Empat

12.6K 974 21
                                    

Brama

Malam kecelakaan di rumah sakit

Aku sedang mengambil air dingin di lemari pendingin dapur apartemen adik dampitku, Bian. Ini sudah menunjukkan pukul 00.45 saat aku tiba dari acara pesta bujang seorang kerabat. Seminggu ini aku dilibur tugaskan setelah melakukan pelatihan gabungan.

Blaamm!! Suara pintu kamar yang Bian banting sukses membuatku kaget hingga menumpahkan semua air yang ada di mulutku dan membasahi kemejaku. Bian terlihat sangat buru-buru dengan mencari-cari entah apa di sekitar meja televisi plasmanya.

"Ngapain, dek?" Tanyaku sambil meletakkan kembali botol air ke lemari pendingin.

"Kak, kunci mobil dong. Urgent nih!" Desaknya padaku dengan nada dan eskpresi yang benar-benar mengisyaratkan ada sesuatu yang terjadi.

"Mau kemana malem-malem gini?" Tanyaku sambil merogoh saku celana jeansku untuk mengambil kunci mobil.

"Ada pasien gawat darurat harus segera aku operasi." Bian hampir mendapatkan kunci mobilku sebelum aku kembali menyimpannya dalam genggaman tanganku.

"Aku anterin." Kataku yang mendapat anggukan kepala dari Bian.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit Bian terus menelpon pihak rumah sakit untuk mengetahui bagaimana keadaan pasiennya itu.

"Di rumah sakit itu Cuma kamu dokter bedahnya? Apa nggak ada yang jaga?" Tanyaku dengan sedikit meliriknya dan fokus menyetir saat dia mengakhiri panggilannya.

"Ada sih, kak. Tapi pasien VIP. Katanya sih anaknya orang gede. Makanya nggak mau kasih sembarang dokter. Bahkan ini operasinya udah dimulai daritadi tapi mereka tetep butuh aku." Jawabnya dengan terus mengetik pesan di ponselnya.

"Oh gitu." Hanya itu yang bisa aku katakan.

Aku cukup tahu bagaimana adik dampitku ini bekerja sebagai dokter ahli bedah. Pekerjaannya yang sudah keren menjadi tambah keren karena dia adalah satu-satunya dokter spesialis bedah di usia muda yang menjadi tangan kanan kepala dibidangnya untuk menangani pasien-pasien khusus yang mereka sebut VIP.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di rumah sakit karena Bian memang sengaja tinggal di apartemen yang terjangkau dari rumah sakit tempat dia bekerja.

Aku baru akan menghentikan mobil di depan pintu gawat darurat namun Bian tiba-tiba membuka pintu mobil dan langsung melompat lalu berlari masuk ke ruang IGD.

"Woe!! Bahaya!!" Teriakku yang jelas tidak gubris.

Aku meraih pintu yang belum ditutup Bian dan hendak langsung pulang karena aku tahu kalau operasi pasti waktunya lama. Namun disaat yang bersamaan aku melihat pak Bayu, kepala Kapolda Jawa Timur dengan banyak polisi sedang dikelilingi banyak wartawan. Aku penasaran apa yang sedang beliau lakukan dijam segini? Apa ada kasus berat?

Lalu aku memutuskan untuk memarkirkan mobil dan berjalan menghampirinya namun tidak langsung mendekat karena aku bisa melihat bahwa pak Bayu sedang melakukan wawancara.

Ditempatnya, pak Bayu menyadari keberadaanku dan menganggukkan kepalannya, lalu kembali menjawab pertanyaan para wartawan.

"Senang bertemu denganmu, Bram." Sapa pak Bayu dengan menjabat erat tanganku saat kami sudah berada di dalam lobi rumah sakit.

"Sama-sama, pak. Apa yang terjadi?" Tanyaku langsung setelah membalas jabatan tangannya.

"Sementara ini kami sebut kecelakaan tunggal di tol. Korbannya presiden direktur utama Sasword Jaya Indonesia Migas, Breemastya Alan Sasongko." Terangnya sambil melirik ke pintu kaca luar yang memperlihatkan banyaknya wartawan masih duduk untuk menunggu info.

I Love You but I'm AfraidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang