4. Jepang-Indonesia

Start from the beginning
                                    

"Ada ya istri sama suami gak pernah cinta? Ada ya suami ya ga pernah ngasih nafkah batin? Ada ya istri yang bebas ONS tiap malam? Wkk. Gue tau lo anggap gue tuyul doang dalam hidup lo. Cuma ngabisin uang lo doang Li. Heh, dari segi agama kita emang bisa dikatakan cerai kali." Jawab Shila menjawab Ali dengan santainya.

"Hukum?"

"Eh kita bikah gak nyangkutin hukum kali! Cuma penghulu saksi doang. Tau-taunya sah, kan kampret. Oke. Gini deh, lo talak gue sekarang di depan karyawan lo biar kita bisa resmi cerai." Balas Shila lagi.

▷▶■◀◁

Prilly masih menatap cengo ke arah dua orang di depannya. Menurut Prilly ini bukannlah sebuah permintaan namun keharusan. Lihat, Bundanya sendiri langsung meng-iya kan permintaan Pak Ios. Meng-iyakan tanpa persetujuaan Prilly terlebih dahulu.

"Oke. Tapi--"

"Kamu dulu kan sempat di Jakarta juga. Bapak pilih kamu lah.. Bapak udah siapin tiket pesawatnya. Pri sisa berangkat aja. Minggu ini kamu ke Jakarta, disana kamu masih bisa tanya semuanya sama Zahra. Zahra berangkat hari senin kok. Ah iya, Minggu subuh ya."

Lihat. Bahkan Pak Ios sudah membelikannya tiket pesawat. Benar jika itu memang keharusan bukan permintaan. Tak ada alasan Prilly untuk menolak. Ditambah lagi, Pak Ios sudah sangat membantu keluarganya selama ini. Setelah ayah Prilly meninggal.

"Ohh- - ok." Jawab Prilly kikuk.

***

Jakarta. Jakarta. Jakarta. Entah ini jawaban kebahagiaan Prilly tadi, atau malah kutukan dari doanya. Ali. Itu yang menjadi alasan Prilly. Satu sisi ia merindukan Ali namun disisi lain ia sadar diri sekarang kalau Ali sudah memiliki kekasih bahkan berkeluarga.

Di tariknya nafas gusarnya. Lusa ia sudah harus berangkat ke Jakarta. Mengingat isi Line dari Maya tadi membuat Prilly semakin gusar. Ini tandanya jika keberangkatannya ke Jakarta memanglah sesuatu yang ia hindari. Sesuatu yang salah yang akan semakin membuatnya terpuruk.

Sialnya!

"Packing lah nak, lusa sudah berangkat. Kamu 'kan disana sekitar 2 tahunan. Bawa baju lebih banyakan deh," Sang bunda sudah berada di ambang pintu kamar Prilly. Menatap anaknya yang melamun di sisi ranjang memandangi ke arah jendela yang berhadapan langsung dengan pantai laut lepas.

Prilly tersadar dari lamunannya. Memandangi bundanya sejenak lalu tersenyum singkat.

"Iya bun, tenang aja." Jawab Prilly. Lagi ia memandangi pantai lepas di balik jendelannya.

Sang bunda hanya senyum singkat lalu memilih menghampiri Prilly, ikut duduk di sisi ranjang anaknya. Tangan Tante Ulliya-bunda Prilly- mengelus halus rambut panjang anaknya yang tergerai bebas.

"Tau gak kenapa bunda terima permintaan pak Ios? Bunda capek, bunda bosan liat kamu," katanya. Sontak Prilly memandangi horor ke arah bundanya yang membuat tante Ulliya tertawa pelan.

"Iya bosan. 6 tahun bunda liat muka kamu gak ada berubahnya. Flat terus. Senyum cuma sesekali doang. Pas Raihan coba deketin kamu, kamunya risih. Nak, sekarang bunda sadar kok bahagia kamu dimana. Senyum kamu itu di takdirkan untuk siapa. Jiwa kamu memang disini tapi raga kamu di sana, di Jakarta. Senyum kamu buat Ali. Nak, kejar dia. Buktikan kalau kamu memang cinta sama dia," kata Tante Ulliya halus. Prilly senyum, walau dalam hatinya mendesah kenapa baru sekarang bundanya menyadari itu. Tapi, senyum palsu itu tak bertahan lama, gerogot pikiran mulai menghantuinya lagi.

Tante Ulliya bangkit, "Kalau Ali udah punya keluarga? Illy gak mau lah Bun kalau ngerusak keluarga orang," jawab Prilly lesu.

"Bunda tau kamu pintar. Bisa bedain mana yang baik mana yang buruk." Jawab Tante Ulliya berlalu melongos pergi dari kamar Prilly.

Prilly menghirup oksigen lebih dalam. It's okey Prilly, you fine. Pikirnya.

*

Malam berganti, siang berganti. Kini sudah berlalu dua hari setelah pembicaraan Prilly dengan bundanya kemarin. Tandanya, hari ini Prilly sudah harus ke Jakarta.

"Hati-hati, jaga diri nak." Pesan terakhir bundanya sebelum Prilly landing ke Jakarta.

Disinilah sekarang Prilly, bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta. Dua koper ia tenteng di tangannya di tambah satu tas besar miliknya. Pandangannya menyapu mencari Zahra yang katanya sudah menunggunya sendari tadi.

Aprilly Shafandra. Nama itu tertulis tebal di sebuah papan kecil yang diangkat seorang wanita. Di sana, ia juga menilik kesekelilingnya mencari sosok yang juga ia cari. Prilly yang melihat itu berangsur mendekatinya, ia yakin wanita itu pasti Zahra.

"Zahra?" Panggil Prilly ketika sudah berada di samping lelaki itu. Si empu berbalik memandang Prilly dengan senyuman terbaiknya.

"Hai... Prilly ya?"

"Iya," jawab Prilly seraya membalas senyum Zahra manis.

"Ayok, kita langsung pulang aja." Kata Zahra. "Udah jam 7, jam 1 siang giliran aku take off ke Jogja," sambungnya. Prilly kaget, ia kira Pak Ios memintanya ke Jakarta untuk membantu Zahra anaknya, eh taunya.

"Oh ya? Berarti aku jaga toko disini sendirian, ya?" Tanya Prilly balik. Mereka berbincang-bincang sambil berjalan menuju mobil milik Zahra. Ah iya, jangan kira Zahra tidak ikut membantu Prilly membawa koper Prilly, Zahra ikut membantu menarik satu koper Prilly.

"Iya, emang papa gak bilang ya?" Tanya balik Zahra. Kini mereka sudah sampai di mobil honda jazz milik Zahra.

Prilly menggeleng lemah sambil senyum. "Salah aku juga si, harusnya nanya dulu gitu." Jawab Prilly lemah.

"Duh, maaf ya? Abis ini aku ajarih deh. Kamu boleh tanya apa aja,"

***

A/N:

Maaageeerr eperibadih. Males ngedit. Maaf typo.

KALAU GAK NYAMBUNG BILANG!

eh cek ini. Moga kalian paham.

 Moga kalian paham

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Call Me MommyWhere stories live. Discover now