empat

2.1K 180 11
                                    

Dusta...

Jangan hakimi aku.

Sudah kubilang, aku terlalu tahu banyak tentang Dimas dan keluarga kecilnya. Tentang Alma dan kebohongan-kebohongan yang ia ciptakan hingga memancing curiga. Dimas hanya terlalu naif untuk mencari tahu. Seperti cinta yang seringnya membenarkan sebuah salah. Kita menutup mata hanya demi tak ingin terluka.

Pernah kubilang pada Dimas untuk lebih 'memerhatikan' istrinya, karena kata 'mengawasi' terlalu terus terang untuk digunakan. Namun yang ia berikan kemudian, hanyalah keluhan-keluhan tak berkesudahan. Pertanyaan-pertanyaan yang tak akan pernah terjawab tanpa kita mencari jawabannya.

Dan sudah kubilang juga, Alma telah lama menganggapku sebagai teman dekat. Padaku, ia percaya untuk menitip sebuah rahasia. Padaku, ia berkata bahwa cinta telah berubah antara masa lalu dan masa kini. Alma yang mencintai Dimas begitu penuh, kini menemukan bahwa cinta bisa berkurang kadarnya. Bahkan cinta yang begitu besar bisa berbalik menjadi sesuatu yang terlalu kecil nilainya.

Dimas begini. Dimas begitu. Ia tak seperti ini. Ia tak lagi seperti itu. Apakah Alma sudah bosan? Aku tak tahu. Atau ini yang umum terjadi pada pernikahan lainnya? Mereka yang tadinya jatuh cinta demikian dalam, kini tak lebih dari menganggap pasangan mereka sebagai orang lain yang tinggal serumah dan terjebak dalam status hukum pernikahan.

"Bukannya dulu kamu menikah sama Dimas karena cinta?" tanyaku pada Alma kala itu.

Seringai kecil muncul di wajah Alma. Mengisyaratkan kalau ia sedikit jijik dengan pilihan cinta sebagai alasan.

"Laki-laki yang kita kenal sebelum menikah dan sesudah nikah itu berbeda seratus delapan puluh derajat loh, Nad."

"Maksudnya?" Aku tak paham.

"Dimas yang dulu sama yang sekarang beda jauh lah." Nadia mengulangi lagi alih-alih memperjelas.

"Cintanya Dimas ke kamu kurang, begitu?" Aku malah jadi menyelidik alasan di balik kata-katanya itu.

"Everything. Yang aku harapin dari dia, nggak seperti realita yang aku dapatkan."

Aku masih belum paham maksud kata-katanya. Namun yang dapat kusimpulkan dari percakapan kami kala itu adalah... Alma tak benar-benar lagi menganggap dan menilai Dimas sebagai suaminya. Apalagi sebagai seseorang yang dulu sangat dipuja-pujanya. Dicintainya hingga tak menyisakan sedikit ruang pun bagi orang lain.

Cerita itu hanyalah awal yang kutahu tentang rumah tangga Dimas dan Alma. Sebelum kemudian fakta lain muncul sebagai kumpulan tanda tanya yang tak terjawab oleh Dimas tentang istrinya itu.

Dusta-dusta yang muncul adalah upaya Alma untuk menutupi semua celah dalam cintanya pada Dimas. Tentang hubungan-hubungan yang ia jalin di luar rumah. Tentang rapat-rapat yang terkadang tak benar-benar ada. Tentang hawa tak enak badan yang ia rasakan ketika pulang ke rumah, demi membuatnya lolos dari tanggung jawab kebutuhan biologis sang suami.

Lalu, tinggalah aku yang terjebak dalam liku segitiga baru. Jika dulu, aku adalah cinta dalam segitiga yang tertepikan. Kini, aku adalah anak kunci dari segitiga tersebut.

"Kalau kamu mau bilang sama Dimas, bilang aja. Aku nggak takut kok. Aku nggak masalah kalau Dimas marah atau malah menuntut cerai dariku." Alma mendeklarasikan dirinya sebelum aku sempat berpikir untuk memberitahu Dimas perihal ini. Namun bagiku, bukan itu poinnya. Berbeda dengan Alma yang tak takut perpisahan. Aku justru menemukan cinta Dimas yang begitu besar pada Alma, dan hal itu seolah tak akan berakhir hingga ujung dunia. Baginya, Alma adalah satu-satunya. Baginya, rumah tangga mereka adalah segalanya.

Jadi rasanya, sakit bagiku untuk memberi tahu Dimas tentang sang istri. Sakit untuk mengetahui bagaimana reaksi dia. Sakit untuk melihat bagaimana impiannya tentang rumah tangga yang indah mesti berakhir.

Dan karena itu. Untuk sekian lamanya, aku memilih menghindar dan memberi ruang bagi Dimas dan Alma untuk berdamai dengan cinta mereka.

Terkecuali...

Waktu-waktu belakangan ini. Ketika Dimas mulai hadir untuk meminta waktu dan berbagi keluh kesah.

Perlahan hatiku berkata, sesungguhnya cinta harusnya dibalas cinta. Dan jika istrinya tak lagi menyanggupi itu. Dimas harus mengerti, ada cinta yang begitu besar baginya yang tak pernah ia tahu.

Dan kini, aku ingin dia tahu...

* * *

Orang KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang