1.

213 43 3
                                    

"Sial, aku terlambat!" Aku bangun dan segera lari ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat gigiku, mau tidak mau aku melewatkan sesi mandiku karna jam sudah menunjukkan pukul tujuh. Aku selesai membersihkan diriku dan berlari turun ke lantai bawah membawa tasku, aku berlari ke arah meja makan dan mengambil toast yang menganggur di meja makan. Aku berlari memasuki mobil dan membawa mobilku sedikit cepat.

Memang sepertinya aku tidak hoki hari ini: aku bangun terlambat, ada test mendadak di kelas Prof Chang, dan lebih buruknya aku tidak belajar hingga dapat nilai C. Aku keluar dari area kelas dan berjalan menuju gedung kantin. Aku duduk di salah satu tempat kosong dan merobek kesal hasil testku.

Aku mengaduk mangkuk sup ku dengan kesal atas kesialanku hari ini, sangking kesalnya sampai ada kuah sup yang keluar dari mangkukku.

"Jijiiiiiii!" Pekik seseorang dari kejauhan, dari suaranya aku sudah hafal, siapa lagi kalua bukan Migu.

Ia berlari kearahku dengan cepat, bisa kutebak, dia mendapatkan nilai bagus di testnya hari ini. Aku bisa merasakan ada lengan yang melingkar di leherku dan dengan malas aku menoleh kearah Migu.

"Kau mau aku mati?" tanyaku, ia tertawa dan melepaskan rangkulannya. "Jadi bagaimana test Prof Chang ? kau pasti dapat nilai bagus." Sautnya.

Aku mengulurkan tanganku dan memberikan secarik kertas dan memampangkan nilaiku. Dia tercengang. "Bagaimana bisa?"

"Test mendadak, dan aku tidak belajar."

"Bukannya Prof Chang minggu lalu pernah memberitahu kalau ada test hari ini?" Sekarang giliranku yang tercengang. Kapan?

"Ya sudahlah, ayo kita makan diluar."

Tanpa babibu, bahkan tanpa persetujuanku, ia menarik tanganku membuatku mau tak mau meninggalkan mangkuk sup tadi. Mangkuk sup yang malang.

Dia Miguel Trayvon Liem, dia temanku sejak kami masih kecil. Aku menghabiskan sebagian besar waktuku bersama Migu. Aku Felicia Jie anak sulung dari dua bersaudara. Tidak ada yang bisa ku ceritakan pada kalian karena hidupku biasa saja meskipun aku berasal dari keluarga berkecukupan.

Aku merasa bahwa aku dan Migu memang sudah ditakdirkan untuk berteman, entah kebetulan atau tidak, saat kelas 7 SMP, aku harus pindah dari California ke Hongkong dan benar saja, seminggu setelah aku pindah, Migu juga datang menyusulku, dan lebih hebatnya lagi kami bertetangga, Yap benar, Rumah Migu ada tepat di sebelah rumahku.

***

Seorang pria dengan garis wajah yang tegas berdiri mematung memandangi sepasang manusia yang tengah menikmati ice cream di pinggir jalan. Pria itu tersenyum miris dan terus memperhatikan objek yang daritadi ia lihat.

"Bagaimana bisa?" gumamnya pelan.

Tiba-tiba sekelebat bayangan hitam datang dan berdiri di belakangnya. Bayangan itu dengan cepat berubah wujud menjadi manusia yang tak kalah rupawan dengan pria di depannya. Ia membungkuk memberikan hormat.

"Maaf tuan, sepertinya hingga saat ini tuan Steve tidak mengetahui bahwa keluarga sudah menemukan mate-nya." Pria itu terdiam dan masih saja mematung melihat sepasang kekasih itu dengan senyuman tipisnya.

"Baiklah, terima kasih." Gumamnya pelan. Sekelebat bayangan itu menunduk memberi hormat sekali lagi dan lalu menghilang tiba-tiba seolah terbawa angin.

***

Aku tidak sadar kalau aku menghabiskan banyak waktu di kamarku, semua ini karna ulah dosenku yang dengan baik hatinya memberikanku tugas laporan banyak, aku juga harus mengerjakan laporan untuk bisa memperbaiki nilai C ku tadi.

Aku keluar dari kamarku, berjalan menuruni tangga dan kemudian menuju dapur. Aku tidak menjumpai adanya tanda-tanda kehidupan disini, dan benar saja, ada sticky note yang tertempel di dinding lemari es menarik perhatianku.

Setelah aku baca kertas kecil itu, aku bisa menarik kesimpulan bahwa aku akan tinggal sendirian selama seminggu lebih dan harus menunggu kakakku pulang dari Sidney. Aku membuka lemari es dan tidak menemukan apapun, aku mendengus kasar, mau tidak mau aku harus ke minimarket di depan kompleks.

Tanpa berpikir panjang, aku segera keluar dari rumah dan mencoba menghubungi Migu, aku sudah mencoba menelfonnya beberapa kali dan tidak menghasilkan apa-apa. Sepertinya dia sudah tidur.

Baru berjalan lewat beberapa rumah, entah firasatku saja atau bagaimana, aku merasa hari ini agak sedikit lebih gelap daripada malam-malam sebelumnya, bahkan aku bisa melihat ada sedikit kabut.

Saat aku masuk ke dalam minimarket pun aku merasa sedikit asing. Aku merasa hari ini sedikit lebih sepi dari sebelumnya.

"Oh kau datang?" Aku terkejut, badanku sedikit terlempar ke belakang. "Astaga!" Pekikku. Sang sumber suara hanya tertawa.

"Kau kira aku setan?" Aku mendengus, melewatinya dan segera mengambil keranjang untuk ku bawa.

Aku yang pada dasarnya tidak suka untuk berlama-lama kali ini, aku sedikit mempercepat gerakanku dan memasukkan barang yang setidaknya akan aku butuhkan untuk ku makan.
"Tumben kau tidak bersama Miguel?" Aku menggidik, masih memperhatikan kasir itu yang kini sedang menghitung total belanjaanku.

"Totalnya tiga ratus lima puluh dolar." Aku mengangguk dan mescan barcode yang ada di depanku. Setelah semuanya selesai aku langsung keluar dari situ.

Entah kenapa, tiba-tiba bayangan tentang mimpiku muncul lagi. Aku bahkan bisa mendengarkan suara pria asing itu berbisik di telingaku.

"Kau merindukanku cintaku?" Aku menggelengkan kepala cepat dan segera lari dengan cepat. Yang ada di pikiranku sekarang adalah: aku harus tiba sekarang juga di rumah.

Aku melihat siluet hitam di depanku membuat langkahku terhenti. Aku berusaha mengatur nafasku yang sedikit sesak karna efek berlari tadi.

"Siapa itu ?" Tanyaku agak berteriak. Tidak ada jawaban tapi bayangan itu datang ke hadapanku semakin mendekat yang sontak membuatku melangkah mundur.

Atmosfer udara di sekitarku mendadak dingin. Aku sedikit merinding sekarang dengan perbedaan suhu yang terlalu mencolok. Ia semakin dekat dan aku semakin berjalan mundur kebelakang, langkah mundurku terhenti karena ada sebuah tangan dingin yang mencengkramku erat dan menarikku agar semakin mendekat dengannya.

Aku melihat sosok rupanya dengan garis wajah yang nyaris sempurna. Aku terngaga dalam kurun waktu sepersekian detik. Di otakku sudah tidak ada pertanyaan yang muncul tentang pria tampan ini, aku hanya sibuk membalas tatapan matanya yang menatapku dengan sangat dalam.

"Selamat malam cintaku." Ucapnya dengan suara baritonnya.

Ia mengecup keningku, dan bodohnya aku mengerjap.

Kesadaranku yang datang tiba-tiba, membuatku menarik tanganku dari cengkramannya.

"Siapa kau?" Dia hanya tersenyum.

Posisiku kami sekarang, aku terhimpit dengan badannya yang sedikit lebih besar dariku, membuat cahaya lampu jalan trotoar tertutup oleh bahunya yang besar. Aku tidak bisa melihat dengan jelas sekarang.

Tangannya menjulur ke tembok dan menjadi tumpuan badannya agar tidak menabrakku. Tapi ini aneh, mataku malah tidak bisa berpaling dari tatapan sendu yang ia lontarkan padaku, aku tidak tahu kenapa, tiba-tiba sesuatu di dalam dadaku mendadak sedikit nyeri dan membuatku mengeluarkan air mata.

Rasanya seperti aku sudah melukainya dan aku menyesal, rasa bersalah meliputiku, tapi aku tidak tahu kenapa aku menjadi seperti ini tiba-tiba. Tangannya yang putih terulur dan mengusap air mataku yang sudah melesak keluar, ia masih tersenyum.

"Kau membuatku sakit jika kau menangis. Jadi jangan menangis lagi ya."

Tiba-tiba ia menghilang. Aku masih terdiam dan aku menangis semakin menjadi-jadi. Berulang kali kata 'maaf' keluar dari mulutku. Aku masih tidak tahu kenapa aku tidak bisa mengedalikan diriku seperti ini. 

New Life With 'Him'Where stories live. Discover now