Photograph XI

119 13 2
                                    

Dini - andinisri05 (3,85/5)

***

Selamat Tinggal, Kenangan!

***

Malam semakin larut. Aku masih menatap soal yang kebanyakan berisi deretan angka di depanku dengan frustasi. Sudah berkali-kali aku mencoba untuk menjawab soal itu, tapi berkali-kali pula tak kutemukan jawaban dari hasil coretanku. Ah, kenapa soal matematika selalu saja sulit dikerjakan dibandingkan dengan contoh soal yang diberikan oleh guru?!

Sudahlah, tak ada gunanya aku menggerutu seperti ini.

Kurapihkan buku-buku dan kertas yang berserakan di meja belajarku. Lebih baik gue tanya Lea besok, deh, pikirku. Walaupun, ada kemungkinan lebih praktis jika aku menyalin jawaban temanku yang satu itu. Oke, maafkan otakku yang berpikir pendek ini.

Ketika aku meletakkan buku tugas di lemari kaca, mataku melirik ke arah sebuah foto dalam figura yang sengaja ku letakkan tersembunyi dibalik tumpukan novelku. Aku meraihnya dan menatapnya lama. Dua orang berlawanan jenis yang tampak bahagia dalam foto itu membuat mataku memanas. Entah kenapa setiap melihat foto itu aku mendadak mellow seperti ini.

Tanganku terulur untuk menyentuh permukaan foto lelaki berwajah manis yang menatap ke arah kamera. Senyuman kecil yang terukir di bibirnya membuat kesan manis semakin lekat dalam wajahnya.

"Apa kabar?" gumamku seraya mengelus permukaan wajah dalam foto itu seakan aku benar-benar merasakan dia ada di hadapanku. Tanpa sadar kepingan-kepingan kenangan yang kulewati bersamanya mulai berkeliaran bersamaan dengan satu tetes air mata yang jatuh di pipiku.

"Cemberut mulu. Kenapa lo?" tanyanya ketika ikut duduk di sampingku.

"Ah, lo lagi. Pergi sana! Tambah bete gue liat muka lo."

Dia menggelengkan kepalanya seraya menatap heran ke arahku. "Harusnya lo nikmatin aja wajah manis gue ini biar bete lo ilang. Lo itu nggak bersyukur banget gitu."

"Ngarep lo," ucapku menjulurkan lidah ke arahnya. "Dasar narsis."

"Fakta, Ris. Udah lo ngaku aja. Jangan sok-sokan nggak ngakuin di depan gue, eh pas di belakang gue lo malah ikutan jadi fangirl bareng fans gue."

"Dih."

Dan dengan kehadirannya itu, badmood yang tengah kurasakan dalam sekejap hilang entah kemana tanpa kusadari.

Dia dan tingkahnya yang selalu membuatku hanyut.

"Kayak bocah aja mau makan harus ditemenin. Untung aja lo nggak minta disuapin," komentarku ketika ia baru saja mendapat pesanan makanannya dan duduk berhadapan denganku.

"Bener juga," katanya seakan teringat sesuatu. "Mau dong disuapin sama Mama Riska."

"Ew, Dan."

Ia tertawa, sedangkan aku mendengus. Aku melirik makanan yang dipesannya. "Tumbenan juga lo mau makan soto?"

"Suka-suka gue, sih. Emang lo doang yang boleh makan soto?"

Aku memutar bola mata ketika mendengar jawabannya. Rasanya aku menyesal telah melemparkan pertanyaan itu padanya.

Dering ponsel membuatku mengalihkan perhatian pada ponselnya di atas meja. Ia mengeceknya dan mendengus. "Gue bahkan belum makan sesuap pun soto ini. Ris, lo aja yang makan sotonya, ya? Kan lo lagi nganggur, tuh. Dari tadi cuman ngeliatin gue aja.Gue harus buru-buru kumpul."

Ketika ia mulai melesat pergi, aku membulatkan mata. "Faldan!"

"Dimakan, Ris," teriaknya di tengah keramaian kantin sebelum ia menghilang dari pandanganku.

PhotographWhere stories live. Discover now