Chapter 23

6.3K 412 7
                                    

Saat wanita itu membalikan badannya dia seperti bingung saat melihat Ali menghampiri dirinya dengan sedikit tergesa. Tatapan bingungnya bersibobrok dengan tatapan tajam milik Ali.

"Kenapa?" tanya wanita itu makin bingung saat Ali sudah berada didepannya.

"Lupa sama gue?" balas Ali bertanya. Wanita itu mengernyitkan alisnya sambil memandang Ali.

"A-Ali kan?"

"Yap, lo apa kabar, Sil?"

"Baik, Li. Lo udah beda ya, gak kaya dulu waktu masih bocah sampe pangling gue liatnya." Sila menepuk bahu Ali akrab.

Ashila Silvia. Teman atau bahkan sahabat masa kecil Ali yang dekat dengannya karena bertetangga dan sekolah ditempat yang sama. Mereka sempat terpisah beberapa tahun yang lalu saat kenaikan di kelas 1 SMA Sila diajak orang tuanya ke luar kota hingga mereka lost contact dan tak bertemu lagi. Akhirnya hari ini mereka bertemu lagi untuk yang pertama kalinya setelah tak bertatap muka lama. Pasti rasa rindu itu menjalar.

"Udah gede ya lo. Padahal dulu sering manja ke gue, minta gendong lah, minta apa lah."

"Sialan lo!" Sila memukul bahu Ali dengan kepalan tangannya. "Kangen nih gue kayanya, lo ada waktu gak buat ngobrol?" tanya Sila menatap Ali.

"Ada sih tapi entar, gue mau ngumpulin tugas dari dosen dulu."

"Yaudah gue tungguin deh."

Ali dan Sila berjalan beriringan untuk mencari dosen yang Ali maksud, semua dosen kan pasti mengajar di jam-jam tertentu jadi sedikit susah menemuinya.

Setelah Ali mengumpulkan tugasnya, mereka berdua segera menuju tempat yang nyaman untuk mengobrol.

Disebuah taman Ali dan Sila duduk di bangku taman yang sudah disediakan. Awalnya sedikit ada rasa canggung saat ingin membuka obrolan tapi semua seolah disingkirkan oleh kerinduan Ali terhadap Sila begitupun sebaliknya.

"Lo tadi ngapain kok bisa ada di kampus gue?" Ali akhirnya membuka pembicaraan.

"Gue tadi mau nyari temen yang kuliah disana, eh malah ketemunya sama lo! Sahabat masa kecil," kata Sila diakhiri dengan kekehan kecil yang terdengar ditelinga Ali.

"Ohh, gue kangen sama lo masa? Lo gak kangen apa sama gue?" entahlah Ali sedang bercanda atau menggoda. Tapi dari nadanya ada sedikit candaan.

"KANGEN!" Sila tiba-tiba mengalungkan tangannya dileher Ali dan memeluk pria itu erat.

Seperti de-javu Ali kembali mengingat satu nama. Prilly! Dimanakah gadisnya yang biasa bermanja dengannya? Menghabiskan waktu libur berdua meskipun hanya sekedar nonton, nongkrong di sebuah cafe, ke toko buku atau bahkan duduk ditaman dan menghirup udara segar seperti yang dilakukannya bersama Sila sekarang.

Ali sangat amat merindukan gadis itu. Ditaman dengan pemandangan didepan matanya adalah danau Ali makin merasa rindu apalagi sekarang ada seorang gadis lain yang memeluknya. Rasanya ia ingin dipeluk ataupun memeluk Prilly dengan erat agar gadis itu tak meninggalkannya lagi. Rasa rindu bener-benar menyeruak, adakah sebuah keajaiban yang dapat mempertemukannya dengan Prilly lagi? Ali selalu berharap akan itu.

Pelukan itu terlepas diiringi obrolan ringan keduanya lagi, rasa canggung itu kini sudah hilang digantikan dengan rasa nyaman.

"Lo udah punya pacar, Li?" Ali yang mendengar pertanyaan itu sedikit bingunf untuk menjawabnya.

