"Sean," dia menjawab dengan gumaman membuatku kesal.

"Sean!" aku sedikit meninggikan suaraku dan merampas ponselnya.

"Astaga baby, apa hm?" dia membalas tatapanku.

"Apa pekerjaanmu saat ini?" Sean tersenyum dan menjawab, "aku akan menujukannya padamu besok."

Aku memandangnya tak suka karena mendapat jawaban seperti itu. Sungguh, aku paling tidak suka jika Sean sudah mulai bersikap menyebalkan seperti ini. Memangnya, sesulit apa dia menjawab pertanyaanku? Atau jangan-jangan pekerjaan barunya tidak baik?

"Astaga baby, jangan menatapku seperti itu, kau seperti menuduh pekerjaanku yang tidak-tidak," dia merasa terusik dengan tatapanku dan memutar bola matanya.

"Biar saja. Apa sulitnya kau mengatakannya sekarang?" aku melipat kedua tanganku depan dada.

"Pekerjaanku tidak menyalahi aturan agama ataupun hukum yang ada. Aku tidak bisa mengatakannya sekarang. Aku akan menujukannya besok."

"Kenapa harus besok?"

Sean mendesah berat, "karena aku sudah meluangkan waktu untuk kita besok."

[...]

Berulang kali mencoba untuk memejamkan mata dan masuk ke dalam alam mimpi, tapi yang aku dapatkan hanyalah kegagalan. Aku tidak bisa tidur di saat jam sudah menujukan pukul sepuluh malam. Sepertinya saat ini aku hanya bisa tertidur jika berada dalam pelukan Sean. Namun, akhir-akhir ini Sean selalu saja berada di dalam ruang kerjanya dan meninggalkanku untuk pergi tidur di kamarnya. Dia benar-benar tidak peka, padahal setiap malam aku selalu saja menunggunya selesai bekerja dan baru bisa tertidur. Astaga, aku benar-benar kecanduan dengan pelukan Sean.

Dengan rasa malas yang menyelingkupi diriku, kali ini aku berinisiatif untuk meminta Sean agar menemaniku tidur. Aku beranjak dari tidurku sambil membawa boneka teddy bear besar yang Sean belikan ketika ia meminta maafku saat aku terus saja menangis karena sifat overprotektifnya. Katakan aku egois, tapi kali ini aku benar-benar membutuhkan pelukan Sean. Aku ingin tubuhnya yang besar dan nyaman memelukku dengan lembut dan hangat.

Aku mengetuk pintu ruang kerja Sean tiga kali dan ketika mendapat balasan suara Sean, aku langsung membukannya dan melihat Sean yang masih berkutat dengan pekerjaannya. Dia tidak melihatku, dia masih menggerakan jari-jarinya di atas keyboard macbooknya. Kertas-kertas dokumen putih berserakan di atas meja kerjanya. Wajah kusut dan lelah terlihat di wajah Sean.

Kasihan sekali pria itu. Dia sangat bekerja keras dengan pekerjaan barunya. Seharusnya dia tidak meninggalkan dunia politiknya dan tidak perlu seperti ini. Tapi, ini keputusannya, aku tidak bisa mengubahnya. Dia adalah pria keras kepala, sekeras apapun aku meminta atau memaksanya, dia akan tetap memegang keputusannya. Segitu besarnya cintamu padaku sampai-sampai kau merelakan dunia politikmu dan bekerja keras seperti ini? Apakah aku harus menerimamu kembali setelah aku melihat pengorbananmu seperti ini?

Ketika tubuhku mendekati Sean dan ia memandangku dengan senyuman, "kenapa belum tidur hm?" dia memutar kursi kerjanya ke samping menghadap ke arahku.

Aku hanya diam melihat guratan-guratan kelelahan diwajah Sean. Aku semakin mendekatinya dan dengan berani aku duduk dipangkuannya setelah aku meletakkan boneka teddy bear di atas meja kerjanya. Kedua tangan Sean memeluk pinggangku. Aku menyibukkan diriku dengan menyentuh guratan yang ada didahi Sean.

"Terlihat semakin tua ya?" aku menggelengkan kepalaku dan mengecup guratan itu. Ketika aku menyadari apa yang ku perbuat, pipiku memanas dan Sean tersenyum menggoda. Dia menelusupkan wajahnya ke dalam dadaku.

"Kenapa belum tidur baby?" tanyanya dengan suara hampir teredam.

"Aku tidak bisa," jawabku sambil mengusap-usap rambutnya yang mulai memanjang.

Jane [OPEN PO]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن