Rasa yang asing

10K 668 73
                                    

Jadilah seorang laki-laki yang kuat, bukan hanya kuat fisik melainkan iman. Karena kelak suatu saat nanti kau akan mencari yang seperti itu untuk putrimu.. Syafiq

Syafiq dan Nada sampai di rumah ketika hari sudah cukup sore. Di depan rumah, Pak Kardi yang masih setia menjadi supir pribadi keluarga mereka nampak sedang mencuci mobil Fatah sembari bersiul-siul.

"Bahagai banget pak" tegur Syafiq.

"Eh, den Syafiq. Iya nih den. Besok bapak dapat ijin cuti. Mau nengokin cucu yang baru lahir"

"Wah, selamat pak. Semoga jadi anak yang berbakti kepada agama dan orang tua pak" jawab Syafiq sambil menepuk bahu pak Kardi. "Saya ke dalam dulu ya pak"

Pak Kardi tersenyum bangga melihat Syafiq sudah tumbuh besar. Dulu dia masih ingat bagaimana kelahiran mendadak cucu pertama keluarga ini. Dan sekarang Syafiq sudah tumbuh menjadi laki-laki dewasa. Walau tampilan luarnya tidak meyakinkan, namun siapa yang sangka Syafiq pemuda yang pintar dan begitu mencintai kedua orang tuanya.

"Assalamu'alaikum..." ucap Syafiq saat masuk ke dalam rumah.

Dapat dia dengar ibunya mengucapkan alhamdulillah dengan penuh haru. Tanpa perlu ditanya Syafiq tahu apa yang terjadi. Pasti mereka tengah membicarakan masa menstruasi pertama adiknya itu.

"Iya bu, untung tadi ada kakak kelas Nada. Baik banget bu orangnya. Mana cantik lagi"

"Masa sih? Wah kalau begitu besok ibu titip salam buat dia ya. Bilang makasih banyak, kalau nggak putri ibu nangis terus lihat ada darah yang keluar dari tubuhnya" kekeh Sabrin.

"Ih ibu mah"

"Tuh bu, Nada udah gede sekarang. Jangan dibolehin main sama orang yang nggak dikenal" ucap Syafiq mengikuti pembicaraan yang sedang berlangsung.

"Apaan sih bang, enak aja ngatur-ngatur"

Syafiq tertawa pelan, kemudian mendekati Sabrin yang tengah sibuk menyiapkan menu untuk makan malam.

"Mandi sana bang, ibu cium kamu bau banget"

"Nanti bu, abang masih kangen sama ibu" bagi seluruh keluarga Al Kahfi, ini adalah pemandangan sangat biasa melihat Syafiq sedang memeluk Sabrin. Setiap ada yang ingin memprotesnya, Syafiq sebisa mungkin menjawab dengan kata-kata yang terkadang membuat orang kesal setengah mati.

"Syafiq..." panggil Fatah yang baru saja memasuki area dapur. Ayah dari dua orang anak itu terlihat lebih tampan dengan peci hitam dikepalanya. "Sudah sholat kamu?" tegur Fatah.

"Belum Yah"

"Sholat dulu sana. Disuruh sholat tepat waktu nggak pernah bisa. Tapi menonton bioskop tepat waktu saja suatu keharusan"

"Ayah sindir Syafiq atau Nada?" kekeh Syafiq yang melihat sang adik cemberut.

"Untuk kalian berdua. Kamu juga sama saja dengan Nada"

Syafiq mencibir lalu mencium pipi Sabrin dengan sayang sebelum ia beranjak untuk sholat di masjid yang kebetulan tidak jauh dari rumah.

Sebelum langkah Syafiq menjauh masih bisa dia dengar ayahnya mewejangkan beberapa nasihat untuk sang adik ketika diberitahu bahwa ada sebuah tahapan baru yang sudah dilalui adik perempuannya.

"Ayah.. ayah, nggak berubah. Bisa sampai malam ceramahnya" gumam Syafiq.

**

Syafiq baru kembali setelah sholat isya berjama'ah. Kondisi badan yang belum juga mandi sejak pagi tidak membuatnya risih sedikitpun. Rambut sebahunya yang tadi dia ikat kini sudah kembali tergerai. Lalu tanpa sadar sebelah tangannya menggaruk kepala yang terasa gatal.

KITAWhere stories live. Discover now