"U--udah sih tapi dia lagi gak sama gue sekarang," ungkapnya dengan nada yang melemah.

"Loh, kok bisa gitu sih? Maksud lo apaan coba? Yang jelas dong."

Saat Ali akan menjawab pertanyaan Sila, ada seseorang yang menepuk pundaknya dari belakang. Ali pun menolehkan kepalanya tapi pandangannya langsung mengunci tatapan lembut hazel berwarna coklat itu dengan tajam.

"Ali?" Seorang wanita bertubuh mungil itu menanyakan namanya yang sempat membuat Ali terheran.

"Iya, ini aku." Tatapan mata Ali makin dalam seolah menusuk mata hazel yang menjadi lawannya bertatapan.

Ali berdiri dari duduknya dan langsung memeluk wanita itu hingga Sila bingung dibuatnya.

"Kamu kemana aja, Prill?" suara Ali terdengar lirih saat membisikan kata itu tepat disamping telinga Prilly. "Kenapa lama banget ninggalin aku?" lanjutnya bertanya.

Yap, wanita itu tak lain adalah Prilly. Entah kenapa mereka bisa bertemu di taman ini, apakah ini jawaban dari harapan-harapan Ali yang sedang merindukannya.

"Lepas dulu kali." Prilly meronta minta dilepaskan dari pelukan Ali yang sebenarnya tak bisa dipungkiri bahwa rasa nyaman dan tenang itu ada dalam pelukannya.

Ali melepas pelukan itu perlahan dan menatap Prilly seolah minta diberi penjelasan. Prilly malah balas menatapnya bingung.

"Sil, bisa lo tinggalin kita?" Ali bertanya pada Sila yang sedari tadi memperhatikannya dengan Prilly melalui tatapan bingungnya. Akhirnya Sila mengangguk setuju.

Saat Sila sudah benar-benar menjauh dari hadapannya, Ali membawa Prilly duduk dibangku yang tadi sempat didudukinya bersama Sila. Untunglah suasana taman sedang sepi jadi tempat ini lebih tenang dari biasanya.

"Kamu hutang banyak cerita sama aku, Prill!"

"Biasa aja kali, lo kenapa begini benget sih? Khawatir ya sama gue?" Ali semakin terheran saat Prilly memakai lo-gue dalam ucapannya, biasanya ia selalu memakai aku-kamu. Ada yang terasa aneh! Ini berbeda.

"Kok panggilannya lo-gue sih?" tanya Ali sambil mengernyitkan alis pertanda bingung.

"Lah terus apaan? Biasanya kan juga lo-gue Li." Dengan entengnya Prilly berkata seperti itu, tak tahukah Ali sedang sangat bingung saat ini?

"Sayang, jangan bercanda deh!" nada suara Ali makin melemah.

"Sayang?" sekarang ganti Prilly yang bingung. "Kita ada hubungan apa sih, Li?"

Jlebb!!!

Kalian tahu rasanya jari kelingking kaki kepentok sama kaki meja kan. Rasanya sakit vrohh! Tapi yang dirasakan Ali ini lebih sakit dari itu.

Nyesek! Harapan Ali ingin bahagia saat Prilly kembali dengan pemikiran yang happy ending tapi kenapa semua ini berbanding terbalik? Bukan menjadi happy ending tapi seperti konflik baru yang muncul disebuah cerita.

Ali membisu seketika mendengar pernyataan itu. Ada apa dengan Cinta seolah berganti dengan ada apa dengan Prilly(?)

"Ma--maaf, Li," kata Prilly saat melihat perubahan raut wajah Ali. Dia merasa tak enak saat melihat wajah itu menjadi sendu karena perkataannya.

"Nggak, bukan salah kamu." Ali bertekad untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan gadisnya itu.

Ali memeluk Prilly dengan erat karena rindunya pada sang gadis, sesekali menciumi pelipis dan puncak kepalanya.

--SWM--

Harusnya gak ada mood buat nulis, tapi ya udahlah jadinya begini.
Semoga masih nyambung :'v maaf kalo gak nge-feel.

Don't forget for votmment!!

Stay With Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang