11. He is a gay

446 36 16
                                    


Krek..

Suara pintu depan dibuka, aku tak tahu siapa yang datang sampai kudengar samar suara Ethan. Semenjak pulang sekolah aku belum melihatnya lagi. Namun kudengar percakapan singkat, itu artinya ia tidak sendiri. Ini pukul 9 malam, darimana saja sampai ia pulang cukup malam, namun lagi-lagi aku menyuruh diriku sendiri untuk tetap tenang dan tak perlu tahu urusannya.

Kulihat dibalik gorden ternyata Ethan bersama Lukas. Jujur aku tak begitu menyukainya, begitupun sebaliknya, orang itu sepertinya tak menyukaiku. Aku tak pernah berharap untuk menjadi akrab dengannya. Aku kembali ke tempat tidurku dan mencoba tenang dengan menonton sebuah film animasi.

Hening, malam mulai larut dan mataku hampir terpejam namun aku teringat film yang masih kuputar. Akhirnya kumatikan film tersebut agar aku bisa terlelap, namun sebelum aku hampir terlelap kudengar suara-suara samar.

Aku mencoba mengabaikan suara yang kudengar namun tetap saja kudengar dan membuatku sulit memejamkan mata. Suara desahan yang pernah kudengar sebelumnya. Akhirnya aku memilih untuk bangkit dari tempat tidurku dan melangkah keluar, mungkin ini telah berlangsung sedari tadi namun karena aku menonton film maka suara lebih samar. Aku mencoba menuntaskan rasa penasaranku dengan berjalan menuju kamar Ethan namun seketika kudengar suara lain. Alunan musik vintage sekitar tahun 1990-an terdengar mengisi ruangan Ethan namun tentu terhantar keluar ruangan. Suara musik tersebut mengalun menutup suara yang kudengar sebelumnya.

Oke mungkin mereka hanya sedang mendengarkan musik bersama. Namun sungguh sebuah pertanyaan besar muncul di benakku. Mengapa mereka berduaan dikamar seperti itu? Aku tahu mereka dekat, tapi setahuku pria biasa berkumpul dengan temannya dengan suasana ramai dan tak bersifat privasi seperti itu. Tanganku bergetaran ketika berada tepat didepan pintu kamarnya, rasanya ragu untuk membukanya, tanganku kembali, aku tak jadi membukanya, seperti orang tak tahu tatakrama sedikitpun. Namun hatiku terus berkata untuk membukanya, aku begitu yakin ada sesuatu yang janggal disini.

Akhirnya aku mencoba meraih lagi gagang pintu, dengan segenap keberanian kudorong pelan pintu tersebut dan terbuka, memperlihatkan posisi ranjang saat pertama kali mataku menelusuri ruangan itu.

Hah.. ?

Aku menarik nafas, aku tak percaya dengan apa yang sedang kusaksikan ini. Kuharap penglihatanku yang keliru, namun ini benar.

Ethan berciuman dengan temannya itu, Lukas... aku hanya berdiri beku dengan kaki yang tak mampu kugerakkan, dadaku terasa begitu sesak. Tanganku melemah dan melepas gagang pintu yang sedari tadi digenggamanku. Ethan melepas bajunya perlahan begitupun Lukas. Aku tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, yang kutahu aku hanya ingin berlari sekarang juga. Lukas pun melakukan hal yang sama dengan Ethan, ia melepas pakaiannya dan mencium Ethan dengan penuh gairah. Semakin intim, bahkan tangan Ethan melingkar di leher Lukas, seolah keduanya berkata bahwa tak ada yang bisa memisahkan mereka. Aku berjalan mundur untuk pergi namun mata Ethan menangkap sosokku. Matanya membesar dan segera menghentikan aksinya bersama Lukas.

Ia memburuku. Namun aku segera pergi sebelum ia sempat memegang tanganku.

"Scarlett?"

Namun bukan dengan nada lembut seperti biasa saat ia menyapaku, nadanya lantang dan tegas. Tak mampu mengucapkan sepatah katapun, aku terus berjalan cepat agar pergi dari pandangannya. Kukira ia akan membiarkanku namun aku salah, ia mengejar langkahku dan berusaha meraih tanganku, aku terus mempercepat langkahku. Sungguh, lorong yang menuju kamarku ini tidak begitu panjang namun mengapa begitu sulit untuk sampai. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan selain mataku yang mulai berkaca.

"Scarly..!!" ia meneriakkan namaku sambil terus berusaha meraih tanganku, entah ia terlalu gesit atau langkahku yang melemah, tangannya berhasil menggenggam siku milikku. Kedua tangannya berada di pundakku dan membalikan badanku, ia berusaha menatapku namun aku menolaknya.

Kami berhadap-hadapan namun aku membuang wajahku, untuk apa aku membalas tatapannya. Semakin aku menatapnya, itu akan semakin sakit. Hanya tubuhnya yang kulihat, ia masih topless. Aku tahu bahwa wajahku memerah, aku tak bisa lagi menahan tangisanku. Namun kucoba untuk jangan menitikkan dulu airmata. Kudengar langkah kaki menghampiri kami, Lukas. Ia menyusul Ethan.

"Scar.." sahut Ethan. Ia mencari wajahku yang bersembunyi dibalik rambutku.

"Scar.." sekali lagi ia menyebut namaku. "Aku tahu reaksimu akan seperti ini jika kau tahu bahwa aku seorang.." tambahnya.

"Gay?" lanjutku. Kali ini aku mulai berani mengangkat kepalaku dan menatapnya, walau kutahu itu akan sangat menyakitkan.

"Mengapa kau tidak jujur padaku? Katakan semuanya tentangmu, aku siap" bibirku bergetar, terlalu berpura-pura kuat but I know my heart is completely broken.

"You hate us, right? Kau membenci para LGBT. Kau akan membenciku jika kau tahu bahwa aku seorang gay" jelasnya. Aku memalingkan wajahku ke samping, terlihat Lukas ikut melihat ke arahku.

Airmata akhirnya terjatuh dan membasahi pipiku. Tanganku berusaha menghapusnya namun tangan Ethan mendahuluinya.

"Aku hanya tak ingin kau membenciku karena ini" tanya Ethan. Aku hanya melanjutkan tangisanku dan mengabaikan ucapannya. Aku menggeleng dengan airmata yang masih berjatuhan.

"I'm sorry.." ucapnya lirih, sedikit serak disuaranya mencoba meyakinkanku bahwa ia menyesal aku mengetahuinya.

Aku tak bisa menerima kenyataan ini.

"Tidak Ethan, dialah satu-satunya yang harus meminta maaf. Apa kau sadar bahwa ia telah melampaui batas? Dia memasuki kamar tanpa ijin" tiba-tiba Lukas menyahut.

"Aku marah mengapa kau menyukai dia?!" teriakku seraya menunjuk Lukas. Tanpa kuhiraukan perkataannya.

"Mengapa kau harus tertarik dengannya bukan padaku? Mengapa kau bisa jatuh cinta padanya? Kau menghabiskan banyak waktumu denganku!"

Rasanya seperti kembang api di perayaan tahun baru, meledak-ledak.

"Hah?! Mengapa kau diam?" aku memukul-mukul dadanya lalu terus menatap wajahnya. Tanpa ragu kudorong bahunya keras.

"Mengapa tidak kau pakai saja rok milikku dan semua makeup milikku agar aku tak pernah tertarik denganmu!"

Hening.

Mengapa kau tak berubah menjadi cantik agar aku tidak tertarik kepadamu?

Mengapa kau bertingkah bahkan seolah kau laki-laki yang paling melindungiku ketika Dei menggangguku?

Aku membencimu, Ethan.

"Scar? Apa kau bisa menyimpan rahasiaku? Jangan pernah katakan kepada siapapun tentang ini" ia memintaku.

Lukas memutar bola matanya, aku tahu ia kesal karena Ethan menghiraukannya.

"Mengapa aku harus melakukannya?" tanyaku. Dengan mataku yang menatapnya dalam.

"Bisakah?" Ethan menatapku tegas, bibirnya mengering, kurasa ia begitu memohon.

Aku menggeleng.

"Jadi.. kau akan menceritakannya kepada semua orang?" suara Ethan semakin merendah.

"Tidak.. aku takkan melakukannya" bibirku bergetar.

Ethan memelukku, erat. Namun bukan kehangatan yang aku rasakan kali ini, semua perasaan itu, semua yang kurasa saat memeluknya, hilang. Hanya sakit.

Aku mendorongnya pelan agar terlepas dari pelukanku.

"Jangan menyentuhku"

Ethan menurunkan tangannya perlahan.

"Menjauhlah!" aku mengepal kedua tanganku dan menghindari kontak mata dengannya. Aku benci semua kebohongan itu.

Pelukan itu..

Perhatian itu..

Semua yang kau berikan untukku selama ini sebagai apa, Ethan?

Aku meninggalkannya. Aku membuang muka saat wajahku bertemu wajah Lukas.

Aku cemburu, Lukas.

"Scarly!" Ethan memanggilku dan suaranya masih terdengar sesaat sebelum aku berhasil memasuki kamarku dan menguncinya dari dalam.

***



aaa gimana dong? Sekarang Scar tahu semuanya :(

g(r)ay 🍫 troye sWhere stories live. Discover now