1. Masih sama

26.1K 1.7K 11
                                    

Ali kembali memandangi dua figura yang ada di atas meja kantornya. Senyumnya kembali mengembang menilik tiga sosok malaikat hidupnya. Rasanya beban-beban kantor lenyap seketika melihat tawa lepas orang itu di foto.

Mereka sama-sama pemilik hati Ali. Figura satu yang berisi foto bundanya dan Kenids --putranya, dan figura satunya lagi foto seorang gadis yang tengah tertawa lepas di dalam pelukannya.

Balik lagi, Ali kembali bernostalgia. 6 tahun lamanya... akankah wanita itu sekarang masih mencintainya atau sekarang tengah bahagia bahagia keluarga dan anak-anaknya, sama seperti Ali?

Ali tertawa jenaka. Tidak mungkin Prilly bodoh untuk menungu, bahkan hingga 6 tahun lamanya. Pikirnya.

Sayangnya, diluar pemikiran 'awam' Ali, Prilly bodoh-nya masih sama. Rela menunggu Ali hingga 6 tahun lamanya. Kenyataanya, Prilly terlalu semu berharap pada takdir dan hanya diam tangan tanpa berusaha. Hanya melihat foto Ali saja menurut Prilly itu sudah bahagia, dengan tanpa merusak hubungan orang dan egois untuk merebut Ali lagi.

"Gue heran aja Li, kalo foto Kenids sama bunda lo, sih wajar ya. Tapi kalau foto mantan lo itu? Aneh aja gitu, harusnya di figura itu foto Shila, istri lo"

Dino, sekretaris Ali itu tanpa permisi masuk. Menurutnya Ali sudah seperti kakaknya sendiri hingga tak ada canggung sama sekali di antara mereka. Banyak yang Dino kenal dari Ali. Ali sering mencurahkan masalah hidupnya terutama curahan hati tentang Prilly.

Kadang Dino juga merasa Ali bodoh. Harusnya Ali lebih mencintai Shila istrinya 'kan? Istri yang sudah menghadirkan Kenids di antara keluarga kecilnya. Harusnya juga Ali melupakan mantannya itu kan? Toh sudah 6 tahun juga, siapa tahu Prilly sudah punya kekasih atau bahkan keluarga? Tapi itu semua normalnya, sayangnya disini Ali itu gak normal, bego. Pikir Dino.

"Ck! Lo belum kenal Shila gimana sih," jawab Ali yang masih tersenyum mamandangi foto Prilly cantik.

Dino berdecak. Kadang aneh saja, tiap kali bicara tentang Shila-Ali nampak selalu enggan meladeninya. Berbeda sekali jika menyangkut tentang Prilly, Ali selalu bersemangat untuk mengumbar kisah romantisnya dulu bersama Prilly-kekasihnya.

"Kalo gitu, sini kenalin sama gue." Tantang Dino.

Ali mengubah ulasan senyumnya menjadi muka masam ketidaksukaan. Di tatapnya Dino dengan horor seolah bicara, tak ada topik lain 'kah?

"Ngenalin Shila sebagai istri gue? Ogah banget." Jawab Ali dengan nada sinisnya. Balik lagi, ia kembali melirik 2 bingkai figura itu. Membuang rasa terusiknya dengan Doni yang mengedepankam toik Shila.

"Kenapa? Takut Shila gue ambil?" Sangka Dino. Dan lagi, wajah Ali menatap Dino masam lagi.

"Najis," umpat Ali.

Dino tertawa hambar. Yang ia tahu Shila cantik, tak kalah cantik dengan Prilly. Namun balik lagi, Ali selalu enggan mengakuinya. Entah kenapa.

"Lo cemburu?" Goda Dino. Bukan tanpa sebab, ia hanya ingin sahabatnya ini besikap sedikit lebih waras. Tanpa harus jadi fanatik mantan sendiri.

"Berapa kali sih gue bilang, lo gak tau Shila gimana!"Jawab Ali mulai jengah dengan pertanyaan Dion yang sama setiap harinya.

Menurut Ali, Shila itu tak lebih dari cewek iblis. Tuyul pengambil uang dan jelangkung yang tiba-tiba masuk dalam hidup bahagianya bersama Prilly. Bayangkan saja bagaimana rasanya ketika bidadari tergantikan dengan jelangkung? Kecewa bukan? Andai saja menikah dengan Shila itu bukan permintaan terakhir dari ayah Ali, Ali pasti tidak akan menyetujuinya.

"Coba deh buka hat--"

"Kalo lo tau Shila, lo bakal jijik."

Ali langsung memotong ujaran Dino tadi. Ia tahu apa yang akan diucapkan Dino, membuka hati untuk Shila bukan? Cih.

"Segitu bencinya lo?" Tanya Dino, kini ia beringsut duduk di samping Ali.

"Gue bahkan gak pernah anggap dia istri," jawab Ali penuh penekanan. Memandangi wajah Dino dengan wajah santainya.

Dino terbelak kaget. Ada tanda tanya besar dalam hidupnya mengenai rumah tangga Ali.

Memang seburuk apa, sih? Pikirnya.

"Lo gak anggap dia istri tapi dapat anak sama dia, waras?" Ujar Dino tertawa remeh sambil bersandar di kursi yang biasa klien Ali duduk.

Ali menghela nafasnya. Bahkan menyentuh aja, ogah. Pikirnya. Ini lah yang Ali takutkan jika ia menceritakan tentang rumah tangganya dengan orang lain. Takut jika 'aib' 'itu' sewaktu-waktu akan tersebar dari orang lain jika ia beberkan.

"Lagi nafsu gue, haha" jawab Ali di sertai tawa palsunya. Ia sendiri bahkan masih percaya 100% kalau ia masih perjaka. Perjaka punya anak, maksudnya?

***

Prilly merangkai kembali susunan mawar dan pikok di vas-vas bunga. Wajah usangnya nampak jelas tercetak disana. Ini sudah memasuki hari ke-5 Prilly bekerja di toko bunga milik pak Ios, sepupu bunda Prilly. Yang membuat Prilly badmood ialah, elerginya ada bunga tak kunjung berhenti. Setiap kali ada mawar hidung langsung gatel dan merah. Aneh memang, ketika seseorang elergi mawar tapi malah bekerja di toko bunga.

Toh dari pada pengangguran, coba? Pikirnya. Mantan aja sukses jadi direktur perusahaan masa aku enggak? Kali aja gitu bisa jadi lebarin usaha milik pak Ios jadi perusahaan bunga juga. Lanjutnya memikirkan.

"Udah Pri?" Tanya pak Ios yang baru kembali dari belakang. Prilly memalingkan tubuhnya, mamandangi Pak Ios dengan mata yang sudah memerah berair.

"Ud---hachim!" Prilly bersin lagi, entah ini sudah ke berapa kalinya Prilly bersin untuk hari. Ya jelas, rasa benci nya terhadap mawar semakin membesar --terkecuali mawar warna putih karena menurutnya bunga ini penuh kenangan.

"Aduh, kamu kenapa?" Ya wajar jika Pak Ios tak tahu kalau Prilly elergi mawar, sebab dari 7 hari terakhir Pak Ios tak ada di Lombok, ia sedang sibuk dengan cabang tokonya di Jakarta.

"Duh pak, Pri elergi sama mawar, bisa gak Pri merangkai bunga lain aja selain mawar deh," lirihnya seraya mengusap-usap kencang hidungnya yang memerah gatel.

Pak Ios memandangi Prilly khawatir. Kasihan juga sih kalau tiap hari tersiksa gini, kan?

"Eh, iya." Jawab Pak Ios dengan nada khawatirnya. Tatapan khawatir Pak Ios beralih pada setangkai mawar putih di tangan Prilly, membuat Pak Ios aneh.

"Loh katanya elergi mawar, tapi itu pegang mawar." Prilly ikut memandangi mawar putih ditangannya. Senyumnya mengembang memandangi muka heran Pak Ios.

"Ini buat bunda pak, Pri minta satu boleh, ya?" Tanya Prilly berbohong, baik ini tak sepenuhnya Prilly berbohong. Toh mawar itu memang untuk bundanya, sekaligus untuk mengingat masa Indah dengan Ali.

Dulu, setiap seminggu sekali Prilly pasti di beri sebuket mawar putih oleh Ali. Awalnya memang Prilly langsung flu-flu ringan mencium mawarnya. Tapi lada akhirnya Prilly juga terbiasa dengan bau mawar putih dan elerginya terhadap mawar putih lebih ringan dibanding mawar warna lain.

"Ah iya, ambil aja." Jawab Pak Ios. Prilly tersenyum seraya menggenggam lebih erat tangai mawar yang sudah ia hilangkan durinya tadi.

***


A/N: oke, aku tau ini ngegantung. Dan, yang mau tekanin di konflik ini ketika Ali-Prilly pacarannya bukan masalah berjuangnya. Nanti, pas Ali-Prilly pacaran, saat itu juga ~~~~~ baca aja-.-

Martapura, 5 Mei 2016
P-A

Call Me MommyWhere stories live. Discover now