Sepuluh

10.8K 935 39
                                    

"Oh silakan, Bu Seva Libria." Kata Anan yang duduk di sofa singel menghadap pintu masuk sambil tersenyum.

Seva sudah merasa takut-takut saat mendapat kabar bahwa pemilik hotel tempat dia bekerja memanggilnya. Namun sekarang dia menjadi sangat terkejut saat big bossnya itu sedang duduk bersama seorang laki-laki yang sudah sangat mempengaruhi kehidupannya setengah tahun ini.

"Pak Breema?" Ucap Seva lirih dengan mata melebar dan bibir terbuka sedikit.

Dia menghentikan langkahnya tepat saat Breema menoleh untuk menatapnya. Pikiran Seva menyalang pada kejadian enam bulan lalu dimana kecelakaan mobil yang melibatkan Breema sebagai korban tepat berada di depan matanya. Dia juga mengetahui keadaan Breema yang koma dan berbagai komplikasi trauma hingga harus dipindahkan ke California. Tapi sekarang yang ada di depannya sungguh seorang Breema persis pertama kali dia bertemu di pernikahan Alex dan Indah.

Breema tersenyum ramah pada Seva. Tangan kanannya meraih elbow walking stick yang disandarkan pada sisi sofa lalu digunakan untuk membantunya berdiri dan berjalan. Seva yang melihat itu langsung bertambah terkejut mana kala melihat Breema berjalan ke arahnya dengan bantuan tongkat satu kaki itu.

"Halo, Seva Libria. Really nice to meet you, again." Sapa Breema sambil mengulurkan tangan kanannya.

Seva masih mematung menatap sosok makhluk adam di hadapannya. Dia merasa baru kemarin melihat Breema masih terbujur tak berdaya di tempat tidur rumah sakit dengan berbagai macam alat kesehatan menancap di tubuhnya. Dan sekarang yang dia lihat Breema berdiri di hadapannya dengan wajah berseri bahagia namun harus menggunakan alat bantu untuk berdiri maupun berjalan.

Sekali lagi Breema tersenyum lalu meraih tangan kanan Seva untuk disalami membuat sang pemilik tangan terlonjak kaget.

"Thank you so much, Seva Libria. You saved me." Kata Breema menjabat erat tangan Seva.

Seva tersadar lalu tersenyum kecil. "Just Seva. Nice to meet you too and... that wasn't problem."

"Tapi karena saya, Anda jadi mendapat banyak masalah. Saya tidak tahu harus membalasnya seperti apa."

"Just... always healty for me." Jawab Seva asal karena dia merasa canggung dengan situasi ini.

Mendengar jawaban Seva itu membuat gemuruh di hati Breema. Darahnya berdesir dan jantungnya berdetak lebih cepat. Diperhatikannya wajah Seva lekat yang sedang mencoba mencetak seulas senyum luwes namun kentara gagal dan lebih terlihat aneh di mata Breema. Tapi dia suka.

*

Seva melempar tubuh ke sofa panjang ruang tengah saat tiba di rumahnya. Dia menggerak-gerakkan lehernya yang terasa sangat pegal. Lalu terdengar suara pemberitahuan email masuk ke ponselnya. Dia merogoh tas kantornya untuk mengambil ponsel dan menekan tombol lock. Dia terkejut mendapati gambar lock screen ponselnya adalah foto dia dengan Brama saat di Lawang Sewu. Memang dia sendiri yang memasang foto itu karena setelah dari Semarang Brama benar-benar langsung menghilang dari hidupnya bahkan tanpa berpamitan dengan rekan-rekan kantor. Seva merasa kehilangan dan rindu. Maka dia putuskan untuk memasang foto itu di ponselnya.

"Where are you, Nyu?" Guman Seva sambil mengusap layar ponselnya dengan ibu jari.

Lalu Seva membuka email yang dikirim dari Breema. Dia langsung menegapkan posisi duduknya dan mengerjap-ngerjapkan mata.

"Breema? Dapat darimana emailku? Oh, dia teman Pak Anan."

Selesai menganalisa perkiraan bagaimana Breema bisa mendapat alamat emailnya, dia segera membuka pesan email tersebut.

I Love You but I'm AfraidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang