Ali terdiam dan dia mencoba mengingat kapan dia memiliki kamus butut itu. "Aku pernah ke Paris untuk meliput berita kenegaraan tetapi sejak SMA aku sudah memiliki kamus itu. Aku tertarik pada negara itu. Pada sejarahnya dan pada bahasanya..." apa yang kulakukan? Aku menceritakan hal sepele itu pada gadis remaja ini? Tapi betapa terkejutnya Ali saat melihat binar mata bening didepannya itu.

Natalie tersenyum lebar. "Aku ingin kesana suatu hari. Melihat istana Versailles...melihat Paris...melihat Eiffel dan ingin membuktikan perkataan orang-orang bahwa Bahasa Perancis adalah bahasa romantis di dunia," lalu dia menatap Ali dengan wajah ayunya yang membuat pria dewasa didepannya itu terpaku. "Aku ingin berada disana bersama pangeran berkuda putih dalam khayalanku sejak kecil, hehehehe..."

Ali mencoba berpaling dari pemandangan manis didepannya itu namun apa yang diucapkannya sangat bertolak belakang dengan niat hatinya. "Kalau kamu mau, aku bisa mengajarimu bahasa Perancis itu". Setelah mengatakan hal itu Ali langsung membungkam mulutnya. Dia berharap Natalie tidak mendengar ocehannya namun dari reaksinya, gadis itu telah mendengar semuanya.

Wajah cerah Natalie menghiasi wajah bujur telur itu membuat Ali terpaksa menyerah. "Benarkah kak Ali?" dan Ali yakin sekali bahwa gadis yang terlihat lemah lembut itu meloncat kegirangan.

Ali meraih buku bersampul merah itu dan membuka lembar pertamanya dan menatap Natalie dengan tajam. " Minggu depan aku ingin mendengar hapalanmu pada abjad A. Aku juga akan mendengar cara pengucapanmu. 20 kata pada abjad A". diam-diam Ali mulai menikmati kebersamaannya bersama Natalie yang dianggapnya hanyalah seorang gadis ingusan.

Natalie mengangguk berulang kali dan kembali memeluk buku bersampul merah itu dengan erat. Rasa senangnya hampir membuatnya ingin berjingkrak sesuka hatinya. Tiba-tiba pandangannya beralih pada pintu balkon yang terbuka. Dia menatap lurus dimana balkon itu menghadap. Ternyata Ali juga mengikuti pandang mata Natalie.

Dia mengusap dahinya dan berkata datar. "Balkonmu bersebrangan dengan balkonku. Aku bisa melihatmu dari sini".

Natalie menoleh Ali dan memandang sejenak wajah tampan yang terkesan cuek itu dan sekilas meskipun hanya kecil sekali kemungkinannya, jiwa kewanitaannya merasakan bahwa ada tatapan hangat dari sepasang mata tajam Ali. Hal itu membuat darah Natalie berdesir menghangatkan sepasang pipinya dan membuat sepasang kakinya gemetar.

"Aku...aku...aku pulang dulu kak..." dengan menguatkan hatinya, Natalie melangkah menjauhi Ali dan setengah berlari keluar dari kamar beraroma maskulin itu.

Ali melongo melihat Natalie yang terbirit-birit kabur dari hadapannya. Dia menghembuskan napasnya dengan heran. Dia mengusap rambutnya dan tertawa pendek. "Dasar bocah". Dia juga akan memutuskan untuk keluar dari kamarnya seraya meraih tas dan kameranya.

****

Natalie berlari cepat menuruni tangga rumah Tante Wanda dengan wajah memerah dan dada berdebar. Dia nyaris tidak melihat sekitarnya saat mencapai tangga terakhir dia menabrak sesuatu yang keras.

"Aww!!!" Natalie setengah menjerit ketika merasakan wajahnya menubruk sebuah dada keras dihadapannya. Dia mendongak dan mendapati bahwa orang yang ditabraknya dan memegang lengannya dengan khawatir adalah Marshal.

Sepasang mata Marshal membulat. Dia tertawa dan menyapa Natalie. "Loh? Nata? Kamu ada disini? Apa yang kamu lakukan dari atas?" jelas ada nada penuh tanda tanya dari suara Marshal yang ceria.

Namun Natalie tidak ingin menceritakan kebahagiaan kecilnya selama beberapa menit bersama Ali pada Marshal apalagi dia mendengar suara langkah kaki menuruni tangga dibelakangnya.

Sambil tetap mendekat buku bersampul merah itu didadanya, Natalie menggeleng dan tersenyum masih dengan sisa kemerahan di wajahnya. "Gak ada apa-apa, Shal. Udah ya. Bye!" Natalie melepaskan lengannya yang dipegang Marshal dan segera berlalu dari hadapan pemuda itu.

LOVELY NATALIE ✅ (SUDAH CETAK) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang