Dan lagi, Sakura menjadi orang pertama yang membuka mulutnya untuk berkata kata.

"Uchiha-san, kau tak perlu menunggu disini. Aku yakin masih banyak urusan yang harus kau selesaikan.", tukas Sakura dengan nada datar sembari menahan segala bentuk emosi yang mendesak keluar dari dalam hatinya.

Tak ada jawaban.

"Uchiha-san, aku baik baik sa-"

"Sakura.", potong pria itu sambil menatap kearah gadis yang kini terbalut perban di seluruh tubuhnya.

"Siapa kau sebenarnya?", lanjut pria itu.

Mendengar perkataan itu, Sakura mendelik keheranan.

"Aku? Namaku Haruno Sakura", jawab gadis itu lirih.

"Haruno Sakura tidak pernah memanggilku dengan sebutan Uchiha-san.", ucap pria itu lagi sambil terus menatap ke tubuh lemah gadis itu.

Dada gadis itu terasa sesak. Tidak. Bukan karena luka yang dideritanya akibat pertarungan kemarin. Rasa sakit ini jauh lebih menyiksa. Rasa sakit yang sama seperti saat ia meneriakkan perasaannya kepada seorang anak laki laki yang berusaha meninggalkan Konoha.

"Kau terus menghindariku Sakura. Aku belum melihatmu sejak kedatanganku kembali di desa ini."

"Dan tiba tiba kulihat kau tergeletak disana, hampir tanpa nyawa ?"

"Lalu sekarang, kau bukanlah Haruno Sakura yang kukenal."

Mendengar kata kata itu, Sakura tak mampu menahan dirinya lagi. Perlahan, ia memalingkan pandangannya, menatap pria yang amat dikasihinya itu. Uraian air mata kembali terjatuh membasahi pipinya. Perasaannya masih belum berubah, dan ia sadar betul bahwa perasaan itu takkan pernah berubah. Sekeras apapun pikirannya mencoba melupakan pria ini, hatinya terus memberontak.
Perasaan yang cukup gila, perasaan yang membuatnya tak mampu membunuh pria itu dahulu, bahkan saat Sakura sadar betul bahwa pria ini bisa membunuhnya kapan saja.

"Kau tahu berapa lama aku menunggumu kembali? Kau tahu bagaimana perasaanku ketika aku tahu kau mengunjungi Konoha untuk mengabari Kakashi-sensei, namun tak sedetik pun kau biarkan aku mengetahui keberadaanmu?", ucap gadis itu di sela isak tangisnya.

"Dan setelah semua ini berlalu, kupikir aku bisa melupakanmu. Mencoba memulai semuanya dari awal. Membuang jauh jauh harapanku padamu."

"Dan lagi, aku melihat diriku sendiri sebagai seorang gadis yang bukan merupakan apa apa. Dimatamu, atau bahkan bagi Naruto. Aku tidak mampu menyandingi kalian berdua. Sekeras apapun aku mencoba, kalian terus melangkah jauh. Sedangkan aku masih disini, ditempat yang sama."

"Setelah itu, dengan melupakanmu, kupikir semua hal akan berjalan sebagaimana mestinya. Karena aku bukanlah siapa siapa jika dibandingkan denganmu. Malam itu, hari itu juga, aku berharap agar aku benar benar mati. Namun apa? Hal pertama yang kuketahui setelah aku sadar adalah kau menyelamatkanku malam itu. Kau membawaku kesini. Membiarkanku tetap hidup.", ujar gadis itu sambil mengatur nafas. Rasa nyeri mulai terasa menyerang dadanya.

Pria berambut raven itu terdiam untuk beberapa saat. Membiarkan perempuan dihadapannya itu meluapkan seluruh isi hatinya yang pasti sudah ia sembunyikan untuk waktu yang cukup lama. Rasa sesal memenuhi hati pemuda itu tatkala ia melihat gadis yang paling ingin dilindunginya ini kembali menangis. Dan penyebabya tak lain adalah dirinya sendiri.

Suara detik jam dinding kembali terdengar di ruangan itu. Mereka berdua larut dalam pikirannya masing masing.


"Apakah aku pernah mengatakan bahwa kau adalah seorang yang lemah, Sakura?", tanya pria itu tiba tiba.

Sakura terhenyak. Tak ada jawaban yang bisa ia berikan saat ini.

"Dan mengapa kau berpikiran untuk mati?"

"Berhentilah menyakiti dirimu sendiri. Dan asal kau tahu. Aku tidak ingin lagi kehilangan orang orang yang berharga bagiku."

Sakura masih berusaha mencerna apa yang barusan dikatakan oleh pria itu. Ia menatap kosong kearah jendela, memandang langit yang menunjukkan gelap malam.

"Menurutmu, bagaimana perasaanku saat aku melihatmu terkubur dibawah lempengan besi itu? Dan kau pikir aku akan membiarkanmu begitu saja?"

"Meninggalkanmu adalah keputusan terbodoh yang pernah kubuat seumur hidupku. Dan aku takkan pernah memaafkan diriku sendiri akan hal itu.", ujar pemilik mata onyx itu dengan nada datar yang sulit dipahami.

"Tapi kau masih bisa mencari orang lain yang bisa mengisi kesendirianmu. Aku tak pantas menjadi orang yang dianggap penting bagi keturunan Uchiha. Lagipula....", ucapan Sakura terhenti ketika disadarinya sepasang mata onyx itu kini menatapnya. Menatap kedua matanya, seakan membaca seluruh pikiran dan isi hatinya.

"Siapa yang kau sebut tidak pantas? Dan aku tak pernah tertarik untuk mencari orang lain yang tak mengenalku."

"Sakura, berhentilah memandang dirimu sendiri kecil, karena kau tahu, kau lebih dari itu. Kau pikir, apa alasanku kembali ke desa ini? Alasanku yang utama adalah karena aku berjanji kepadamu untuk kembali dan kau lah orang pertama yang akan kutemui saat aku pulang.", tangan Sasuke kini mengusap lembut pipi gadis dengan mata viridian itu.

Rasa hangat menyelimuti hati mereka berdua. Sebuah senyum tipis kini merekah diwajah kunoichi itu. Seluruh pertanyaan dan rasa takut yang dimilikinya lenyap begitu saja.
Setelah sekian lama ia hidup dalam keragu raguan ini, pada akhirnya, di detik detik ini, kebahagiaan kembali kedalam hidupnya.

Kebahagiaan karena pria yang dicintainya kini kembali pulang.

Kebahagiaan karena ia diberi kesempatan untuk hidup sekali lagi.

Dan kebahagiaan karena ia mengetahui bahwa perasaannya telah terbalas. Perasaan yang ia miliki sejak mereka masih kecil. Perasaan yang membuatnya mampu melihat Sasuke yang sebenarnya dibalik seluruh kesalahannya di masa lalu.

"Sasuke-kun.", ucap gadis itu lirih.

"Tadaima, Sakura"

"Okaeri, Sasuke-kun."

Unfinished TaleWhere stories live. Discover now