Photograph III

175 23 15
                                    

Intan - bluesgirl10 (4,6/5)

***

"Aku tunggu di mobil, ya. Jangan lama-lama." Senyum Rumi mengembang indah. Senyuman yang sedari dulu selalu kusuka.

Aku mengangguk pelan sembari tersenyum simpul. Aku pun beranjak dari mobil dan menuju kamar. Mengambil berkas yang tertinggal.

Sesampaiku di kamar, bau parfum milik Rumi menyeruak. Bau maskulin yang sedari dulu kudambakan.

Kubuka lemariku, dan mulai mencari berkas yang kubutuhkan. Kupilah semua berkas yang bertumpukan di lemari, tapi tak kutemukan. Kutarik laci lemariku, dan map berawarna biru muncul. Ah, itu dia. Kuambil map tersebut, dan hendak menutupnya. Tapi, tunggu dulu. Ada sesuatu yang menarik mataku.

Selembar foto yang dari dulu ingin kubuang. Foto yang dari dulu kupikir tak pantas untuk disimpan. Tapi, apa dayaku, aku tak sanggup untuk membuangnya.

Kuambil foto itu. Tercetak wajahku dan wajah Rumi. Kami berdua tengah tersenyum lebar menghadap kamera. Seolah-olah, aku sedang berbahagia bersama Rumi. Di foto itu, Rumi sedang melingkarkan lengannya pada leherku. Sedangkan aku mengacungkan jari membentuk angka dua.

Aku mengusap pelan wajahku yang tercetak di foto itu. Dadaku sesak melihat wajah yang dulu pernah berdiri tegap bersamaku. Rasa sesal mulai menyerangku. Setetes air mataku pun jatuh dan membasahi foto. Memori yang dulu sempat kukubur dalam-dalam, kini hadir menyapa kembali.

Waktu itu, waktu yang kurasa tepat untuk menyatakan semua perasaanku pada Rumi. Aku lelah memendam semuanya sendirian. Yang aku mau saat itu adalah memiliki Rumi. Tak ada yang lain.

Awalnya, aku ragu untuk melakukan ini. Tapi, kuyakinkan hatiku sekali lagi bahwa semua akan baik baik saja.

"Rum, gue cinta sama lo. Gue tau ini gila, tapi gue gak bisa mungkirin hati gue sendiri. Gue terlalu nyaman sama lo. Dan seiring berjalannya waktu, perasaan cinta itu muncul, Rum."

Rumi hanya diam menatapku. Ada raut kesedihan yang Rumi pancarkan saat itu. "Johan, arti sayang gue selama ini ke lo itu sebagai sahabat. Bukan sayang seorang cowok ke ceweknya. Jo, lo itu cowok, sama seperti gue. Maaf."

Rumi pun pergi. Meninggalkanku terjatuh bersama harapan yang semu.

Marah, malu, sesak, dan nyeri bercampur aduk menjadi satu, perlahan merayap di hati, dan membendung menjadi setetes air mata.

"Apa gue harus jadi wanita cantik untuk bisa hidup sama lo?"

*****

PhotographWhere stories live. Discover now