Photograph IV

177 19 10
                                    

Kinan - knnthy (4,45/5)

***

Janji untuk Tidak Melupakan

Mengingat kembali adalah salah satu cara terbaik untuk tidak merasakan kehilangan - Girl meets Boy

***

Sudah 30 menit lelaki itu menatap kosong ke kamar yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Matanya merah dan bengkak. Tubuhnya ditopang oleh satu kruk pada tangan kanan. Lebih banyak luka dan darah yang mengalir dari tangan kiri, bercampur dengan pecahan kaca.

Tertatih-tatih, Keenan berjalan menghampiri kamar itu. Pusing mendera pada setiap langkah yang dia pijak dan hela napasnya terasa berat. Beberapa kali dia harus menghentikan langkahnya, sekadar memfokuskan penglihatannya atau membetulkan letak kruk.

Seharusnya tak perlu satu menit untuk berjalan ke kamar itu, namun dengan keadaan sialan ini setidaknya perlu tiga menit bagi Keenan hanya untuk sampai di depan pintu kamar. Belum cukup dengan itu, dia tidak--belum--berani membuka pintunya.

Tatapan Keenan beralih ke papan kayu yang menggantung di pintu bertuliskan 'Keyla's room'. Lelaki itu tersenyum sedih saat menyentuhnya. Betapa dia berharap dapat menyentuh si pemilik kamar bukan papan kayu dengan nama pemiliknya. Dia rindu, begitu merindu sampai sekujur tubuhnya sakit.

Aroma vanilla yang khas mengundang Keenan masuk ke kamar Keyla. Wangi Keyla masih tertinggal di kamarnya. Tumpukan debu pada koleksi kamera milik Keyla, tumpukan novel yang masih bersampul plastik, gaun biru untuk pesta kelulusan, foto akhir tahun yang belum dipajang di salah satu dinding kamar, semuanya seolah menunggu Keyla pulang. Namun kenyataannya, Keyla tak akan pernah pulang.

Keenan menyapu pandangannya ke seluruh sudut kamar. Setengah berharap dapat melihat Keyla yang sedang berkutat dengan hasil cetak foto-fotonya atau membaca novel di tempat tidur. Namun dia tahu harapannya sia-sia. Tak ada lagi hari bersama Keyla. Hilang sudah kesempatannya membahagiakan perempuan itu.

Kemudian pandangan Keenan jatuh pada foto besar yang dipajang di dinding. Di sana, semua orang-- Ayah, Bunda, dia, Keyla, bahkan Bang Kevin—tersenyum bahagia ke arah lensa kamera. Napasnya tercekat, pandangannya berubah buram—entah karena air mata atau pusing akibat sakit kepala mendadak—lidahnya kelu melihat pemandangan ini. Hatinya remuk saat merindukan senyuman Keyla.

Senyum adiknya mungkin diabadikan oleh lensa kamera, kemudian dicetak di lembar tipis dan tidak akan berubah. Namun bukan itu yang dia mau. Lembaran foto itu tidak dapat mengabadikan kehangatan mata Keyla saat tersenyum atau bagaimana suara tawa Keyla. Foto itu terasa dingin, beku, dan kebohongan mutlak bagi siapa pun yang melihatnya. Mengejek dengan menunjukkan seolah-olah orang yang dicintainya itu sedang tersenyum, namun kenyataannya senyum itu sudah terkubur bersama pemiliknya.

Ditambah berbagai bingkai foto di atas rak buku Keyla seperti meninju ulu hatinya berkali-kali. Foto kebersamaan mereka berdua selama 18 tahun hidup bersama. Mulai dari foto hitam putih hasil USG saat mereka berbagi rahim, hari kelahiran mereka, berbagai acara ulang tahun mereka yang dirayakan, hingga saat keduanya dinyatakan lulus bersama dari jenjang sekolah menengah atas.

Pembunuh.

Sebuah suara dalam kepalanya berbisik kejam.

Berengsek hidup lo, membunuh adiknya sendiri!

Harusnya elo yang mati, bukan Keyla!

Coba waktu itu lo nggak pakai emosi bonceng Keyla, nggak akan mati anaknya!

PhotographUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum