Part 28-Penjelasan

2.6K 217 11
                                    

"Gue kan udah bilang, lo nunggu waktu yang tepat. Sabar dikit kenapa si. Lo, sodara gue sekarang."

"Gue ga bisa nunggu lebih lama lagi, sodara. Gue ga bisa. Gue, terlalu, sayang sama dia."

"Gitu? Lo pikir ini buat gue? Ini untuk kebaikan lo."

"Kebaikan gue? Selalu gitu. Tapi nyatanya ini hanya untuk, kepuasan lo."

---

Kaynna menatap Keynan lurus-lurus.

"Lo bilang, lo ga bakal tanya gue darimana, ngapain, sama siapa. Iya kan?" tanya Key sambil memiringkan kepalanya. Tersenyum jail pada Kay.

Mulut Kay mengerucut, "Itu kan kemarin, sekarang beda."

Key terkekeh melihat tingkah bidadari kecilnya, "Iya emang? Beda apanya coba?"

"Keynan, ishhh.." tangan Kay dilipat di depan dada, mulutnya semakin mengerucut lucu.

Key mengacak rambutnya pelan, "Iyadeh. Sayang mau tanya apa?"

Senyum Kay merekah, "Semuanya."

Dahi Keynan mengerut, lalu mengangguk.

---

Malam itu, Ayah menelpon ku.

"Dav, Ayah sudah pesankan kamu tiket ke Paris untuk besok pagi. Ayah akan menikah lusa, Ayah harap kamu datang."

Selama Ayah berbicara aku hanya diam, sambil menahan nafas.

Rasanya, semua udara tercekat di tenggorokan tanpa bisa sampai ke paru-paru.

"Iya, Yah. Davian pasti datang. Selamat, Yah."

Hanya kalimat itu yang bisa aku katakan.

Saat itu aku berpikir, mungkin dengan hadir di sana aku bisa mengacaukan acara ini. Toh, harusnya Ayah masih ingat Bunda.

Malam itu juga, setelah Ayah menyudahi telponnya aku langsung berkemas. Aku bahkan tidak sampai terpikir untuk memberitahu Kay. Pacarku, Eh sorry..ralat, teman dekat.

Keesokan harinya aku langsung menuju bandara.

Pikiranku, kacau.

Aku pergi dalam diam, tanpa kabar, tanpa peringatan ataupun aba-aba.

Pesawat take-off satu jam kemudian. Aku tidak perlu repot-repot mematikan alat komunikasi karena ponselku sudah aku matikan sejak semalam.

Begitu sampai di Paris, seseorang yang tidak ku kenal menjemputku. Mungkin orang suruhan Ayah, pikirku saat itu.

Aku sampai di sebuah hotel mewah, dengan fasilitas lengkap. Mungkin biaya untuk satu malam setara dengan satu minggu uang sakuku.

Aku tidak peduli soal uang. Karena aku, seperti robot. Hanya menuruti perintah.

Pagi harinya aku pergi ke sebuah gedung besar. Sangat besar sampai aku berpikir mungkin ini Town Square.

Lagi-lagi seseorang menjemputku.

Kali ini, dia mengantarkan aku untuk menemui Ayah.

"Davian, bagaimana penginapannya? Kamu nyaman?" tanya Ayah.

Aku mengangguk, "Iya, Yah."

Lalu Ayah menarik seorang perempuan cantik, anggun, dan aku kenal.

"Ini, Tante Ana, calon Mama kamu."

Aku melihat wajah Bunda di sana. Di mata Tante Ana.

Key for KayWhere stories live. Discover now