STORY ABOUT THE PAST #1

668 60 5
                                    

“Makan dulu, Alea....”

Sang pria tetap menyodorkan sendok berisi nasi dan daging ikan ke mulut wanita muda didepannya dengan sabar meski wanita itu selalu memalingkan wajah dan menolak untuk membuka mulutnya.

“Alea.... Please....”

“Ini kan anak kamu. Aku mau lihat apa dia bisa bertahan sedangkan aku tidak menginginkannya,” kata wanita itu ketus.

Pria didepannya menghela napas. “Aal.... Tolong jangan begini.... Meski kamu tidak menginginkan dia, jangan begini. Ini demi kesehatanmu juga, kamu bisa sakit.”

“Kamu pikir bisa membujukku?”

“Aal... Kamu bilang kamu benci aku. Fine.... Tapi tolong jangan benci dia. Kamu harus kuat dan sehat supaya kamu bisa melahirkan dia dan pergi. Itu kan kesepakatan kita?”

Alea menatap pria didepannya dengan pandangan tajam menghunus. Dia sangat ingin membunuh pria ini. Sangat. Ingin. Diraihnya piring ditangan pria itu dengan kasar. “Kamu keluar! Aku gak nafsu makan lihat muka kamu!”

Pria itu tersenyum dan berdiri. “Makan yang banyak, Alea sayang.” Dielusnya kepala Alea dengan lembut walaupun wanita itu sudah berusaha menghindar. “Panggil aku kalau sudah selesai.”

Cih! Alea mencibir dan melihat pria itu menutup pintu kamar. Laki-laki bajingan! Sialan! Perusak hidup orang!

Kevin. Nama pria itu. Kakak tingkatnya di kampus. Seorang pria biasa-biasa saja. Tidak kaya, tidak menarik-meski menurut sebagian mahasiswi luar biasa tampan-, asisten dosen, kikuk, bahkan terkesan culun. Dia sama sekali tidak menonjol bagi seorang Alea Maharani Bramantyo. Kevin sering menjadi bahan lelucon Alea dan teman-temannya. Hingga puncaknya pada malam peringatan hari jadi program studi mereka, pria itu merenggut kehormatan Alea akibat sebuah insiden dan berujung pada kehamilannya yang membuat papanya murka.

Kevin. Si pembuat masalah itu lagi-lagi menambah masalah dengan menikahi Alea atas persetujuan papanya. Sebuah pernikahan sederhana yang bahkan tidak dihadiri oleh satu pun sanak saudara Kevin. Well, meski bagi Alea itu tidak penting sama sekali, tapi lihatlah betapa tidak bergunanya pria itu. Dia membawa Alea tinggal disalah satu kontrakan kecil dan kumuh, hanya memiliki sebuah sepeda motor butut dan sepeda pixie rongsokan yang dipakainya setiap hari demi menghemat uang bensin.

Rumah kontrakan itu hanya memiliki satu kamar dengan tempat tidur kecil yang kasurnya sama sekali tidak empuk. Sebuah lemari pakaian usang terletak disudut kamar berukuran 4x3 itu. Tidak ada meja rias, hanya sebuah cermin panjang yang menggantung disebelah lemari tadi. Alea menangis setiap hari karena keadaan yang berbanding terbalik dengan apa yang selama ini ia dapatkan dirumah orangtuanya. Rumah ini bahkan lebih kecil dari kamar tidurnya.

Mereka makan dua kali sehari dengan lauk dan sayur seadanya. Kevin memang selalu berusaha memenuhi kebutuhan gizi Alea, terutama karena ia sedang hamil. Tapi tetap saja, itu tidak pernah sebanding dengan apa yang selalu terhidang diatas meja makan dirumah besar Bramantyo. Alea ingin mati saja. Tapi hidupnya terlalu berharga untuk mati karena pria itu. Sembilan bulan, Alea... Bersabarlah.

***

“Aku maunya daging sapi!”

“Alea, maaf.... Hari ini aku Cuma bisa beli ayam. Besok aku belikan dagingnya ya...” Kevin lagi-lagi membujuk Alea makan. Begitu yang terjadi setiap hari.

“Ayam melulu! Aku bosan!”

“Aal.... Ayam kan masih daging juga....”

“Kamu makanya kalau gak bisa ngidupin anak orang jangan sok-sok ngehamilin gitu! Mana bentuk tanggung-jawab yang kamu janjikan ke papa aku? Ceraikan aku, Vin!”

Kevin mengusap wajahnya frustasi. “Aal... Tolonglah. Aku tidak mungkin menceraikan kamu...”

“Masih belum terlambat untuk aborsi, Vin! Ini baru bulan kedua. Aku gak mau ngelahirin anak kamu!” Alea menumpahkan seluruh isi piringnya.

“Alea!!” Kevin menarik napas. “Sorry....” Dibersihkannya tumpahan itu dan berdiri. “Aku ambilkan yang baru. Kamu harus makan, supaya sehat.”

Alea benci segala bentuk perhatian yang diberikan pria itu. Perhatian yang membuatnya kadang merasa bersalah karena selalu marah-marah. Tapi mau bagaimana lagi? Pria itu yang membuatnya seperti ini. Hamil, cuti kuliah, hidup menderita. Ia tidak punya pilihan lain selain melampiaskannya pada Kevin. Terima saja! Ini kan salahmu!

Hari-hari berikutnya, Alea juga melakukan hal yang sama. Tapi pria itu tidak pernah mengeluh. Ia selalu berhasil meredam kekesalan dan amarahnya kemudian tetap tersenyum lembut dan dengan sabar mengurus Alea.

***

“Aal... Ada kabar bagus, proposalku di ACC.  Sebelum anak kita-”

“Anakmu!” Potong Alea.

“Eh...” Kevin tersenyum kikuk. “Sebelum dia lahir, aku sudah bisa sidang skripsi. Jadi aku bisa mencari pekerjaan yang lebih layak untuk menghidupi kalian berdua.”

Dalam mimpimu.

“Aku akan membelikanmu buah dan daging setiap kali kamu mau. Aku bahagia sekali, Aal.”

Alea tak menjawab. Bereaksi pun tidak.

Beberapa hari setelahnya Kevin pulang larut malam dengan badan panas dan mengigau sepanjang tidurnya. Alea tahu dia demam tapi dibiarkannya saja. Dia malah berharap pria itu mati mendadak. Namun keesokan paginya, dengan wajah masih pucat, Kevin tetap bangun dan menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Pria itu bahkan tetap tersenyum padanya seperti biasa. Dia tidak jadi mati.

***

Alea pikir dengan semua sikap menyebalkannya Kevin akan bosan dan menyerah lalu menceraikannya. Tapi ternyata tidak. Pria itu tetap bertahan. Alea bahkan cukup terkejut menyadari berapa bulan sudah ia hidup bersama pria itu dan terbiasa dengan kehadirannya yang mengesalkan. Dia membutuhkan pria itu hanya karena dirinya tak bisa berbuat apa-apa. Alea seorang nona besar. Dirumahnya dia bahkan tidak pernah menyentuh gagang sapu sekali pun. Jadi wajar jika dibalik rasa bencinya pada Kevin dia tetap membutuhkan pria itu. Sampai kemudian sesuatu yang terlintas dalam pikirannya membuat ia merasa ngeri.

Aku harus pergi. Harus!

IT HAS TO BE YOU《JACKSON YI》ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang