3. Rentenir

78.8K 6.9K 860
                                    

Bagian Tiga

Kalau saja Arella jago berantem, dia bakalan langsung nonjok Ferrel di depan umum sekarang juga.

Tapi sayangnya, khayalan ya cuma sekedar khayalan belaka. Menatapnya saja nggak berani, apalagi kalau diharuskan berantem sama Ferrel di depan umum.

Mati sebelum berantem, iya.

Arella meneguk salivanya sebelum membalas perkataan Ferrel, menatap Ferrel dalam-dalam dan berakhir dengan mengalihkan pandangannya karena takut Ferrel balas menatapnya. Namun ternyata cowok dengan perawakan tinggi menjulang itu mendahuluinya dalam berkata.

"Tujuh belas juta delapan ratus."

Dan Ferrel langsung berlalu pergi meninggalkannya begitu saja.

Mata Arella hampir saja copot, keluar dari tempatnya begitu mendengar pernyataan yang Ferrel ajukan kepadanya. Apa itu biaya servis mobil Ferrel? Semahal itu?


Arella mendumal dalam hati sembari merengut kesal. Ia merunduk dan memunguti buku-bukunya yang berserakkan.

"Lagian anak sekolah aja gaya-gayaan bawa mobil mahal segala." Arella menggerutu terus, padahal hatinya tengah direlum panik yang luar biasa.

Tangannya bergerak menutup pintu loker setelah semuanya dirasa beres. Meraih tas dan menuju ke dalam kelas.

Di perjalanan menuju kelas, pikiran Arella menerawang. Apa separah itu kerusakan yang dirinya sebabkan? Sampai-sampai memakan uang belasan juta seperti itu. Lagi pula, Arella tidak mungkin minta uang kepada Mamanya tiba-tiba begini. Apalagi sebanyak itu. Bisa-bisa dia dipecat jadi anak.


Tangan Arella meraih ponselnya, dan mencari sekiranya nama rumah sakit dan orang yang membutuhkan donor ginjal secepatnya.

***

Seisi sekolah sedang dibuat ricuh.

Bagaimana tidak? Ferrel Ravaro, the most wanted boy di sekolah, dan kapten basket kebanggaan SMA Dirgahayu dengan sejuta pesonanya, baru saja dilempari uang receh dua ribuan tepat di tengah-tengah lapangan saat jam pulang sekolah.

Pulang sekolah bagi anak SMA bukanlah waktunya untuk benar-benar pulang ke rumah—terlebih bagi siswa SMA Dirgahayu yang hobi nongkrong, tetapi selesai dan bebas dari jam sekolah, kemudian keluyuran main di sekitaran sekolah atau bahkan di luar.

Itu juga yang dilakukan Ferrel dan kawanannya. Bermain basket di lapangan sembari mengisi waktu bosan mereka, karena kelas dua belas sebentar lagi akan benar-benar berhenti dalam melaksanakan kegiatan ekstrakulikuler.

Tapi, siapa yang sangka di saat Ferrel tengah berlari mengejar bola basket yang berada di tangan Sandi, dan saat sekolah masih dalam kondisi ramai-ramainya karena pulang sekolah dan hampir semuanya di koridor, Ferrel malah justru kehujanan uang.

Rejeki nomplok? Sama sekali bukan.

Malu-maluin? Banget.

Ferrel kejatuhan uang dua ribuan kusut beserta beberapa lembar uang lima ribu. Membuat wajahnya panas memerah karena meredam emosi. Ia mendongakkan kepalanya dan melihat Arella dari lantai dua tengah menumpahkan seluruh isi tas kecilnya ke arah Ferrel.

Catastrophe [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang