41. Ruang Kendali

Mulai dari awal
                                    

Pak Riza beringsut mundur dan menekan tombol lagi, menutup sel-sel itu kembali ke dalam dinding besi. Sampai di detik-detik terakhir, cakar-cakar hitam mereka masih terus keluar dari jeruji seakan tak ingin membiarkan kami kabur. Darah yang keluar dari mulut mereka yang kini tanpa taring tak sama sekali digubris makhluk-makhluk itu. Mereka terus menatap ke arah kami berdua dengan sorot mata hewani yang tak berakal, seakan-akan inilah pertama kalinya mereka melihat makanan di depan mata.

Ketika lapisan besi itu menutup sepenuhnya, barulah aku sadar, lapisan besi yang lain bergetar, samar-samar mengeluarkan suara yang sama dengan lapisan besi yang baru saja terbuka. Semua suara itu datang dari dinding, seluruh dinding, dari atas hingga ke bawah, kanan maupun kiri, dari ujung hingga ujung lorong di sisi lain sana.

Astaga.

"Agatya." pak Riza menjelaskan dengan tenang sambil membersihkan darah yang mengotori seragam dinasnya. "Para perintih."

Itu jawaban dari pertanyaanku sebelumnya, pertanyaan yang secara tak sengaja meluncur dan belum terjawab. "Mereka..." Aku menatap pak Riza dan dinding yang masih bergetar itu berganti-gantian. Masih tidak mengerti. "Mereka... dari mana?"

"Dari mana-mana. Aruna produk gagal, generasi pertama, semuanya," pak Riza menjawab, lagi-lagi dengan tenang. Beliau menyisir seluruh lapisan besi itu dengan wajah datar.

Pikiranku masih berusaha mencerna ucapan itu tapi gagal. Seluruh penjelasan pak Riza mengantri di dalam kepalaku untuk terjawab. Mataku turun, beralih ke organ penyengat yang kini sudah diam tak bergerak.

"Ini... aruna?" Aku menatap organ itu dengan tak percaya. Aruna yang dikenal sebagai monster berwajah malaikat, bisa menjadi makhluk seperti di dalam sana?

"Yang diberi makan darah dari tubuh spesies langka itu." Apa? "Jangan sampai tergigit. Bagi manusia, taring mereka memiliki efek melumpuhkan yang lebih cepat dari aruna biasa." Pak Riza beranjak pergi. "Mereka memang tampak liar, tapi mereka jinak oleh satu hal dan hanya satu. Itu yang kami berusaha cari hingga sekarang. Menemukan benda yang kami cari itu adalah tujuan tur panjangmu malam ini."

Aku berjalan mengikuti langkah ringan pak Riza dengan langkah seberat besi satu ton. Sungguh, seluruh otot di tungkaiku lemas, terhisap habis oleh pemandangan mengerikan tadi. Ini pertama kalinya aku melihat makhluk aneh tak terdefinisikan seperti itu dan hampir saja mati dalam serangan pertama.

Aruna menjadi seperti itu karena meminum darah spesies langka?

Mulutku baru saja akan bertanya lebih jauh ketika pak Riza berbalik. "Sebagai ranking S, ini menjadi bagian dari tugas dan bebanmu. Aku menunjukkan semua ini karena merasa kamu sudah menjadi bagian dari kami sekarang. Dan sebagai bagian dari kami, kamu harus melakukan apa yang kamu bisa untuk kami."

Firasatku jelek soal ini. "Apa... yang bisa saya lakukan?"

"Seharusnya kamu sudah tahu." Pak Riza berbalik dan melangkah pergi.

Dalam hati, aku mengetahui jawaban dari pertanyaanku barusan. Apa yang harus kulakukan untuk Komite adalah mencari apa yang dicari oleh Komite dan belum ketemu hingga sekarang, sesuatu yang mereka rasa mungkin dapat menjadi kunci untuk mengandalikan makhluk-makhluk itu.

Jika dugaanku benar, aku ditugaskan untuk menemukan kepala spesies langka itu.

***

Pagi hari ini adalah pagi terberat yang pernah datang.

Kata-kata pak Riza berdengung tak henti di kepalaku selama semalaman penuh. Berbaring di dipan, kepalaku disesaki berbagai pikiran dari tur panjang semalam: beban jabatanku sebagai ranking S, rahasia yang disimpan di penjara ini yang kemungkinan tidak diketahui kecuali para ranking S, lalu sebelum ini aku juga diberitahu klasifikasi yang hanya diketahui jajaran ranking S dan petinggi Komite, dan sekarang aku terjebak misi harus mencari kepala makhluk tak jelas tanpa ada petunjuk apapun.

Blood and FaithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang