Aku kehilangan kata - kata.

" Kau menggunakan alasan jatuh dari tempat tidur berulang kali. Itu tidak masuk akal, aku juga pernah jatuh dari tempat tidur, Lutfia. "

" Greyson, jika kau mendebatkan masalah lebam, asal kau tahu saja pipi lebam ini menghantam lantai lagi tadi, jadi wajar jika tambah biru. "

Greyson menatapku dalam. " Biru menghitam, Lola. " koreksi Greyson.

Tubuhku gemetar. Tidak diragukan lagi, kondisiku semakin parah.

" Aku tahu kau sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Apa itu? Tell me, "

" Ini.. "

" Apa? "

" Aku tidak yakin, "

" Apa maksudmu? "

" Aku tidak yakin. Aku tidak yakin memberitahumu atau tidak. "

" Kau tidak mempercayaiku? "

" Bukan itu, "

" Lalu apa? "

" Tidak bisa saja, "

" Kenapa? "

" Karena aku tidak bisa, Grey! " aku membentak.

Greyson berusaha meraih tanganku tapi kutampis.

Aku mengambil napas panjang. " Hentikan, kumohon jangan menyudutkanku. "

Aku menutup mata menyembunyikan air mata yang mulai membasahi pipi lebamku.

Greyson memegang kedua lenganku. Dia benci melihatku menangis.

" Hey, " katanya. " I care about you, kay? I don't want anything bad happen to you and I won't let it happen. I love you, "

Isakanku mulai keluar.

Greyson menarikku ke pelukannya lagi. Tapi tidak erat. Hanya pelukan lembut yang dasar kehati - hatiannya terlihat sekali.

Jika tubuhku tidak rapuh dan penuh luka, dia akan memelukku erat.

Kepalaku bersandar di dadanya dan bisa kurasakan detak jantungnya. Perasaanku jauh lebih tenang di banding sebelumnya.

" Tell me later, kay? " bisiknya.

Aku mengangguk.

Kusuruh Greyson keluar dari kamar mandi dan memberikanku waktu berpakaian. Tapi Greyson ragu. Dia tidak mau hal buruk terjadi padaku atau mendengarku teriak seperti tadi lagi.

" Aku hanya berpakaian, tidak akan terjadi apa - apa. "

" Lakukan saja diluar, jangan disini. " perintahnya. Matanya melihat kondisi kamar mandi yang hancur berantakan.

" What? Dan memberikanmu tontonan gratis? " aku mulai bercanda. " Jangan harap. "

Greyson nyengir. " Aku janji tidak akan mengintip, "

" Jangan harap aku percaya, "

Greyson menatapku. Dia tahu aku tidak akan mengubah keputusan.

Greyson jengah dan memaksakan diri keluar. Dia tahu ketika aku sudah mengatakan A maka tetap A, dan B ya tetap B. Keputusanku tidak akan berubah.

" Jangan sampai kau menginjak beling, " peringatnya menunjuk pecahan kaca lampu yang berserakan di lantai kemudian memberikanku privasi memakai pakaian ganti.

Dia menutup pintu kamar mandi. Tapi tidak rapat, hanya ditutup sedikit untuk mengurangi kekhawatirannya bahwa aku akan terluka lagi.

Greyson diluar menungguku keluar. Dia terlihat tenang atau pura - pura tenang, aku tidak yakin.

Tapi aku tahu pertanyaan tak terjawab tentang luka - luka di tubuhku terus dibayanginya.

Aku mengintip sedikit di sela pintu yang tidak tertutup rapat.

Greyson duduk di ranjangku. Kedua jemarinya bertemu dan pandangannya jatuh ke lantai. Ekspresinya sedang berpikir dan aku tahu mengkhawatirkanku.

Memikirkanku, keanehan yang terjadi padaku, luka ditubuhku, aku tahu dia sedang berusaha menghubungkannya.

Ku dorong pintu pelan hingga tertutup rapat agar tidak memancing perhatiannya.

Aku mundur beberapa langkah ke belakang menjauhi pintu. Langkahku berhenti ketika menginjak botol conditioner yang tergeletak di lantai.

Handuk yang diberi Greyson yang membalut tubuhku perlahan kubuka.

Paha, betis-

Aku memalingkan wajah.

Aku bahkan tidak berani melihat luka dibawah sana lama - lama.

Memar, sayatan, lebam, luka terbuka yang mengering- menjijikkan.

Aku jijik dengan tubuhku sendiri.












.
.
.
.
.
.
.
.

Author's Note :

Sesuai janji update 5 chapter sekaligus.

*jangan lupa vote*

Untuk yang mau lebih kenal aku follow:

Twitter : @Lutfia_Umar
Instagram : lutfia_ihwani_umar

.
.
.
.
.
.
.
.

COMMENT yang banyak, aku suka dapat comment.

BIAR AKU TAHU KALIAN PERNAH KE SINI.

SO I COULD KNOW THAT YOU GUYS WERE HERE.

VOTE

VOTE

VOTE

VOTE

VOTE

VOTE

VOTE


SEBARKAN CERITA INI !!!

- Lutfia Ihwani Umar

The Author #Wattys2016Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt