimpulkan senyumanku

"Arigato."

"Kalau begitu, aku dan Sara sebaiknya keluar dulu ya . . . kami tidak ingin menganggu. Bye."

"Hinata!" Ada yang memanggilku. Aku melihat ke arah pintu.

"Gaara? Ada apa?"

"Kemarilah! Ada yang ingin kubicarakan" Ucapan Gaara begitu datar namun dia terlihat sangat serius."Kau pacaran dengannya?" tanyanya saat kami sudah duduk di luar kelas.

"Ya. Ada masalah dengan hubungan kami?"

"Tentu. Dia siswa baru di sekolah ini. Kau baru mengenalnya beberapa hari ini kan? Tapi kenapa kau begitu mudah tertarik dengannya? Aku kira kau berbeda dari gadis lainnya. Ternyata kau sama? Kau seperti murahan. Mudah menjalin hubungan dengan laki-laki yang baru saja kau kenal. Kau tidak ada bedanya dengan gadis yang lain."

"CUKUP!!" teriakku sambil melayangkan tangan ingin menamparnya. Namun Tangan Naruto lebih dulu menahanku.

"Dia sahabatmu. Kau tidak boleh menamparnya." Naruto menjauhkan tanganku, "dan kau...." Mata Naruto menusuk Gaara tajam. Gaara menghebuskan nafas panjang "Baiklah. Sepertinya ada kesalah pahaman di sini. Aku dan Hinata sudah kenal sejak lama bukan baru beberapa hari.

Jadi jangan menilai Hinata serendah itu!" Naruto menarik tanganku. "Ayo kita pergi!"














Bersambung...

Vote & comentnya...

Faflei Dan VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang